kitabriyadul badiah di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan. Beli kitab riyadul badiah di Buku dan Kitab Zein. Promo khusus pengguna baru di aplikasi Tokopedia!

Keutamaan bulan Ramdhan tidak diragukan lagi. Banyak hadis-hadis Nabi, kisah orang-orang shaleh, dan berbagai riwayat lainnya; berbicara soal keistimewaan bulan mulia ini. Bulan Ramadhan juga tidak luput dari tangan dingin’ para ulama; ada banyak sekali ulama yang menuliskan pembahasan khusus seputar puasa, dari mulai pendekatan fikih maupun tasawuf, juga dari mulai kitab risalah kecil sampai kitab tebal dengan pembahasan lintas mazhab. Adalah kitab Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan, sebuah kitab kecil yang secara khusus dijasikan untuk mengupas hal-hal seputar puasa. Kitab ini ditulis oleh Syekh Hasan Al-Masyath, ulama kelahiran Makkah yang dijuluki Syaikhul Ulama gurunya para ulama. Sekilas tentang Penulis Kitab itu ditulis oleh Syekh Hasan Muhammad al-Masyath 1337-1399 H. Seorang ulama besar kelahiran Mekah, 3 Syawal 1317 H. Beliau dijuluki sebagai Syaikhul Ulama gurunya para ulama. Sebagaimana julukannya, Syaikhul Ulama, beliau berhasil mencetak ulama-ulama besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Di antara murid beliau adalah Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki ulama pakar hadis yang fatwa-fatwanya banyak menjadi rujukan, Maulana Syekh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid salah satu ulama besar Indonesia dari Lombok Timur, juga pendiri Nahdlatul Wathan dan tarekat Hizib Nahdlatul Wathan, Syekh Yasin bin Isa al-Fadani ulama Indonesia yang dijuluki Musnid al-Ashr pemegang sanad keilmuan pada masanya, dan masih banyak lagi. Tentang Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan Kitab setebal 127 halaman ini secara khusus membahas seputar puasa Ramadhan. Sebagaimana kitab-kitab sejenis pada umumnya, kitab ini berisikan hadis-hadis Nabi seputar puasa. Kitab ini terdiri dari 82 pembahasan. Menariknya, setiap bab tidak hanya menyajikan hadis-hadis terkait, tetapi juga diberi catatan ta’liq yang padat dengan penjabaran yang luas. Berikut beberapa kelebihan kitab ini 1 Bab yang disajikan lengkap Jika diklasifikasikan, dari 82 pembahasan seputar puasa, kitab ini menjelaskan pembahasan puasa dengan pendekatan fikih dan keutamaan fadha’il. Dari kajian fikih, seperti penetapan tanggal satu Ramdahan dan satu Syawal; baik dengan hisab ataupun ru’yatul hilal, larangan puasa wishsal menyambung puasa tanpa berbuka, ketentuan waktu sahur, dan lain-lain. Sementara kajian puasa dari pendekatan keutamaan fadha’il, seperti keutamaan sahur, keutamaan berpuasa Ramadhan di Mekah, anjuran menyegerakan berbuka, dan lain-lain. 2 Penguraian hadis yang padat dan berisi Dalam menjabarkan hadis yang termuat dalam setiap babnya, Syekh Al-Masyath menjabarkannya dalam bentuk catatan ta’liq secara padat dan berisi. Contoh saja saat menjelaskan salah satu keutamaan orang berpuasa dengan mengutip hadis di bawah ini كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ Artinya “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.” Jika kita pahami hadis ini secara tekstual, tentu akan janggal. Bukannya semua amal ibadah akan dibalas oleh Allah? Bukan hanya ibadah puasa. Shalat, zakat, haji dan ibadah lainnya pasti akan Allah balas. Mengapa redaksi hadis di atas seolah menegaskan bahwa hanya puasa yang Allah balas? Menurut Syekh Al-Masyath, hadis ini menunjukkan bahwa ibadah puasa lebih unggul dibanding ibadah lainnya dengan beberapa argumen berikut Pertama, puasa adalah ibadah yang tidak terlihat secara gerakan, berbeda dengan ibadah pada umumnya. Jika kita misal shalat, zakat ataupun haji, maka ibadah yang kita lakukan pasti terlihat orang; saat kita melakukan shalat, gerakan shalat kita memperlihatkan kita sedang shalat. Saat sedang menunaikan zakat, orang lain melihat kita melakukan zakat. Pun saat kita haji, orang lain melihat bagaimana kita melakukan ibadah tersebut. Lain halnya dengan berpuasa. Ketika seseorang berpuasa, tidak ada gerakan yang menunjukan kita sedang berpuasa. Contoh sederhananya, saat kita melihat dua orang berdampingan duduk, mereka tidak minum atau makan. Satu sedang berpuasa dan yang satu tidak. Apa kita bisa menebak mana yang puasa dan mana yang tidak? Sulit, bukan? Karena ibadah puasa tidak terihat secara eksplisit oleh orang lain, maka sulit untuk terjerumus dalam sifat pamer ibadah riya. Jika pun sengaja pamer puasa, hanya mampu diungkapkan dalam kata-kata saja. “Saya sedang puasa. loh,” dengan tujuan pamer, misalkan. Tidak bisa diungkapkan dalam sebuah gerakan. Berbeda dengan ibadah-ibadah yang lainnya. Kedua, puasa adalah ibadah yang mampu mengekang syahwat dengan sebab meninggalkan makan dan minum. Sementara syahwat adalah pintu utama bagi syaitan. Hal ini menjadikan puasa memiliki nilai lebih dibanding ibadah umumnya. Ketiga, hanya Allah yang mengetahui bobot pahala ibadah puasa. Berbeda dengan ibadah lainnya, pahalanya sudah diberitahukan penggandaan 10 sampai 700 kali lipat, sampai yang Allah kehendaki. Keempat, balasan orang yang berpuasa adalah berjumpa dan berbincang langsung dengan Allah swt di akhirat kelak, tanpa ada penghalang apapun. Sementara ibadah selain puasa, pahalanya adalah surga. Tentu, berjumpa dengan Allah swt adalah nikmat paling agung, lebih agung daripada nikmat mendapat surga dan seisinya. hal. 33-34 3 Menyampaikan Syair-Syair Kelebihan lain yang dimiliki kitab Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan adalah penyampaian syair yang berkaitan dengan bab yang dibahas. Tentu, ini menjadi nuansa sastra tersendiri dan tidak tidak membuat jenuh pembaca. Tidak monoton penjelasan dalam bentuk teks biasa saja. Contoh saja saat menjelaskan kutipan hadis berikut عَنْ أَبِي هريرة قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إَّلا الْجُوْعِ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَر رواه النسائي Artinya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar dan haus saja. Berapa banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malam.’” HR An-Nasai. Syekh Al-Masyath mengutip syair berikut إِذَا لَم يَكُنْ فِي السَّمْعِ مِنِّي تَصَاوُنٌ وَفِي بَصَرِي غَضٌّ وَفِي مَنْطِقِي صَمْتُ فَحَظِّي إِذَنْ مِنْ صَومِيَ الجُوعُ وَ الظَّما فَإِنْ قُلْتُ إِنِّي صُمْتُ يَومِي فَمَا صُمْتُ Jika saat puasa, pendengaranku, pandanganku dan ucapanku tidak dijaga. Maka tidak ada yang aku peroleh kecuali lapar dan dahaga. Aku bilang aku puasa, padahal tidak. hal. 45 Peresensi adalah Muhammad Abror, Mahasantri Sa’idusshiddiqiyah Jakarta, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek, Cirebon Identitas Kitab Judul Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan Penulis Syekh Hasan Muhammad Al-Masyath Tebal 172 halaman Cetakan Keempat, 1972

BABIV ASAS-ASAS PENDIDIKAN ISLAM. Berbicara tentang asas-asas pendidikan Islam, maka yang menjadi unsur terpenting di dalamnya adalah mengenai tabiat manusia. Oleh karena itu, di dalam Al-Qur"an, kita menemukan gambaran yang lengkap tentang tabiat manusia yang tersurat di dalam ayat-ayat yang mengupas langsung dengan menyebut-nyebut "Adam Kitab al-Riyadh al- Badi’ah fi Ushul al- Din wa Ba’dh Furu’ al-Syari’ah ala Mazhab al-Imam al-Syafi’i الرياض البديعة في أصول الدين وبعض فروع الشريعة على مذهب الإمام الشافعي adalah sebuah kitab yang ringkas mukhtasar mengenai akidah dan fiqh berdasarkan mazhab Syafi’i. Kitab ini disusun oleh Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Syafi’i al-Makki 1233-1335H /1817-1917M, seorang ulama terkenal di Makkah al-Mukarramah pada zamannya[1]. Ramai para ulama dari Nusantara yang menjadi murid beliau. Kandungan kitab al-Riyadh al- Badi’ah dimulai dengan penerangan ringkas mengenai bidang akidah dan dikuti dengan perbahasan ringkas mengenai bidang fiqh seperti thaharah bersuci, solat, jenazah, zakat, puasa, haji dan umrah, sumpah dan nazar. Kandungan kitab ini diakhiri dengan penerangan ringkas mengenai bidang tasawuf. Kitab ini pernah dicetak pada tahun 1317H oleh Percetakan al-Maymanah, Kaherah – Mesir, dengan ketebalannya sebanyak 63 halaman. Syarah bagi kitab al-Riyadh al- Badi’ah Kitab al-Riyadh al-Badi’ah, kemudiannya telah diberikan huraian syarah oleh murid[2] penyusunnya, iaitu al-Allamah Syaikh Muhammad Nawawi bin Arabi al-Bantani al-Jawi 1230-1314M / 1813-1879M melalui karyanya berjudul al-Tsimar al-Yani’ah fi Syarh ala Riyadh al- Badi’ah الثمار اليانعة المنيعة في شرح الرباض البديعة Dalam huraiannya Syaikh Muhammad Nawawi menghuraikan teks akidah yang terdapat dalam kitab asalnya dengan merujuk kepada pandangan Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah, aliran al-Asya-irah. Manakala huraian dalam bidang fiqh, ternyata lebih meluas dengan merujuk kepada pandangan para ulama mazhab Syafi’i. Cetakan pertama kitab ini telah dicetak oleh Percetakan al-Bahiyah, Mesir, pada bulan Syaaban 1299H/1882M dan diulang cetak di Bulaq pada tahun 1302H/ 1884M, di al-Maimanah pada tahun 1308H/1889 M, dan di al-Jamaliyah pada tahun 1329H/1911M dan ia turut dicetak juga oleh Percetakan Mustafa al-Bab al-Halabi, Mesir pada tahun 1342H/1923M. Kitab al-Riyadh al- Badi’ah boleh dimuat turun di sini / sini. Semoga bermanfaat. [2] Berdasarkan tahun kelahiran kedua-dua tokoh ini, usia Syaikh Muhammad Nawawi 1230H lebih tua sedikit daripada gurunya Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah 1233H. Bahkan Syaikh Muhammad Nawawi wafat lebih awal iaitu pada tahun 1314H berbanding Syaikh Muhammad Hasbullah pada tahun 1335H. Perkara ini tidak menafikan hubungan mereka antara guru dan murid kerana dari aspek keilmuan, usia tidak menjadi ukuran. Melihat kepada senarai guru kedua-dua tokoh ini, mereka berdua pernah menjadi murid kepada beberapa guru yang sama. Dapat disimpulkan di samping hubungan mereka sebagai guru dan murid, mereka juga sebenarnya adalah sahabat seperguruan. 1 Bab Bersuci 2. Bab Najis 3. Bab Wudhu 4. Bab Mandi 5. Bab Tayamun 6. Bab Istinja 7. Bab Hiad Nifas 8. Bab Sholat 9. Bab sholat Jumat 10. Bab sholat sunnah 11. Bab sholat Ied 12. Bab zakat 13. Baba zakat fitrah 14. Bab Puasa 15. Bab Haji 16. Bab Qurban Aqiqah 17. Bab Nadzar 18. Bab Ziarah. Cocok untuk. 1. Kalangan santri yang mengaji 2 Bab Puasa Kitab Fathul Muin terjemah Daftar isi Bab Puasa Muslim Yang Wajib Puasa Ramadan Syarat Puasa Tabyit Niat di Waktu Malam Niat Puasa yang Sempurna Hukum Berdahak secara Sengaja Hukum Orang Puasa yang Melakukan Hubungan Intim Orang Mati Punya Hutang Puasa Sunnahnya Puasa Tata Cara I’tikaf di Masjid Puasa Sunnah Hari yang Haram Puasa Kembali ke Kitab Fathul Muin Terjemah ﺑﺎﺏ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻭﻫﻮ ﻟﻐﺔ ﺍﻻﻣﺴﺎﻙ . ﻭﺷﺮﻋﺎ ﺇﻣﺴﺎﻙ ﻋﻦ ﻣﻔﻄﺮ ﺑﺸﺮﻭﻃﻪ ﺍﻵﺗﻴﺔ . ﻭﻓﺮﺽ ﻓﻲ ﺷﻌﺒﺎﻥ، ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺠﺮﺓ . ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﺧﺼﺎﺋﺼﻨﺎ، ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﻠﻮﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﺎﻟﻀﺮﻭﺭﺓ ‏ ﻳﺠﺐ ﺻﻮﻡ ‏ ﺷﻬﺮ ‏ ﺭﻣﻀﺎﻥ‏ ﺇﺟﻤﺎﻋﺎ، ﺑﻜﻤﺎﻝ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺛﻼﺛﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ، ﺃﻭ ﺭﺅﻳﺔ ﻋﺪﻝ ﻭﺍﺣﺪ، ﻭﻟﻮ ﻣﺴﺘﻮﺭﺍ ﻫﻼﻟﻪ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻐﺮﻭﺏ، ﺇﺫﺍ ﺷﻬﺪ ﺑﻬﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ، ﻭﻟﻮ ﻣﻊ ﺇﻃﺒﺎﻕ ﻏﻴﻢ، ﺑﻠﻔﻆ ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻧﻲ ﺭﺃﻳﺖ ﺍﻟﻬﻼﻝ، ﺃﻭ ﺃﻧﻪ ﻫﻞ . ﻭﻻ ﻳﻜﻔﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻏﺪﺍ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ. ﻭﻻ ﻳﻘﺒﻞ ﻋﻠﻰ ﺷﻬﺎﺩﺗﻪ ﺇﻻ ﺑﺸﻬﺎﺩﺓ ﻋﺪﻟﻴﻦ، ﻭﺑﺜﺒﻮﺕ ﺭﺅﻳﺔ ﻫﻼﻝ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺑﺸﻬﺎﺩﺓ ﻋﺪﻝ ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻳﻪ ﻛﻤﺎ ﻣﺮ – ﻭﻣﻊ ﻗﻮﻟﻪ ﺛﺒﺖ ﻋﻨﺪﻱ ﻳﺠﺐ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻋﻠﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﺍﻟﻤﺮﺋﻲ ﻓﻴﻪ، ﻭﻛﺎﻟﺜﺒﻮﺕ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﺍﻟﻤﺘﻮﺍﺗﺮ ﺑﺮﺅﻳﺘﻪ، ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﻛﻔﺎﺭ، ﻻﻓﺎﺩﺗﻪ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻱ، ﻭﻇﻦ ﺩﺧﻮﻟﻪ ﺑﺎﻻﻣﺎﺭﺓ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﺗﺘﺨﻠﻒ ﻋﺎﺩﺓ – ﻛﺮﺅﻳﺔ ﺍﻟﻘﻨﺎﺩﻳﻞ ﺍﻟﻤﻌﻠﻘﺔ ﺑﺎﻟﻤﻨﺎﺋﺮ – ﻭﻳﻠﺰﻡ ﺍﻟﻔﺎﺳﻖ ﻭﺍﻟﻌﺒﺪ ﻭﺍﻻﻧﺜﻰ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑﺮﺅﻳﺔ ﻧﻔﺴﻪ، ﻭﻛﺬﺍ ﻣﻦ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﺻﺪﻕ ﻧﺤﻮ ﻓﺎﺳﻖ ﻭﻣﺮﺍﻫﻖ ﻓﻲ ﺃﺧﺒﺎﺭﻩ ﺑﺮﺅﻳﺔ ﻧﻔﺴﻪ، ﺃﻭ ﺛﺒﻮﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺑﻠﺪ ﻣﺘﺤﺪ ﻣﻄﻠﻌﻪ Bab Puasa Menurut lughat/bahasa artinya “menahan”. Sedang menurut istilah syara’ adalah menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa dengan syarat-syarat yang dituturkan di bawah ini. Perintah-perintah mengerjakan puasa difardukan pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriah. Puasa itu sendiri termasuk kekhususan umat Islam,dan ma’lum dharuri hukum Islam yang sudah diketahui oleh umum dan sudah tidak menerima interpretasi lagi, sebab dalilnya adalah “qad’iy-yah”. Sehingga orang yang menentang kewajiban puasa hukumnya kafir -pen. Secara ijmak, wajib mengerjakan ibadah puasa di bulan Ramadhan karena telah berakhir tanggal 30 Sya’ban atau terlihat tanggal 1 Ramadhan oleh seorang yang adil setelah terbenam matahari, sekalipun adilnya Mastur orang yang tidak mengerjakan kefasikan dan belun ditazkiyahkan -pen. Penglihatan bulan tersebut sekalipun terjadi karena tertutup awan di langit. Kewajiban tersebut jika memang ia telah mempersaksikan di depan Qadhi, bahwa ia telah melihatnya syarat terakhir ini berkaitan dengan orang banyak/umum; kalau untuk dirinya sendiri atau orang yang telah membenarkannya, maka penyaksiannya tersebut tidak disyaratkan -pen. Penyaksian tersebut dengan “Saya bersaksi, bahwa sungguh saya telah melihat hilal atau saya bersaksi bahwa sungguh hilal telah tampak”. Belum cukup jika dengan kata-kata “Saya bersaksi, sungguh besok adalah bulan Ramadhan”. Penyampaian syahadah persaksian tersebut tidak bisa diterima, kecuali disaksikan oleh dua orang yang adil. Setelah ada ketetapan hilal Ramadhan yang disaksikan oleh seorang yang adil di depan Qadhi, seperti keterangan yang lewat, dan Qadhi menetapkan melalui perkataannya “Penglihatan hilal telah kuat di sisiku atau aku telah menguatkan persaksiannya”, maka wajiblah berpuasa bagi segenap penduduk yang hilal-nya telah tampak. Seperti halnya ketetapan Qadhi atas persaksian didepannya tersebut, adalah berita mutawatir, bahwa hilal telah tampak, sekalipun berita itu datang dari orang-orang kafir. Sebab, berita mutawatir itu dapat membawa pengetahuan yang dharuri pasti, bukan rekayasa. Begitu juga kekuatan hukum perkiraan, bahwa telah masuk Ramadhan dengan tanda-tanda cukup jelas, yang biasanya tidak keliru. Misalnya, dengan melihat lampu-lampu yang digantung di atas menara. Orang yang fasik, budak dan wanita wajib mengerjakan puasa sebab mereka sendiri melihat hilal. Begitu juga wajib beipuasa bagi orang yang mengiktikadkan kebenaran pembentaan orang fasik atau mura-hiq orang yang mendekati akilbalig, bahwa mereka telah melihat hilal dengan mata kepala sendiri, atau bahwa hilal telah tampak di daerah lain, yang sama mathla’-nya tempat munculnya hilal – ﺳﻮﺍﺀ ﺃﻭﻝ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻭﺁﺧﺮﻩ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺻﺢ ﻭﺍﻟﻤﻌﺘﻤﺪ ﺃﻥ ﻟﻪ – ﺑﻞ ﻋﻠﻴﻪ – ﺍﻋﺘﻤﺎﺩ ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺑﺪﺧﻮﻝ ﺷﻮﺍﻝ، ﺇﺫﺍ ﺣﺼﻞ ﻟﻪ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺟﺎﺯﻡ ﺑﺼﺪﻗﻬﺎ ﻛﻤﺎ ﺃﻓﺘﻰ ﺑﻪ ﺷﻴﺨﺎﻧﺎ ﺍﺑﻦ ﺯﻳﺎﺩ ﻭﺣﺠﺮ، ﻛﺠﻤﻊ ﻣﺤﻘﻘﻴﻦ ﻭﺇﺫﺍ ﺻﺎﻣﻮﺍ – ﻭﻟﻮ ﺑﺮﺅﻳﺔ ﻋﺪﻝ – ﺃﻓﻄﺮﻭﺍ ﺑﻌﺪ ﺛﻼﺛﻴﻦ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺮﻭﺍ ﺍﻟﻬﻼﻝ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻏﻴﻢ، ﻟﻜﻤﺎﻝ ﺍﻟﻌﺪﺓ ﺑﺤﺠﺔ ﺷﺮﻋﻴﺔ . ﻭﻟﻮ ﺻﺎﻡ ﺑﻘﻮﻝ ﻣﻦ ﻳﺜﻖ، ﺛﻢ ﻟﻢ ﻳﺮ ﺍﻟﻬﻼﻝ ﺑﻌﺪ ﺛﻼﺛﻴﻦ ﻣﻊ ﺍﻟﺼﺤﻮ ﻟﻢ ﻳﺠﺰ ﻟﻪ ﺍﻟﻔﻄﺮ، ﻭﻟﻮ ﺭﺟﻊ ﺍﻟﺸﺎﻫﺪ ﺑﻌﺪ ﺷﺮﻭﻋﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻟﻢ ﻳﺠﺰ ﻟﻬﻢ ﺍﻟﻔﻄﺮ . ﻭﺇﺫﺍ ﺛﺒﺖ ﺭﺅﻳﺘﻪ ﺑﺒﻠﺪ ﻟﺰﻡ ﺣﻜﻤﻪ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﺍﻟﻘﺮﻳﺐ – ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺒﻌﻴﺪ – ﻭﻳﺜﺒﺖ ﺍﻟﺒﻌﺪ ﺑﺎﺧﺘﻼﻑ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﻊ- ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺻﺢ – ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﺧﺘﻼﻓﻬﺎ ﺃﻥ ﻳﺘﺒﺎﻋﺪ ﺍﻟﻤﺤﻼﻥ – ﺑﺤﻴﺚ ﻟﻮ ﺭﺅﻱ ﻓﻲ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﺮ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮ ﻏﺎﻟﺒﺎ، ﻗﺎﻟﻪ ﻓﻲ ﺍﻻﻧﻮﺍﺭ . ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺘﺎﺝ ﺍﻟﺘﺒﺮﻳﺰﻱ – ﻭﺃﻗﺮﻩ ﻏﻴﺮﻩ - ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ ﻓﻲ ﺃﻗﻞ ﻣﻦ ﺃﺭﺑﻌﺔ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻓﺮﺳﺨﺎ . ﻭﻧﺒﻪ ﺍﻟﺴﺒﻜﻲ – ﻭﺗﺒﻌﻪ ﻏﻴﺮﻩ - ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﻠﺰﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺅﻳﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﺍﻟﻐﺮﺑﻲ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻋﻜﺲ، ﺇﺫ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻼﺩ ﺍﻟﺸﺮﻗﻴﺔ ﻗﺒﻞ . ﻭﻗﻀﻴﺔ ﻛﻼﻣﻬﻢ ﺃﻧﻪ ﻣﺘﻰ ﺭﺅﻱ ﻓﻲ ﺷﺮﻗﻲ ﻟﺰﻡ ﻛﻞ ﻏﺮﺑﻲ – ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻴﻪ – ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑﺘﻠﻚ ﺍﻟﺮﺅﻳﺔ، ﻭﺇﻥ ﺍﺧﺘﻠﻔﺖ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﻊ . Kewajiban yang berpangkal dari pemberitaan orang fasik dan seterus- nya, adalah meliputi hubungannya dengan awal ataupun akhir, demi- kianlah menurut pendapat AlAshah. Menurut pendapat yang Muktamad Hendaklah -bahkan wajib- bagi seseorang berpedoman dengan tanda-tanda masuk bulan Syawal, jika ia meyakini kebenaran tanda-tanda itu, sebagaimana difatwakan oleh dua Guru kita, Ibnu Ziyad dan Ibnu Hajar Al-Hąitami, begitu juga pendapat segolongan ulama Muhaqqiqin. Apabila penduduk daerah yang ada ketetapan awal Ramadhan berpuasa, sekalipun berdasarkan dengan ru’yah seorang adil, maka setelah 30 hari mereka wajib tidak berpuasa, sekalipun mereka tidak melihat tanggal 1 Syawal, serta tidak ada awan di langit, sebab telah sempuma bilangan satu bulan berdasarkan Hujah Syar’iyah. Jika seseorang melakukan puasa berdasarkan ucapan orang yang dipercayai, lalu setelah 30 hari ia tidak melihat tanggal 1 Syawal, padahal cuaca dalam keadaan bersih, maka ia tidak boleh berbuka berhari raya. Jika saksi ru’yah mencabut persaksiannya setelah orang-orang berpuasa, maka mereka tidak boleh mencabut puasanya berbuka kembali. Jika ru’yah telah terjadi di suatu daerah, maka hukumnya ber laku bagi daerah yang berdekatan dengan-nya, bukan daerah yang jauh, ketetapan daerah yang jauh itu berdasarkan perbedaan mathla’-mathla’nya menurut qaul ashoh, yang dimaksud dengan perbedaan mathla’ ialah bahwasanya jauhnya dua daerah/tempat dengan sekiranya bila disalah satunya bisa melihat hilal maka didaerah satunya yang lain belum bisa melihat hilal menurut kebiasaan, itu yang dikatakan imam ardabil dalam kitab Anwar. Berkata syeh Taj at tibrizi dan ditetapkan perkataannya oleh ulama lainnya bahwa tidak mungkin ada perbedaan mathla’ didaerah yang jaraknya lebih dekat dari 24 farsakh. Imam subki dan lainya turut serta, mengingatkan , bahwa sudah barang tentu kalau daerah timur bisa melihat hilal maka daerah barat lebih-lebih, dan tidak sebaliknya, karena malam itu masuk didaerah timur sebelum daerah barat, ketentuan kalamnya imam subki dan yang mengikutinya bahwa bila ru’yah bisa dilihat di daerah timur, maka selurah daerah barat dengan disandarkan daerah timur melakukan sesuatu yang berkaitan dengan ru’yah itu, akan bisa melihat hilal, sekalipun berlainan mathla’nya. Muslim Yang Wajib Puasa Ramadan ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺠﺐ ﺻﻮﻡ ﺭﻣﻀﺎﻥ ‏ﻋﻠﻰ ‏ ﻛﻞ ﻣﻜﻠﻒ – ﺃﻱ ﺑﺎﻟﻎ – ﻋﺎﻗﻞ، ‏ ﻣﻄﻴﻖ ﻟﻪ‏ ﺃﻱ ﻟﻠﺼﻮﻡ ﺣﺴﺎ، ﻭﺷﺮﻋﺎ، ﻓﻼ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﺻﺒﻲ، ﻭﻣﺠﻨﻮﻥ، ﻭﻻ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻻ ﻳﻄﻴﻘﻪ – ﻟﻜﺒﺮ، ﺃﻭ ﻣﺮﺽ ﻻ ﻳﺮﺟﻰ ﺑﺮﺅﻩ، ﻭﻳﻠﺰﻣﻪ ﻣﺪ ﻟﻜﻞ ﻳﻮﻡ ﻭﻻ ﻋﻠﻰ ﺣﺎﺋﺾ، ﻭﻧﻔﺴﺎﺀ، ﻻﻧﻬﻤﺎ ﻻ ﺗﻄﻴﻘﺎﻥ ﺷﺮﻋﺎ . ‏ ﻭﻓﺮﺿﻪ‏ ﺃﻱ ﺍﻟﺼﻮﻡ ‏ﻧﻴﺔ ‏ ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ، ﻭﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﻬﺎ، ﺑﻞ ﻳﻨﺪﺏ، ﻭﻻ ﻳﺠﺰﺉ ﻋﻨﻬﺎ ﺍﻟﺘﺴﺤﺮ – ﻭﺇﻥ ﻗﺼﺪ ﺑﻪ ﺍﻟﺘﻘﻮﻱ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼﻮﻡ – ﻭﻻ ﺍﻻﻣﺘﻨﺎﻉ ﻣﻦ ﺗﻨﺎﻭﻝ ﻣﻔﻄﺮ، ﺧﻮﻑ ﺍﻟﻔﺠﺮ، ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺨﻄﺮ ﺑﺒﺎﻟﻪ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﺑﺎﻟﺼﻔﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﻳﺠﺐ ﺍﻟﺘﻌﺮﺽ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻴﺔ ‏ ﻟﻜﻞ ﻳﻮﻡ‏ ﻓﻠﻮ ﻧﻮﻯ ﺃﻭﻝ ﻟﻴﻠﺔ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺻﻮﻡ ﺟﻤﻴﻌﻪ ﻟﻢ ﻳﻜﻒ ﻟﻐﻴﺮ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻻﻭﻝ . ﻗﺎﻝ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﻟﻜﻦ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺫﻟﻚ، ﻟﻴﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺻﻮﻡ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﻧﺴﻲ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﻓﻴﻪ ﻋﻨﺪ ﻣﺎﻟﻚ، ﻛﻤﺎ ﺗﺴﻦ ﻟﻪ ﺃﻭﻝ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﻧﺴﻴﻬﺎ ﻓﻴﻪ، ﻟﻴﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺻﻮﻣﻪ ﻋﻨﺪ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ . ﻭﻭﺍﺿﺢ ﺃﻥ ﻣﺤﻠﻪ ﺇﻥ ﻗﻠﺪ، ﻭﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﻣﺘﻠﺒﺴﺎ ﺑﻌﺒﺎﺩﺓ ﻓﺎﺳﺪﺓ ﻓﻲ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩﻩ Puasa Ramadhan itu hanya diwajibkan pada setiap orang Mukallaf, – yaitu balig yang berakal sehat – yang akan mampu melakukannya, secara kenyataan dan syara’. Karena itu, tidak diwajibkan berpuasa bagi anak kecil, orang gila dan orang yang tidak mampu melakukannya, karena telah lanjut usia atau sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya. Adapun bagi orang yang tidak kuat ini, terkena kewajiban membayar satu mud untuk setiapliari puasa; Tidak diwajibkan membayar mud bagi wanita yang sedang haid atau nifas, sebab secara syarak mereka dianggap mampu. Fardu puasa adalah Niat di dałam hati. Mengucapkan niat tidaklah menjadi syarat, tapi cuma sunah. Makan sahur belum dianggap mencukupi sebagai niat, sekalipun dimaksudkan untuk kekuatan berpuasa. Begitu juga dengan perbuatan menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa, karena khawatir jangan-jangan telah masuk fajar, selagi belum tergores di dalam hati untuk berpuasa dengan sifat-sifat yang wajib dinyatakan ta’anudh dałam bemiat. Niat itu harus dilakukan setiap hari berpuasa. Karena itu, jika seseorang berniat puasa pada malam pertama Ramadhan untuk satu bulan penuh, maka dianggap bełum mencukupi untuk selain hari pertama. Guru kita berkata Tapi hal itu sebaik- nya dilakukan, agar padahari dimana seseorang lupa berniat di malamnya tetap berhasil puasanya menurut Imam Malik sebab beliau berkata, bahwa niat puasa tidak diwajibkan untuk tiap-tiap malam-pen. Sebagaimana disunah berniat di pagi hari bagi seseorang yang lupa berniat di malam harinya, agar tetap berhasil puasanya menurut Imam Abu Hanifah. Sudah jelas, bahwa keberhasilan puasa dałam hal itu adalah bagi orang yang bertaklid kepada Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, kalau tidak, maka ia berarti mencampur-adukkan ibadah yang fasad menurut iktikadnya sendiri hal ini hukumnya haram -pen Syarat Puasa Tabyit Niat di Waktu Malam ‏ ﻭﺷﺮﻁ ﻟﻔﺮﺿﻪ ‏ ﺃﻱ ﺍﻟﺼﻮﻡ – ﻭﻟﻮ ﻧﺬﺭﺍ، ﺃﻭ ﻛﻔﺎﺭﺓ، ﺃﻭ ﺻﻮﻡ ﺍﺳﺘﺴﻘﺎﺀ ﺃﻣﺮ ﺑﻪ ﺍﻻﻣﺎﻡ – ‏ﺗﺒﻴﻴﺖ‏ ﺃﻱ ﺇﻳﻘﺎﻉ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﻟﻴﻼ ﺃﻱ ﻓﻴﻤﺎ ﻏﺮﻭﺏ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻭﻃﻠﻮﻉ ﺍﻟﻔﺠﺮ، ﻭﻟﻮ ﻓﻲ ﺻﻮﻡ ﺍﻟﻤﻤﻴﺰ . ﻗﺎﻝ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﻭﻟﻮ ﺷﻚ – ﻫﻞ ﻭﻗﻌﺖ ﻧﻴﺘﻪ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺃﻭ ﺑﻌﺪﻩ ؟ ﻟﻢ ﺗﺼﺢ، ﻻﻥ ﺍﻻﺻﻞ ﻋﺪﻡ ﻭﻗﻮﻋﻬﺎ ﻟﻴﻼ، ﺇﺫ ﺍﻻﺻﻞ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺣﺎﺩﺙ ﺗﻘﺪﻳﺮﻩ ﺑﺄﻗﺮﺏ ﺯﻣﻦ – ﺑﺨﻼﻑ ﻣﺎ ﻟﻮ ﻧﻮﻯ ﺛﻢ ﺷﻚ ﻫﻞ ﻃﻠﻊ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺃﻭ ﻻ ؟ ﻻﻥ ﺍﻻﺻﻞ ﻋﺪﻡ ﻃﻠﻮﻋﻪ، ﻟﻼﺻﻞ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﺃﻳﻀﺎ . ﺍﻧﺘﻬﻰ . ﻭﻻ ﻳﺒﻄﻠﻬﺎ ﻧﺤﻮ ﺃﻛﻞ ﻭﺟﻤﺎﻉ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﻭﻗﺒﻞ ﺍﻟﻔﺠﺮ . ﻧﻌﻢ، ﻟﻮ ﻗﻄﻌﻬﺎ ﻗﺒﻠﻪ، ﺍﺣﺘﺎﺝ ﻟﺘﺠﺪﻳﺪﻫﺎ ﻗﻄﻌﺎ . ‏ ﻭﺗﻌﻴﻴﻦ ‏ ﻟﻤﻨﻮﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻛﺮﻣﻀﺎﻥ، ﺃﻭ ﻧﺬﺭ ﺃﻭ ﻛﻔﺎﺭﺓ – ﺑﺄﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻛﻞ ﻟﻴﻠﺔ ﺃﻧﻪ ﺻﺎﺋﻢ ﻏﺪﺍ ﻋﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ، ﺃﻭ ﺍﻟﻨﺬﺭ، ﺃﻭ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭﺓ – ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻌﻴﻦ ﺳﺒﺒﻬﺎ . ﻓﻠﻮ ﻧﻮﻯ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻋﻦ ﻓﺮﺿﻪ، ﺃﻭ ﻓﺮﺽ ﻭﻗﺘﻪ ﻟﻢ ﻳﻜﻒ . ﻧﻌﻢ، ﻣﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻀﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻧﻴﻦ، ﺃﻭ ﻧﺬﺭ، ﺃﻭ ﻛﻔﺎﺭ ﻣﻦ ﺟﻬﺎﺕ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﻟﻢ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﺍﻟﺘﻌﻴﻴﻦ ﻻﺗﺤﺎﺩ ﺍﻟﺠﻨﺲ . Untuk puasa fardu sekalipun puasa nazar, membayar kafarat atau juga puasa yang diperintahkan oleh imam ketika akan sałat Istisqa’ disyaratkan Tabyit, yaitu meletakkan niat di malam hari antara terbenam matahari hingga terbit fajar, sekalipun puasa itu dilakukan oleh anak Mumayiz. Guru kita berkata Jika seseorang meragukan atas terjadinya niat sebelum atau sesudah fajar, maka niatnya dihukumi tidak sah, sebab pada dasamya niat tidak terjadi di malam hari. Sebab, dasar segala hal yang terjadi itu diperkirakan pada masa terdekat. Lain halnya apabila ia sudah berniat puasa, lalu meragukan “Sudah terbit fajar atau belum ketika berniat”, karena pada dasarnya fajar itu belum terbit; pijakannya adalah “ashal yang telah tersebutkan di atas” -habis- Perbedaan dua masalah di atas Kalau pada contoh/ masalah pertama keraguan terjadi setelah nyata-nyata terbit fajar, sedang pada contoh kedua, keraguan terjadi sebelum nyata-nyata terbit fajar -pen. Semacam makan dan persetubuhan yang dilakukan setelah niat dan sebelum terbit fajar, adalah tidak membatalkan niat. Memang, tapi jika niat tersebut telah ia rusak sebelum terbit fajar, maka dengan pasti membutuhkan perbaikan kembali. Disyaratkan dałam puasa fardu, yaitu Ta’yin menentukan, misalnya berniat puasa “Ramadhan, nazar atau kafarat”. Yaitu dengan cara setiap malam berniat, bahwa besok akan melakukan puasa Ramadhan, nażar atau kafarat, sekalipun tidak menyatakan sebab kafarat. Karena itu, jika seseorąng berniat fardu puasa atau kefarduan waktu, maka belum dianggap cukup. Memang, tapi jika seseorang mempunyai tanggungan qadha Ramadhan dua kali, nazar atau kafarat, yang keduanya dari berbagai sebab, maka Ta’yin tidak disyaratkan, karena kewajiban-kewajiban di sini adalah tunggal jenisnya yaitu kemutlakan Ramadhan, nazar atau kafarat -pen. ﻭﺍﺣﺘﺮﺯ ﺑﺎﺷﺘﺮﺍﻁ ﺍﻟﺘﺒﻴﻴﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﻔﻞ، ﻓﺘﺼﺢ ﻓﻴﻪ – ﻭﻟﻮ ﻣﺆﻗﺘﺎ – ﺍﻟﻨﻴﺔ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺰﻭﺍﻝ ﻟﻠﺨﺒﺮ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ، ﻭﺑﺎﻟﺘﻌﻴﻴﻦ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻨﻔﻞ ﺃﻳﻀﺎ، ﻓﻴﺼﺢ – ﻭﻟﻮ ﻣﺆﻗﺘﺎ – ﺑﻨﻴﺔ ﻣﻄﻠﻘﺔ – ﻛﻤﺎ ﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﻏﻴﺮ ﻭﺍﺣﺪ . ﻧﻌﻢ، ﺑﺤﺚ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺍﺷﺘﺮﺍﻁ ﺍﻟﺘﻌﻴﻴﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻭﺍﺗﺐ ﻛﻌﺮﻓﺔ ﻭﻣﺎ ﻣﻌﻬﺎ ﻓﻼ ﻳﺤﺼﻞ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻌﻬﺎ، ﻭﺇﻥ ﻧﻮﻯ، ﺑﻞ ﻣﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ – ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻻﺳﻨﻮﻱ – ﺃﻥ ﻧﻴﺘﻬﻤﺎ ﻣﺒﻄﻠﺔ، ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻧﻮﻯ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﻭﺳﻨﺘﻪ، ﺃﻭ ﺳﻨﺔ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﻭﺳﻨﺔ ﺍﻟﻌﺼﺮ – ﻓﺄﻗﻞ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﺍﻟﻤﺠﺰﺋﺔ ﻧﻮﻳﺖ ﺻﻮﻡ ﺭﻣﻀﺎﻥ، ﻭﻟﻮ ﺑﺪﻭﻥ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻌﺘﻤﺪ – ﻛﻤﺎ ﺻﺤﺤﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ، ﺗﺒﻌﺎ ﻟﻼﻛﺜﺮﻳﻦ، ﻻﻥ ﺻﻮﻡ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺎﻟﻎ ﻻ ﻳﻘﻊ ﺇﻻ ﻓﺮﺿﺎ . ﻭﻣﻘﺘﻀﻰ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﺮﻭﺿﺔ ﻭﺍﻟﻤﻨﻬﺎﺝ ﻭﺟﻮﺑﻪ، ﺃﻭ ﺑﻼ ﻏﺪ – ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺨﺎﻥ – ﻻﻥ ﻟﻔﻆ ﺍﻟﻐﺪ، ﺍﺷﺘﻬﺮ ﻓﻲ ﻛﻼﻣﻬﻢ ﻓﻲ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻟﺘﻌﻴﻴﻦ ﻭﻫﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺣﺪ ﺍﻟﺘﻌﻴﻴﻦ، ﻓﻼ ﻳﺠﺐ ﺍﻟﺘﻌﺮﺽ ﻟﻪ ﺑﺨﺼﻮﺻﻪ، ﺑﻞ ﻳﻜﻔﻲ ﺩﺧﻮﻟﻪ ﻓﻲ ﺻﻮﻡ ﺍﻟﺸﻬﺮ ﺍﻟﻤﻨﻮﻱ ﻟﺤﺼﻮﻝ ﺍﻟﺘﻌﻴﻴﻦ ﺣﻴﻨﺌﺬ، ﻟﻜﻦ ﻗﻀﻴﺔ ﻛﻼﻡ ﺷﻴﺨﻨﺎ – ﻛﺎﻟﻤﺰﺟﺪ - ﻭﺟﻮﺑﻪ Dikecualikan dari syarat Tabyit dalam puasa fardu, jika puasa itu adalah sunah. Karena itu, puasa sunah, sekalipun yang ditentukan waktunya, tetap niatnya dilakukan sebelum tergelincir matahari, demikian ini berdasarkan hadis sahih. Dengan adanya syarat Ta’yin pada puasa fardu, maka pada puasa sunah tidak menjadi syarat juga. Karena itu, puasa sunah, sekalipun ditentukan oleh waktu, adalah sah niatnya tanpa Ta’yin, sebagaimana pedoman yang tidak hanya dipegang satu ulama saja. Memang, tapi Imam An-Nawawi dałam kitab Al-Majmu’ membahas syarat Ta’yin dałam puasa Rawatib, misalnya hari Arafah dan yang bergandingan dengannya; Maka puasa qadha, nazar atau kafarat tidak bisa berhasil bersama puasa Rawatib, sekalipun telah diniatkan. Bahkan yang sesuai dengan kias, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Asnawi, bahwa niat sekaligus dua puasa seperti dałam masalah di atas, adałah batal. Hal ini sama dengan masalah orang niat sałat Zhuhur serta sałat sunahnya, atau sałat Zhuhur dengan sunah Asar. Minimal niat yang dapat mencukupi dałam puasa Aku niat berpuasa Ramadhan, sekalipun tanpa menyebutkan “fardu”, menurut pendapat Al-Muktamad, sebagaimana penyahihan Imam An-Nawawi dałam Al-Majmu’, yang mengikuti pendapat kebanyakan ulama. Sebab, puasa Ramadhan yang dilakukan oleh orang balig itu mesti fardu. Kesimpulan pembicaraan Ar-Rau-dhah dan Al-Minhaj, menyebutkan fardu itu adałah wajib. Begitu juga, niat telah mencukupi tanpa menyebutkan “besokhari”. Kedua guru kita Imam Ar-Rafi’i dan An-Nawawi berkata Lafal “besokhari” itu sudah masyhur dalam pembicaraan ulama, dałam menafsiri Ta’yin. Pada hakikatnya, penyebutan “besok hari” itu bukanlah termasuk batas ta’yin, karena itu, tidak wajib dijelas-kan secara khusus, tetapi justru sudah telah tercakup maknanya dałam niat puasa, di mana penyebutan bulan sudah ada; Sebab, sudah berhasil ta’yin manakala disebutkan bulannya Ramadhan. Akan tetapi kesimpulan pembicaraan Guru kita, seperti juga Imam Al-Muzjad, bahwa menyebutkan “besok hari” adalah wajib Niat Puasa yang Sempurna ‏ ﻭﺃﻛﻤﻠﻬﺎ‏ ﺃﻱ ﺍﻟﻨﻴﺔ ‏ ﻧﻮﻳﺖ ﺻﻮﻡ ﻏﺪ ﻋﻦ ﺃﺩﺍﺀ ﻓﺮﺽ ﺭﻣﻀﺎﻥ ‏ ﺑﺎﻟﺠﺮ ﻻﺿﺎﻓﺘﻪ ﻟﻤﺎ ﺑﻌﺪﻩ ‏ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ‏ ﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﺍﺗﻔﺎﻗﺎ، ﻭﺑﺤﺚ ﺍﻻﺫﺭﻋﻲ ﺃﻧﻪ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺜﻞ ﺍﻻﺩﺍﺀ ﻛﻘﻀﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻗﺒﻠﻪ ﻟﺰﻣﻪ ﺍﻟﺘﻌﺮﺽ ﻟﻼﺩﺍﺀ، ﺃﻭ ﺗﻌﻴﻴﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ‏ﻭﻳﻔﻄﺮ ﻋﺎﻣﺪ‏ ﻻﻧﺎﺱ ﻟﻠﺼﻮﻡ، ﻭﺇﻥ ﻛﺜﺮ ﻣﻨﻪ ﻧﺤﻮ ﺟﻤﺎﻉ ﻭﺃﻛﻞ ‏ ﻋﺎﻟﻢ‏ ﻻ ﺟﺎﻫﻞ، ﺑﺄﻥ ﻣﺎ ﺗﻌﺎﻃﺎﻩ ﻣﻔﻄﺮ ﻟﻘﺮﺏ ﺇﺳﻼﻣﻪ، ﺃﻭ ﻧﺸﺌﻪ ﺑﺒﺎﺩﻳﺔ ﺑﻌﻴﺪﺓ ﻋﻤﻦ ﻳﻌﺮﻑ ﺫﻟﻚ ‏ﻣﺨﺘﺎﺭ ‏، ﻻ ﻣﻜﺮﻩ ﻟﻢ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﻨﻪ ﻗﺼﺪ، ﻭﻻ ﻓﻜﺮ، ﻭﻻ ﺗﻠﺬﺫ ‏ ﺑﺠﻤﺎﻉ‏ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﺰﻝ ‏ﻭﺍﺳﺘﻤﻨﺎﺀ ‏ ﻭﻟﻮ ﺑﻴﺪﻩ ﺃﻭ ﺑﻴﺪ ﺣﻠﻴﻠﺘﻪ، ﺃﻭ ﺑﻠﻤﺲ ﻟﻤﺎ ﻳﻨﻘﺾ ﻟﻤﺴﻪ ﺑﻼ ﺣﺎﺋﻞ ‏ﻻ ﺑ ‏ – ﻗﺒﻠﺔ ﻭ ‏ﺿﻢ ‏ ﻻﻣﺮﺃﺓ ‏ﺑﺤﺎﺋﻞ‏ ﺃﻱ ﻣﻌﻪ، ﻭﺇﻥ ﺗﻜﺮﺭ ﺑﺸﻬﻮﺓ، ﺃﻭ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺤﺎﺋﻞ ﺭﻗﻴﻘﺎ، ﻓﻠﻮ ﺿﻢ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺃﻭ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﺑﻼ ﻣﻼﻣﺴﺔ ﺑﺪﻥ ﺑﻼ ﺑﺤﺎﺋﻞ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﺄﻧﺰﻝ ﻟﻢ ﻳﻔﻄﺮ، ﻻﻧﺘﻔﺎﺀ ﺍﻟﻤﺒﺎﺷﺮﺓ – ﻛﺎﻻﺣﺘﻼﻡ . ﻭﺍﻻﻧﺰﺍﻝ ﺑﻨﻈﺮ ﻭﻓﻜﺮ، ﻭﻟﻮ ﻟﻤﺲ ﻣﺤﺮﻣﺎ ﺃﻭ ﺷﻌﺮ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻓﺄﻧﺰﻝ ﻟﻢ ﻳﻔﻄﺮ – ﻟﻌﺪﻡ ﺍﻟﻨﻘﺾ ﺑﻪ . ﻭﻻ ﻳﻔﻄﺮ ﺑﺨﺮﻭﺝ ﻣﺬﻱ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ‏ﻭﺍﺳﺘﻘﺎﺀﺓ‏ ﺃﻱ ﺍﺳﺘﺪﻋﺎﺀ ﻗﺊ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻌﺪ ﻣﻨﻪ ﺷﺊ ﻟﺠﻮﻓﻪ ﺑﺄﻥ ﺗﻘﻴﺄ ﻣﻨﻜﺴﺎ ﺃﻭ ﻋﺎﺩ ﺑﻐﻴﺮ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭﻩ، ﻓﻬﻮ ﻣﻔﻄﺮ ﻟﻌﻴﻨﻪ، ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻏﻠﺒﻪ ﻭﻟﻢ ﻳﻌﺪ ﻣﻨﻪ – ﺃﻭ ﻣﻦ ﺭﻳﻘﻪ ﺍﻟﻤﺘﻨﺠﺲ ﺑﻪ – ﺷﺊ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﻓﻪ ﺑﻌﺪ ﻭﺻﻮﻟﻪ ﻟﺤﺪ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ، ﺃﻭ ﻋﺎﺩ ﺑﻐﻴﺮ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭﻩ ﻓﻼ ﻳﻔﻄﺮ ﺑﻪ – ﻟﻠﺨﺒﺮ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺑﺬﻟﻚ. Niat yang paling sempuma adalah “Saya niat berpuasa besok hari, sebagai penunaian fardu Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala”. Lafal Ramadhan adalah dibaca jar, karenadiidhafatkan pada lafal sepakat, bahwa niat seperti di atas adalah sah. Imam Al-Adzra’i membahas, bahwa jika seseorang masih mempunyai tanggungan puasa seperti yang akan dikerjakannya, misalnya qadha Ramadhan sebelumnya, maka hukumnya wajib menjelaskan tunai atau ta’yin tahun mana yang dimaksudkan. Perkara-perkara yang Mem-batalkan Puasa Adalah batal puasa orang yang sengaja mengerjakan 1. Semacam jimak atau makan, bukan yang sedang lupa, bahwa ia sedang berpuasa, sekalipun jimak, makan dan sesamanya yang dilakukan adalah banyak. Orang tersebut mengerti, bahwa hal itu membatalkan puasa; lain halnya jika ia tidak mengerti, bahwa yang dikerjakan itu dapat membatalkannya, karena baru saja mengenal Islam atau hidupnya di hutan belantara yang jauh dari orang yang mengetahui hal itu. Orang tersebut dałam keadaan bebas, bukan orang yang dipaksa, dan apa yang dilakukan bukan merupakan maksud hati dan pikirannya, serta tidak enak-enak dengan yang dilakukannya. Batal puasa sebab melakukan jimak. 2. Melakukan onani, sekalipun dengan tangan sendiri atau iśtri/ wanita amatnya, atau dengan persentuhan tanpa tabir yang dapat membatalkan puasa. Puasa tidak batal sebab mencium atau memukul wanita dengan bertabir, sekalipun berulang kali, syahwat dan tabirnya tipis ,Karena itu, jika laki-laki merangkui atau mencium wanita tanpa terjadi persentuhan badan, karena ada tabir yang menghalangi keduanya, lalu mengeluarkan sperma, maka puasa tidak batal, sebagaimana keluar sebab bermimpi di waktu tidur atau keluar mani sebab pandangan atau melamun. Jika seorang laki-laki menyentuh wanita mahramnya atau rambut seorang wanita, lalu keluariah sperma, maka puasanya trdak batal, sebab wudu tidak batal sebab hal itu. Keluar air madzi tidak membatalkan puasa, lainhalnya dengan pendapat ulama-ulama Malikiyah. 3. Sengaja bermuntah-muntah, walaupun tidak sedikit pun muntah yang kembali masuk perutnya, misalnya ta sengaja membuat muntah dengan cara menungging; Kala ada yang masuk ke perut dengan sengaja, maka puasanya menjadi batal, sebab kesengajaannya memuntah itu sendiri sudah membatalkan. Adapun bila muntah itu terjadi tanpa bisa diatasi lagi ditahan, serta tidak ada yang masuk ke perut atau tidak ada air iudah yang terkena najis sebab bercampur muntah itu kembali setelah melewati batas daerah luar tidak ada muntahan yang kembali ke perut sama sekali, ątau ada yang kembali, tapi sebelum muntah itu melewati daerah luar -pen, atau ada yang masuk, tapi tanpa diusahakan terpaksa, maka puasa dałam keadaan yang seperti itu tidak batal. Hal ini berdasarkan hadis sahih. Hukum Berdahak secara Sengaja ‏ﻻ ﺑﻘﻠﻊ ﻧﺨﺎﻣﺔ‏ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﺃﻭ ﺍﻟﺪﻣﺎﻍ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ، ﻓﻼ ﻳﻔﻄﺮ ﺑﻪ ﺇﻥ ﻟﻘﻄﻬﺎ ﻟﺘﻜﺮﺭ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﺇﻟﻴﻪ، ﺃﻣﺎ ﻟﻮ ﺍﺑﺘﻠﻌﻬﺎ ﻣﻊ ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻋﻠﻰ ﻟﻔﻈﻬﺎ ﺑﻌﺪ ﻭﺻﻮﻟﻬﺎ ﻟﺤﺪ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ – ﻭﻫﻮ ﻣﺨﺮﺝ ﺍﻟﺤﺎﺀ ﺍﻟﻤﻬﻤﻠﺔ – ﻓﻴﻔﻄﺮ ﻗﻄﻌﺎ . ﻭﻟﻮ ﺩﺧﻠﺖ ﺫﺑﺎﺑﺔ ﺟﻮﻓﻪ ﺃﻓﻄﺮ ﺑﺈﺧﺮﺍﺟﻬﺎ ﻣﻄﻠﻘﺎ، ﻭﺟﺎﺯ ﻟﻪ – ﺇﻥ ﺿﺮﻩ – ﺑﻘﺎﻭﻫﺎ ﻣﻊ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﻛﻤﺎ ﺃﻓﺘﻰ ﺑﻪ ﺷﻴﺨﻨﺎ ‏ ﻭ ‏ ﻳﻔﻄﺮ ‏ﺑﺪﺧﻮﻝ ﻋﻴﻦ‏ ﻭﺇﻥ ﻗﻠﺖ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻰ ‏ ﺟﻮﻓﺎ‏ أي جوف من مر كباطن أذن وإحليل وهو مخرج بول ولبن وإن لم يجاوز الحشفة أو الحلمة. ووصول أصبع المستنجية إلى وراء ما يظهر من فرجها عند جلوسها على قدميها مفطر وكذا وصول بعض الأنملة إلى المسربة كذا أطلقه القاضي وقيده السبكي بما إذا وصل شيء منها إلى المحل المجوف منها بخلاف أولها المنطبق فإنه لا يسمى جوفا. وألحق به أول الإحليل الذي يظهر عند تحريكه بل أولى. قال ولده وقول القاضي الاحتياط أن يتغوط بالليل مراده أن إيقاعه فيه خير منه في النهار لئلا يصل شيء إلى جوف مسربته لا أنه يؤمر بتأخيره إلى الليل لان أحدا لا يؤمر بمضرة في بدنه. ولو خرجت مقعدة مبسور لم يفطر بعودها وكذا إن أعادها بأصبعه لاضطراره إليه. ومنه يؤخذ كما قال شيخنا أنه لو اضطر لدخول الإصبع إلى الباطن لم يفطر وإلا أفطر وصول الإصبع إليه. —- 1 قال الشيخ السيد البكري رحمه الله وفي بعض نسخ الخط وتعيين بالواو وهو الموافق لما في التحفة لكن عليه تكون الواو بمعنى أو كما هو الظاهر لأن أحدهما كاف في حصول التمييز. انتهى. وخرج بالعين الأثر كوصول الطعم بالذوق إلى حلقه. Puasa tidak batal sebab sengaja mengeluarkan lendir dahak perut atau dahak otak ke daerah luar, jika dikeluarkannya karena keadaan membutuhkan untuk berbuat demikian. Adapun jika lendir itu setelah sampai ke daerah luar, lalu ditelan lagi, padahal ia mampu untuk mendahakkannya, maka secara pasti puasanya menjadi batal. Batas daerah luar adalah makhraj huruf kha’. Jika ada lalat masuk ke perut orang yang berpuasa, maka secara mutlak baik akan membahayakan atau tidak dengan keberadaan lalat tersebut di dałam perut -pen dengan mengeluarkaimya kembali mengakibatkan puasanya menjadi batal; ia diperboiehkan mengeluarkan lalat tersebut, jika dengan teiapnya di dałam perut mengakibatkan bahaya, serta ia wajib mengąadha puasanya. Demikian menurut fatwa Guru kita. 4. Kemasukan benda yang tampak bukan udara, sekalipun hanya sedikit -ke dałam bagian yang disebut jauf rongga dałam orang yang tersebutkan di atas sengaja, tahu hnkumnya dan tidak terpaksa. Contohnya ke dałam rongga perut, hidung, saluran air kemih atau air susu, sekalipun tanpa melewati kepala zakar atau punting susu. Sampainya jari wanita di kala istinja hingga melewati bagian vagina yang tampak ketika dałam posisi jongkok, adalah membatalkan puasa; Demikian juga dengan sampainya sebagian ujung jari hingga mencapai otot lingkar. Begitulah yang dimutlakkan oleh Imam Al-Qadhi Husen. Imam As-Subki membatasi, bahwa membatalkan puasa adalah sampai nya sebagian ujung jari ke otot lingkar masrabah yang berongga. Lain halnya dengan sampai pada bagian depannya yang mengatup. maka tidak bisa disebut jauf; ia menyamakan hukum bagian depan masrabah dengan bagian depan saluran air kemih laki-laki ketika digerakkan, malah masalah saluran air kemih mi lebih tidak membatalkan puasa. Putra Imam As-Subki berkata Perkataan Imam Al-Qadhi “untuk lebih hati-hati, hendaknya buang air besar di malam hari”, maksudnya melakukannya di malam hari adalah lebih utama daripada di siang hari, agar tiada sesuatu yang masuk ke masrabahnya; bukan berarti diperintah mengakhirkan berak sampai malam hari, sebab seseorang tidak akan diperintah melakukan esuatu yang membahayakan badannya. Jika otot lingkar orang yang berpenyakit bawasir keluar, maka puasanya tidak menjadi batal sebab kembali masuk otot tersebut; Demikian juga jika memaśukkannya dengan jari-jarinya, sebab hal itu karena keterpaksaan. Dengan dasar keterpaksaan itu -sebagaimana yang dika akan oleh Guru kita-, bahwa bila ia terpaksa memasukkan jari tangamiya beserta otot lingkar itu kebagian rongga dałam, maka puasa-nya tidak batal; Kalau tidak karena terpaksa, maka puasanya batal, lantaran jari sampai ke rongga dałam. Tidak termasuk “benda tampak”, yaitu bekas, seperti sampainya rasa makanan pada tenggorokan orang yang mencicipinya وخرج بمن مر أي العامد العالم المختار الناسي للصوم والجاهل المعذور بتحريم إيصال شيء إلى الباطن وبكونه مفطرا والمكره فلا يفطر كل منهم بدخول عين جوفه وإن كثر أكله. ولو ظن أن أكله ناسيا مفطر فأكل جاهلا بوجوب الإمساك أفطر. ولو تعمد فتح فمه في الماء فدخل جوفه أو وضعه فيه فسبقه أفطر. أو وضع في فيه شيئا عمدا وابتلعه ناسيا فلا. ولا يفطر بوصول شيء إلى باطن قصبة أنف حتى يجاوز منتهى الخيشوم وهو أقصى الأنف. ولا يفطر بريق طاهر صرف أي خالص ابتلعه من معدنه وهو جميع الفم ولو بعد جمعه على الأصح وإن كان بنحو مصطكى أما لو ابتلع ريقا اجتمع بلا فعل فلا يضر قطعا. وخرج بالطاهر المتنجس بنحو دم لثته فيفطر بابتلاعه وإن صفا ولم يبق فيه أثر مطلقا لأنه لما حرم ابتلاعه لتنجسه صار بمنزلة عين أجنبية. قال شيخنا ويظهر العفو عمن ابتلي بدم لثته بحيث لا يمكنه الاحتراز عنه. وقال بعضهم متى ابتلعه المبتلى به مع علمه به وليس له عنده بد فصومه صحيح. وبالصرف المختلط بطاهر آخر فيفطر من ابتلع ريقا متغيرا بحمرة نحو تنبل وإن تعسر إزالتها. أو بصبغ خيط فتله بفمه. وبمن معدنه ما إذا خرج من الفم لا على لسانه ولو إلى ظاهر الشفة ثم رده بلسانه وابتلعه أو بل خيطا أو سواكا بريقه أو بماء فرده إلى فمه وعليه رطوبة تنفصل وابتلعها فيفطر بخلاف ما لو لم يكن على الخيط ما ينفصل لقلته أو لعصره أو لجفافه فإنه لا يضر كأثر ماء المضمضة وإن أمكن مجه لعسر التحرز عنه فلا يكلف تنشيف الفم لو بقي طعام بين أسنانه فجرى به ريقه بطبعه لا بقصده لم يفطر إن عجز عن تمييزه ومجه. وإن ترك التخلل ليلا مع علمه ببقائه وبجريان ريقه به نهارا لأنه إنما يخاطب بهما إن قدر عليهما حال الصوم لكن يتأكد التخلل بعد التسحر أما إذا لم يعجز أو ابتلعه قصدا فإنه مفطر جزما. وقول بعضهم يجب غسل الفم مما أكل ليلا وإلا أفطر رده شيخنا. ولا يفطر بسبق ماء جوف مغتسل عن نحو جنابة كحيض ونفاس إذا كان الاغتسال بلا انغماس في الماء فلو غسل أذنيه في الجنابة فسبق الماء من إحداهما لجوفه لم يفطر وإن أمكنه إمالة رأسه أو الغسل قبل الفجر. كما إذا سبق الماء إلى الداخل للمبالغة في غسل الفم المتنجس لوجوبها بخلاف ما إذا اغتسل منغمسا فسبق الماء إلى باطن الأذن أو الأنف فإنه يفطر ولو في الغسل الواجب لكراهة الانغماس كسبق ماء المضمضة بالمبالغة إلى الجوف مع تذكره للصوم وعلمه بعدم مشروعيتها بخلافه بلا مبالغة. وخرج بقولي عن نحو جنابة الغسل المسنون1 وغسل التبرد فيفطر بسبق ماء فيه ولو بلا انغماس. Tidak termasuk “orang sengaja yang tahu hukumnya serta tidak terpaksa”, yaitu orang yang lupa biła sedang berpuasa, bisa dimaklumi ketidaktahuannya, bahwa sampainya sesuatu ke rongga dałam, adałah dapat membatalkan puasa, dan orang dipaksa; maka puasa mereka tidak batal, lantaran sampainya sesuatu ke dałam rongga dałam, sekalipun perkara yang dimakan terhitung banyak. Jika ia mengira bahwa makan karena terpaksa adałah membatalkan puasa, łalu ia makan lagi karena tidak tahu atas kewajiban meneruskan puasanya, maka puasanya adałah batal. Jika ia sengaja membuka mulutnya di dalam air, lalu ada air yang masuk ke jaufnya, atau menaruh air kedałam mulutnya, lalu terlanjur masuk ke jaufnya, maka batallah puasanya; Atau sengaja meletakkan sesuatu dałam mulutnya, lalu menelannya karena lupa, maka puasanya tidak batal. Puasa tidak batal sebab sampainya sesuatu ke batang hidung, kecuali telah melewati pangkal hidimg janur irung -jawa. Puasa tidak batal sebab menelan ludah yang masih murni kesuciannya, yang ditelan dari sumbernya yaitu seluruh daerah mulut-, sekalipun setelah terlebih dahulu dikumpulkan dałam mulut -demikian menurut pendapat Al-Ashah-, dan sekalipun pengumpulannya itu dilakukan setelah dirangsang dengan mengunyah semacam kemenyan mustaka. Jika menelan air ludah yang terkumpul sendiri, maka secara pasti tidak membatalkan puasa. Dikecualikan dari “yang suci”, jika air ludah itu terkena najis dengan semacam darah gusi, maka kalau ditelan, puasanya menjadi batal, sekalipun ludah tampak jernih, dan pada umumnya tidak ada bekas campuran tersebut. Sebab, dengan adanya larangan menelannya itu, maka statusnya seperti benda tampak, yang berasal dari selain dirinya. Guru kita berkata Jelaslah adanya kemakluman ma’fu bagi orang yąng mengalami penyakit pendarahan pada gusinya, sekira tidak mungkin dapat memisahkan antara air ludah dengan darah; Sebagian ulama berkata; Bila orang yang terkena penyakit tersebut menelannya, di mana ia tahu hal itu terjadi, tapi ia tidak dapat menghindarinya, maka puasanya adalah sah. Tidak termasuk “air ludah yang murni”, yaitu air ludah yang telah tercampuri benda cair lainnya; Maka puasa menjadi batal, jikalau ia menelan ludah yang telah berubah sifatnya sebab bercampur semacam daun sirih daun untuk susur. sekalipun rasanya sulit untuk menghiłangkannya, atau tercampuri nafta benang yang dipintal menggunakanmulutnya. Tidak termasuk “dari sumbernya”, yaitu air ludah yang telah keluar dari daerah mulut -bukan yang ada di lidahnya-, sekalipun hanya keluar pada daerah bibir luar, lalu dijilat kembali dan ditelannya. Atau kalau ia membasahi benang atau siwak dengan ludahnya atau air, lalu mengembalikan menelan ke mulutnya, dan ada basah-basah yang terlepas dari benang atau siwak tersebut, lalu ditelannya, maka puasanya menjadi batal. Lain halnya jika tidak ada basah-basah yang terlepas daripadanya, maka menelannya tidak membatalkan puasa, karena basah-basah yang ada pada benang itu terlalu sedikit atau benang dan siwak itu sudah diperas atau kering. Masalah ini sama halnya dengan air bekas berkumur, sekalipun dimungkinkannya untuk meludahkan mengeluarkannya, sebab menjaga air bekas berkumur itu rasanya sulit, karena itu seseorang tidak terbebani menyeka mulut dari air bekas berkumumya. Jika terdapat sisa makanan di sela-sela gigi orang yang berpuasa, lalu ikut tertelan bersama ludah sebagaimana kebiasaannya -bukan sengaja menelannya-, maka puasanya tidak batal, jika ia tidak bisa memisahkan makanan tersebut dan mengeluarkannya. Sekalipun karena di malam hari ia tidak mencukilnya dan mengetahui masih ada slilit makanan yang akan ikut tertelan bersama ludah di siang hari. Karena terkena ke wajiban memisahkan slilit dan mengeluarkannya ketika berpuasa, jika memang kuasa melakukannya. Akan tetapi, sunah muakkad mencukilnya, adalah setelah sahur. Adapun jika ia mampu meludahkan, atau bila ia sengaja menelannya, maka secara pasti puasanya batal. Perkataan sebagian ulama “Wajib mencuci mulut dari apa pun yang termakan di malam hari”, adalah ditolak oleh Guru kita. Puasa tidak batal sebab terlanjur kemasukan air ke dałam jauf orang yang mandi semacam janabah, misałnya haid dan nifas, bila mandinya dilakukan tanpa menyelam keair. Karena itu, jika ia membasuh dua telinga ketika mandi janabah, lalu air masuk ke jauf salah satu telinga itu, maka puasanya tidak batal, sekalipun ia dapat menghindari hal itu dengan memiringkan kepalanya atau mandi sebelum terbit fajar. Masalah ini seperti halnya air terlanjur masuk ke rongga orang yang menyangatkan pencucian mulutnya yang kena najis, sebab penyangatan mubalaghah dałam pencucian mulut di sini hukumnyawajib. Lain halnya jika mandinya dilakukan dengan menyelam ke air, lalu terlanjur ada air yang masuk ke jauf telinga atau hidung, sekalipun dałam mandi wajib, maka puasanya batal, sebab menyelam itu adaiah hukumnya makruh; Sebagaimana halnya dengan keterlanjuran air kumur masuk ke jauf sebab mubalaghah, dimana ia ingat sedang berpuasa dan mengerti bab w a hal itu tidak diperintahkan dałam syarak maka puasanya batal; Lain halnya jika keterlanjuran air ke jauf bukan sebab mubalaghah ketika berkumur. Tidak termasuk “mandi semacam janabah”, yaitu mandi sunah dan mandi untuk menyegarkan badan, maka keterlanjuran air ke dałam disini membatalkan puasa, sekalipun tidak dilakukan sebab menyelam فروع يجوز للصائم الإفطار بخبر عدل بالغروب وكذا بسماع أذانه ويحرم للشاك الأكل آخر النهار حتى يجتهد ويظن انقضاءه ومع ذلك الأحوط الصبر لليقين. ويجوز الآكل إذا ظن بقاء الليل باجتهاد أو إخبار وكذا لو شك لأن الأصل بقاء الليل لكن يكره ولو أخبره عدل بطلوع الفجر اعتمده وكذا فاسق ظن صدقه. —- 1 قال الشيخ السيد البكري رحمه الله في خروج هذا نظر فإنه مأمور به فحكمه حكم غسل الجنابة بلا خلاف انتهى. —- ولو أكل باجتهاد أولا وآخرا فبان أنه أكل نهارا بطل صومه إذ لا عبرة بالظن البين خطؤه فإن لم يبن شيء صح. ولو طلع الفجر وفي فمه طعام فلفظه قبل أن ينزل منه شيء لجوفه صح صومه وكذا لو كان مجامعا عند ابتداء طلوع الفجر فنزع في الحال أي عقب طلوعه فلا يفطر وإن أنزل لان النزع ترك للجماع. فإن لم ينزع حالا لم ينعقد الصوم وعليه القضاء والكفارة. ويباح فطر في صوم واجب بمرض مضر ضررا يبيح التيمم كأن خشي من الصوم بطء برء. وفي سفر قصر1 دو باب الصوم ن قصير وسفر معصية. وصوم المسافر بلا ضرر أحب من الفطر. ولخوف هلاك بالصوم من عطش أو جوع وإن كان صحيحا مقيما. وأفتى الأذرعي بأنه يلزم الحصادين أي ونحوهم تبييت النية كل ليلة ثم من لحقه منهم مشقة شديدة أفطر وإلا فلا. ويجب قضاء ما فات ولو بعذر من الصوم الواجب كرمضان ونذر وكفارة بمرض أو سفر أو ترك نية أو بحيض أو نفاس لا بجنون وسكر لم يتعد به. وفي المجموع أن قضاء يوم الشك على الفور لوجوب إمساكه. ونظر فيه جمع بأن تارك النية يلزمه الإمساك مع أن قضاءه على التراخي قطعا. —- 1 سفر القصر أن تكون مسافته مرحلتين أو أكثر وتعادل المرحلتان 5 ,82 كيلو مترا تقريبا. —- ويجب إمساك عن مفطر فيه أي رمضان فقط دون نحو نذر وقضاء إن أفطر بغير عذر من مرض أو سفر أو بغلط كمن أكل ظانا بقاء الليل أو نسي تبييت النية أو أفطر يوم الشك وبان من رمضان لحرمة الوقت. وليس الممسك في صوم شرعي لكنه يثاب عليه فيأثم بجماع ولا كفارة وندب إمساك لمريض شفي ومسافر قدم أثناء النهار مفطرا وحائض طهرت أثناءه. Beberapa Cabang Boleh berbuka berdasarkan berita dari seorang laki-laki adil, bahwa matahari sudah terbenam, demikian juga berdasarkan pendengar an azan orang adil. Haram bagi orang yang meragukan siang telah berakhir, melakukan buka puasa di akhir siang hari, sampai ia telah berijtihad berusaha mengetahui akan keterbenaman matahari terlebih dahulu atau diberi tahu oleh seorang adil atau mendengar azannya -pen, serta dengan ijtihadnya itu ia berprasangka, bahwa siang hari telah berakhir; Sekalipun ia boleh makan/ berbuka dengan prasangkanya tersebut, yang lebih bati-hati adalah bersabar untuk mendapatkan keyakinan. Boleh makan bila mempunyai perkiraan, bahwa malam masih ada berdasarkan ijtihadnya atau berita seorang laki-laki adil. Demikianjuga jika masih ragu akan keberadaan malam, sebab dasar asalnya adalah malam masih ada, tapi makan dałam kasus seperti ini hukumnya adalah makruh. Kalau ada seorang laki-laki adil memberitakan atas terbit fajar, maka orang yang mendapatkan berita itu harus memegang teguh dan demikian juga jika yang memberitakan adalah orang fasik yang diperkirakan kebenarannya. Apabila berdasarkan ijtihadnya, seseorang lalu makan sahur atau berbuka, kemudian tenyata hal itu terjadi di siang hari, maka puasanya dihukumi batal, sebab perkiraan yang jelas-jelas keliru adalah tidak dapat dibuat dasar; Kalau ternyata tidak jelas kesalahannya, maka puasanya dihukumi sah. Apabila fajar telah terbit, sedang dimulut seseorang masih tersisa makanan, kemudian ia mengeluarkannya sebelum ada yang masuk ke jauf, maka puasanya tetap sah. Demikian juga bila fajar mulai terbit, sedangkan ia masih dałam persetubuhannya, lalu seketika itu ia melepaskannya, maka puasanya tidak batal, sekalipun injal ejakulasi, sebab dengan dilepasnya, berarti meninggalkanpersetubuhan; Kalau tidak dilepas seketika, maka puasanya tidak sah, serta ia wąjib mengqadhanya dan membayar kafarat. Boleh Berbuka Puasa Wajib Boleh Tidak Berpuasa Wajib 1. Sebab sakit yang berbahaya dałam ukuran yang diperbolehkan bertayamum, sebagaimana khawatir sakitnya bertambah parah jika ia berpuasa. 2. Dałam perjałanan yang diperbołehkan qashar sałat, bukan perjałanan yang kurang dari ukuran boleh qashar sałat dan bukan safar perjałanan maksiat. Puasa musafir yang tidak menjadikan mudarat adalah lebih baik daripada berbuka. 3. Sebab khawatir kerusakan sakit atau binasa jika berpuasa, baik dari haus ataupun lapamya, sekalipun ia seorang yang sehat dan berada di rumah mukim. Imam Al-Adzra’i mengemukakan, bahwa buruh-buruh tani dan sesama-nya, mereka wajib melakukan tabyit niat berpuasa berniat puasa dimalam hari, lalu jika dari mereka mendapatkan masyaqat/payah yang sangat di siang harinya, maka mereka boleh berbuka; dan jika tidak, maka tidak boleh berbuka puasa. Wajib mengqadha puasa wajib yang belum terpenuhi, sekalipun karena udzur, misalnya puasa Ramadhan, nazar atau kafarat, yang kesemua-nya lantaran sakit, bepergian, tertinggal niatnya, haid atau nifas. Tidak wajib mengqadha puasa sebab gila atau mabuk yang bukan akibat kesalahan. Termaktub dałam kitab Al-Majmu’ Sesungguhnya mengqadha puasa hari syak yaitu tanggal 30 Sya’ban, yang temyata telah masuk 1 Ramadhan adalah wajib seketika, sebab dalam keadaan seperti itu wajib imsak menahan perkara-perkara yang membatalkan puasa. Dałam hal ini segolongan fukaha meninjau, bahwa secara pasti hukum orang yang meninggalkan niat puasa wajib imsak, akan tetapi hukum mengqadha puasa di sini adalah tidak harus seketika. Wajib imsak bagi orang yang batal puasa Ramadhannya -bukan pada puasa nazar atau qadha-, bila dibatalkamiya itu tanpa ada uzur sakit atau bepergian. Atau batal sebab kekeliruan yang dilakukan, misalnya seseorang makan karena menyangka masih malam belum terbit fajar, lupa berniat puasa di malam hari, atau berbuka di siang hari syak dan ternyata telah masuk bulan Ramadhan, Kewajiban imsak yang tertutur diatas, adalah untuk menghormati kemuliaan bulan Ramadhan. Orang yang telah melakukan imsak seperti dalam kasus di atas, adalah belum memenuhi puasa secara syariat, namun perbuatan itu mendapatkan pahala, sehingga jika ia melakukan persetubuhan, maka hukumnya berdosa, tapi tidak wajib membayar kafarat. Apabila di tengah han orang yang sakit sembuh, musafir tiba di rumah dan wanita haid telah suci, maka disunahkan agar imsak. Hukum Orang Puasa yang Melakukan Hubungan Intim ويجب على من أفسده أي صوم رمضان بجماع أثم به لأجل الصوم لا باستمناء وأكل كفارة متكررة بتكرر الإفساد وإن لم يكفر عن السابق معه أي مع قضاء ذلك الصوم. والكفارة عتق رقبة مؤمنة فصوم شهرين مع التتابع إن عجز عنه فإطعام ستين مسكينا أو فقيرا إن عجز عن الصوم لهرم أو مرض بنية كفارة ويعطى لكل واحد مد1 من غالب القوت —- .1 المد مكعب طول ضلعه2 ,9 سانتي مترا. —- ولا يجوز صرف الكفارة لمن تلزمه مؤنته. ويجب على من أفطر في رمضان لعذر لا يرجى زواله ككبر ومرض لا يرجى برؤه مد1 لكل يوم منه إن كان موسرا حينئذ بلا قضاء وإن قدر عليه بعد لأنه غير مخاطب بالصوم فالفدية في حقه واجبة ابتداء لا بدلا. ويجب المد مع القضاء على حامل ومرضع أفطرتا للخوف على الولد. ويجب على مؤخر قضاء لشيء من رمضان حتى دخل رمضان آخر بلا عذر في التأخير بأن خلا عن السفر والمرض قدر ما عليه مد لكل سنة فيتكرر بتكرر السنين على المعتمد. وخرج بقولي بلا عذر ما إذا كان التأخير بعذر كأن استمر سفره أو مرضه أو إرضاعها إلى قابل فلا شيء عليه ما بقي العذر وإن استمر سنين. ومتى أخر قضاء رمضان مع تمكنه حتى دخل آخر فمات أخرج من تركته لكل يوم مدان مد للفوات ومد للتأخير إن لم يصم عنه قريبه أو مأذونه وإلا وجب مد واحد للتأخير —- .1 إن أراد تقليد الأحناف بإخراج القيمة فيخرج عن نصف صاع عندهم والصاع عندهم مكعب ضلعه 7 , 16 سانتي مترا ونصفه مكعب ضلعه3 , 13 سانتي مترا. —- والجديد عدم جواز الصوم عنه مطلقا بل يخرج من تركته لكل يوم مد طعام وكذا صوم النذر والكفارة. وذهب النووي كجمع محققين إلى تصحيح القديم القائل بأنه لا يتعين الإطعام فيمن مات بل يجوز للولي أن يصوم عنه ثم إن خلف تركة وجب أحدهما وإلا ندب. ومصرف الإمداد فقير ومسكين وله صرف أمداد لواحد. Orang yang merusak puasanya dengan persetubuhan yang dianggap dosa sebab sedang berpuasa, adalah wajib mengqadha puasanya dan membayar kafarat dengan berlipat ganda, berapa hari puasa yang dirusaknya, sekalipun yang dirusak kemarin belum dipenuhi kafaratnya. Kewajiban ini tidak terbebankan atas orang yang merusak puasanya dengan onani atau makan ia hanya wajib menggadha puasa saja. Kafarat di sini adalah memerdeka- kan seorang budak mukmin; kalau tidak mampu, maka harus berpuasa dua bulan berturut-turut; kalau tidak mampu berpuasa, sebab sakit atau lanjut usia, maka wajib memberi makan 60 orang fakir atau miskin sebesar 1 mud makanan pokok yang lumrah bagi setiap orang. Kewajiban tersebut harus diniati membayar kafarat. Tidak boleh memberikan kafarat kepada orang yang wajib ditanggung biaya hidupnya. Wajib bagi orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena uzur, yang tidak bisa diharapkan habisnya, misalnya lanjut usia atau sakit yang sudah tidak bisa diharapkan kesembuhannya, memberi 1 mud makanan per hari, jika ia adalah orang kaya, dan tidak wajib mengqadha puasanya, sekalipun setelah itu ia mampu kuat berpuasa kembali, sebab dikala itu ia tidak terkena khithab berpuasa. Karena itu, fidyah 1 mud tersebut merupakan kewajiban asal, bukan sebagai ganti dari meninggalkan puasa. Wajib fidyah dan qadha puasa bagi wanita hamil atau menyusui yang meninggalkan puasa karena mengkhawatirkan keadaan anak atau kandungan; Jika yang dikhawatirkan keadaan diri wanita itu, maka kewąjibannya hanya qadha puasa saja -pen. Wajib membayar mud bagi orang yang menunda qadha puasa Ramadhan, hingga datang. bułan Ramadhan berikutnya, tanpa ada uzu -misalnya tidak ada safar atau sakit yang ditanggungnya-. Satu mud itu untuk satu hari qadha puasa dałam satu tahun penundaan, sehingga pembayaran mud menjadi berlipat ganda karena penundaan qadha dałam beberapa tahun; begitulah menurut pendapat yang Muktamad. Terkecualikan dari ucapan kami “tanpa ada uzur”, yaitu jika penundaan qadha puasa sebab ada uzur, misalnya terus-menerus dałam perjalanan, sakit atau menyusui hingga masuk Ramadhan berikutnya; Karena itu, ia tidak dikenakan kewajiban fidyah selama uzur itu, sekałipun sampai bertahun-tahun. Jika seseorang menunda qadha puasa Ramadhan, hingga datang Ramadhan berikutnya, padahal ia sudah mampu menunaikannya, kemudian ia meninggal dunia, maka dari harta peninggalan mayat harus diambil 2 mud untuk 1 qadha puasa, yakni 1 mud sebagai ganti dari qadha dan yang 1 mud lagi sebagai fidyah penundaan; Ha! ini jika puasa itu tidak diqadhakan oleh kerabat atau orang yang telah diberi izin oleh si mayat; Kalau puasa sudah diqadhakan, maka yang wajib hanya 1 mud per hari sebagai fidyah penundaan saja. Menurut kaul Jadid Imam Asy-Syafi’i Tidak diperbolehkan mengqadhakan puasa orang mati tersebut secara mutlak baik sudah berkesempatan mengqadha atau belum, dan baik dałam meninggalkan puasa tersebut sebab ada uzur atau tidak -pen, tapi cukup dikeluarkan fidyah 1 mud per hari qadha dari harta peninggalannya. Demikian pula berlaku untuk puasa nazar dan kafarat. Imam An-Nawawi sebagai mana dengan golongan ulama Muhaqqiqin, berpendapat membenarkan pendapat kaul Qadim yang menyalakan, bahwa tidak ditentukan harus membayar fidyah bagi orang yang mati, tapi bagi sang wali boleh melakukan puasa qadha atas mayat itu, kemudian, jika si mayat meninggalkan harta, maka wajib mengerjakan salah satunya mengqadha atau membayar fidyah; kalau tidak meninggalkan harta benda, maka baginya sunah mengerjakan salah satunya. Fidyah-fidyah tersebut diberikan kepada fakir miskin; dan baginya boleh memberikan seluruh mudnya kepada seorang saja. Orang Mati Punya Hutang Puasa فائدةمن مات وعليه صلاة فلا قضاء ولا فدية وفي قول كجمع مجتهدين أنها تقضى عنه لخبر البخاري [رقم 1952, مسلم رقم 1147, وهو في الصوم لا الصلاة] وغيره1 ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا وفعل به السبكي عن بعض أقاربه [راجع الصفحة 38, 433] ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي إن خلف تركه أن يصلي عنه كالصوم وفي وجه عليه كثيرون من أصحابنا أنه يطعم عن كل صلاة مدا وقال المحب الطبري يصل للميت كل عبادة تفعل عنه واجبة أو مندوبة. وفي شرح المختار لمؤلفه مذهب أهل السنة أن للإنسان أن يجعل ثواب عمله وصلاته لغيره ويصله. [راجع الصفحات 37, 433] . وسن لصائم رمضان وغيره تسحر وتأخيره ما لم يقع في شك وكونه على تمر لخبر فيه [مسند أحمد رقم 20996] ويحصل ولو بجرعة ماء. ويدخل وقته بنصف الليل. وحكمته التقوي أو مخالفة أهل الكتاب؟ وجهان. وسن تطيب وقت سحر وسن تعجيل فطر إذا تيقن الغروب ويعرف في العمران والصحارى التي بها جبال بزوال الشعاع من أعالي الحيطان والجبال. وتقديمه على الصلاة إن لم يخش من تعجيله فوات الجماعة أو تكبيرة الإحرام. وكونه بتمر للأمر به والأكمل أن يكون بثلاث. فإن لم يجده فعلى حسوات ماء ولو من زمزم. فلو تعارض التعجيل على الماء والتأخير على التمر قدم الأول فيما استظهره شيخنا. وقال أيضا يظهر في تمر قويت شبهته وماء حفت شبهته أن الماء أفضل. قال الشيخان لا شيء أفضل بعد التمر غير الماء فقول الروياني الحلو أفضل من الماء ضعيف كقول الأذرعي الزبيب أخو التمر وإنما ذكره لتيسره غالبا بالمدينة. Faedah Barangsiapa meninggal dunia dan masih mempunyai tanggungan sałat maka tidak diwajibkan qadha dan tidak wajib fidyah. Menurut pendapat segolongan ulama Mujtahidin, bahwa sałat itu harus diqadha atas nama mayat, hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan lainnya. Dari sini pendapat tersebut lantas dipilih oleh segolongan dari ulama-ulama kita mazhab Syafi’i. Qadha salat atas mayat pernah dikerjakan oleh Imam As-Subki kepada kerabat-kerabatnya. Imamłbnu Burhanmenukil pendapat kaul Qadim, bahwa bagi sang wali beikewajiban mengerjakan sałat atas qadha mayat, sebagaimana mengqadha puasanya, jika si mayat meninggalkan harta. Berdasarkan pendapat Asy- SyatTiyah, dan pendapat ini menjadi pedoman kebanyakan ulama, bahwa bagi sang wali boleh membayar 1 mud untuk fidyah satu sałat. Imam Al-Muhib Ath-Thabari berkata Semua ibadah, baik wajib atau sunah yang dikerjakan atas nama mayat, adalah pahalanya bisa sampai kepadanya. Dałam kitab Syarhil Mukhtar, pengarangnya berkata Menurut pendapat Ahlusunah, bahwa bagi manusia dapat menjadikan amal dan salatnya kepada orang lain, dan pahalanya bisa sampai kepadanya. Sunah bagi orang yang berpuasa Ramadhan atau lainnya Makan sahur dan melakukannya diakhir waktu, selagi tidak terjadi waktu syak keraguan atas terbit fajar. Kesunahan makan sahur tersebut adalah dengan buah kurma, berdasarkan hadis. Kesunahan makan sahur juga sudah bisa didapatkan dengan meminum seteguk air. Kesunahan makan sahur waktu mulai tengah malam. Sedangkan hikmahnya, adalah menghimpun kekuatan menyelisihi perbuatan ahli kitab; di sini ada dua pendapat. Menggunakan harum-haruman diwaktu sahur baik di bulan Ramadhan ataupun lainnya. Tajil buka segera berbuka puasa bila diyakini sudah terbenam matahari. Terbenam matahari ditempat ramai atau padang belantara yang bergunung-gunung bisa diketahui dengankelenyapan berkas sinar matahari dari atas pagar atau puncakgunung. Berbuka terlebih dahulu sebelum mengerjakati sałat Magrib, jika seseorang tidak khawatir akan tertinggal jamaah atau takbiratulihram. Berbuka puasa dengan memakan buah kurma, sebab hal ini diperintahkan, dan yang lebih sempurna adalah makan tiga butir. Kalau tidak bisa mendapatkan buah kuima, maka yang disunahkan berbuka dengan beberapa teguk air, sekalipun berupa air Zamzam, Kemudian, jika bertentangan antara bersegera buka dengan air dan meng- akhirkan buka dengan kurma, maka menurut penjelasan Gutu kita, yang lebih baik adalah bersegera buka dengan air. Beliau juga berkata Jelaslah bahwa antara berbuka dengan buah kurma yang banyak syubhatnya dan dengan air yang sedikit syubhatnya, adalah lebih utama dengan air. Dua Guru kita Imam Rafi’i dan Nawawi berkata tiada hidangan berbuka yang lebih utama setelah kurma dan air; Maka ucapan Imam Ar-Rauyani, bahwa manisan itu lebih utama daripada air, adalah pendapat yang lemah, sebagaimana ucapan Imam Al-Adzra’i, bahwa buah ąnggur itu sepadan dengan kurma. Imam Al-Adzra’i berkata demikian karena pada ghałib kebiasaannya buah anggur itu mudah didapatkan di Madinah. Sunnahnya Puasa ويسن أن يقول عقب الفطر اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت [أبو داود رقم 2358] ويزيد من أفطر بالماء ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله تعالى. [أبو داود رقم 2357] . وسن غسل عن نحو جنابة قبل فجر لئلا يصل الماء إلى باطن نحو أذنه أو دبره. قال شيخنا وقضيته أن وصوله لذلك مفطر وليس عمومه مرادا كما هو ظاهر أخذا مما مر إن سبق ماء نحو المضمضة المشروع أو غسل الفم المتنجس لا يفطر لعذره فليحمل هذا على مبالغة منهي عنها. وسن كف نفس عن طعام فيه شبهة وشهوة مباحة من مسموع ومبصر ومس طيب وشمه ولو تعارضت كراهة مس الطيب للصائم ورد الطيب فاجتناب المس أولى لان كراهته تؤدي إلى نقصان العبادة. قال في الحلية الأولى للصائم ترك الاكتحال ويكره سواك بعد الزوال وقت غروب وإن نام أو أكل كريها ناسيا. وقال جمع لم يكره بل يسن إن تغير الفم بنحو نوم. ومما يتأكد للصائم كف اللسان عن كل محرم ككذب وغيبة —- 1 قال النووي في شرحه لصحيح مسلم الحديث رقم 1148 قال القاضي [أي القاضي عياض] وأصحابنا أجمعوا على أنه لا يصلى عنه [أي عن الميت] صلاة فائتة. —- ومشاتمة لأنه محبط للأجر كما صرحوا به ودلت عليه الأخبار الصحيحة ونص عليه الشافعي والأصحاب وأقرهم في المجموع وبه يرد بحث الأذرعي حصوله وعليه إثم معصيته. وقال بعضهم يبطل أصل صومه وهو قياس مذهب أحمد في الصلاة في المغصوب. ولو شتمه أحد فليقل ولو في نفل إني صائم مرتين أو ثلاثا في نفسه تذكيرا لها وبلسانه حيث لم يظن رياء فإن اقتصر على أحدهما فالأولى بلسانه. وسن مع التأكيد برمضان وعشره الأخير آكد إكثار صدقة وتوسعة على عيال وإحسان على الأقارب والجيران للاتباع وأن يفطر الصائمين أي يعشيهم إن قدر وإلا فعلى نحو شربة وإكثار تلاوة للقرآن في غير نحو الحش ولو نحو طريق وأفضل الأوقات للقراءة من النهار بعد الصبح ومن الليل في السحر. فبين العشاءين وقراءة الليل أولى وينبغي أن يكون شأن القارئ التدبر. قال أبو الليث في البستان ينبغي للقارئ أن يختم القرآن في السنة مرتين إن لم يقدر على الزيادة. وقال أبو حنيفة من قرأ القرآن في كل سنة مرتين فقد أدى حقه. وقال أحمد يكره تأخير ختمة أكثر من أربعين يوما بلا عذر, لحديث ابن عمر1. وإكثار عبادة واعتكاف للاتباع سيما بتشديد الياء وقد يخفف والأفصح جر ما بعدها وتقديم لا عليها. وما زائدة وهي دالة على أن ما بعدها أولى بالحكم مما قبلها.عشر آخره فيتأكد له إكثار الثلاثة المذكورة للاتباع. ويسن أن يمكث معتكفا إلى صلاة العيد وأن يعتكف قبل دخول العشر ويتأكد إكثار العبادات المذكورة فيه رجاء مصادفة ليلة القدر أي الحكم والفصل2 أو الشرف والعمل فيها خير من العمل في ألف شهر ليس فيها ليلة القدر وهي منحصرة عندنا فيه فأرجاها أو تارة وأرجى أوتاره عند الشافعي ليلة الحادي أو الثالث والعشرين واختار النووي وغيره انتقالها. وهي أفضل ليالي السنة وصح [البخاري رقم 2014, مسلم رقم 760] “من قام ليلة القدر إيمانا” أي تصديقا بأنها حق وطاعة واحتسابا أي طلبا لرضا الله تعالى وثوابه غفر له ما تقدم من ذنبه وفي رواية “وما تأخر”. وروى البيهقي خبر “من صلى المغرب والعشاء في جماعة حتى ينقضي شهر رمضان فقد أخذ من ليلة القدر بحظ وافر” [الدر المنثور تفسير سورة القدر] . وروى أيضا “من شهد العشاء الأخيرة في جماعة من رمضان فقد أدرك ليلة القدر”. [الدر المنثور تفسير سورة القدر] . وشذ من زعم أنها ليلة النصف من شعبان. Sesudah berbuka sunah berdoa Allahumma… dan seterusnya Ya, Allah, untuk-Mu-lah kami berpuasa, dan dengan rezeki-Mu-lah kami berbuka. Bagi yang berbuka dengan air, adalah sunah menambah doanya Dzahaba … dan seterusnya Haus telah hilang, urat-urat telah segar kernbali, dan pahala puasa ada disisi-Mu, insya Allah Ta’ala. Melakukan mandi sernacam janabah sebelum terbit fąjar, agar dengan begitu tidak terjadi ada air yang masukke jauf semacam telinga atau dubur. Guru kita Ibnu Hajar berkata Kesesuaian alasan tersebut adalah sampainya air ke dałam rongga-rongga tersebut dapat membatalkan puasa, sebagaimana yang dapat kita tangkap pemahamannya bukan secara umum. Hal ini berdasarkan keteranganyang telah lewat, bahwa keterlanjuran air semacam berkumur yang diperintahkan syarak atau air pencuci mułut yang terkena najis, adalah tidak membatalkan puasa, sebab dianggap suatu uzur. Karena itu, masalah sampai air ke ronggahidung atau dubur membatalkan puasa, adalah diarahkan pada mubalaghah penyangatan yang dilarang adanya. Sunah menghindari makanan yang syubhat, dan menahan diri dari menuruti kehendak hawa nafsu yang mubah, baik berupa suara, pandangan mata, menyentuh bau-bauan atau membaunya. Jika terjadi pertentangan antara kemakruhan menyentuh harum-haruman bagi orang yang sedang berpuasa dengan kemakruhan menolak hadiah harum-haruman, maka yang lebih utama adalah menghindari menyentuhnya, sebab kemakruhan memegangnya dapat mengurangi pahala puasa. Imam Ar-Rauyani dałam kitab Al-Hilyah berkata Yang lebih utama bagi orang yang sedang berpuasa adalah tidak memakai celak mata. bersiwak setelah tergelincir matahari dan sebelum matahari terbenam, sekalipun baru bangun dari tidur atau setelah makan makanan yang berbau busuk karena lupa. Dałam hal ini segolongan ułama berkata Bersiwak dałam hal ini adalah tidak makruh, dan bahkan disunahkan jika mulut berbau busuk, karena semisal bangun dari tidur. Termasuk sunah muakkad bagi orang yang berpuasa, adalah menjaga lisan dari perkara yang diharamkan, misalnya berdusta, menggunjing dan memaki-maki, sebab perbuatan itu dapat menghilangkan pahala puasa, sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama dan ditunjukkan oleh beberapa hadis sahih, yang telah dinash oleh Imam Asy-Syafi’i dan Ashhabnya, serta diakui oleh Imam Nawawi dałam kitab Al-Majmu’. Berdasarkan penjelasan ulama diatas, maka tertolaklah pembahasan Imam Al-Adzra’i, bahwa pahala puasa tetap bisa didapatkan, namun menanggung dosa dari perbuatan maksiat itu. Sebagian para ulama berkata Ucapan haram seseorang dapat membatalkan puasanya, yaitu sebagai hukum kias terhadap mazhab Ahmad mengenai hukum mengerjakan sałat di tempat hasil gasab. Jika seseorang yang berpuasa dimaki oleh orang lain, maka hendaknya ia mengatakan dałam hati -sekałipun puasa sunah- “Sungguh aku sedang berpuasa”, sebanyak dua atau tiga kali, sebagai peringatan untuk dirinya sendiri. bisa juga diucapkan dengan lisannya, sekira ia tidak disangka riya. Jika ia ingin mencukupkan salah satunya, maka yang lebih utama adalah diucapkan secara lisan. Sunah Muakkad di bulan Ramadhan -utamanya di tanggał 10 yang akhir-, agar memperbanyak sedekah, memberi. kelonggaran kepada keluarga dalam biaya, berbuat kebajikan kepada kerabat dan tetangga, karena mengikuti tindak Nabi saw.; Sunah juga memberi buka pada orang-orang yang berpuasa, jika mampu; dan jika tidak mampu, maka cukuplah dengan memberi semacam minuman. Sunab muakkad memperhanyak bacaan Alqur-an selain bila berada dałam kamar kecil, sekalipun ditengah jalan. Sunah muakkad memperbanyak bacaan Ałqur-an selain bila berada dałam kamar kecil, sekalipun di tengahjalan. Waktu siang yang paling utama untuk membaca Alqur-an, adalah setelah Subuh; Sedang untuk malam hari, adalah waktu sahur, kemudian waktu antara Magrib dan Isyak; Membaca di malamhari adalah Iebih utama. Sebaiknya orang yang membaca Alqur-an adalah menghayati isinya. Imam Abul Laits berkata dalam kitabAl-Bustan Bustanul Arifin? Sebaiknya seseorang mengkhatamkan Qur-an dua kali pertahun, jika memang tidak bisa Iebih dari itu. Imam Abu Hanifah berkata Barangsiapa yang setiap tahun mengkhatamkan Alqur-an sebanyak dua kali, maka ia telah memenuhi hak Alqur-an. Imam Ahmad berkata Makruh mengulur waktu sekali mengkhatamkan Alqur-an sampai melebihi 40 hari tanpa uzur. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Ibnu Umar. Sunah muakkad memperbanyak mengerjakan ibadah dan iktikaf karena mengikuti tindak Nabi saw. Terutama pada 10 hari yang akhir; karena itu, menjadi muakkad kesunahannya memperbanyak tiga hal di atas, karena ittiba’ dengan Nabi saw. Lafal “siyaman” adalah dibaca tasydid ya’nya. Kadang- kadang tidak ditasydid; yang lebih ashah adalah lafal yang jatuh setelahnya dibaca dii’rabi jar, serta diawali dengan huruf “La” sedangkan huruf “Ma” adalah huraf zaidah. Lafal siyama menunjukkan bahwa hal yang terletak sesudahnya, adalah lebih utama daripada yang sebelumnya. Sunah melakukan iktikaf hingga waktu sałat Idul Fitri, juga sunah sebelum menginjak 10 hari akhir Ramadhan. Sunah muakkad dałam 10 hari tersebut, memperbanyak ketiga macam ibadah tersebut, karena mengharapkan bisa bertepatan dengan hikmah, keutamaan dan kemuliaan malam Lailatul Qadar. Beramal di malam yang ada Lailatul Qadarnya, adalah lebih bagus daripada ibadah 1000 bulan yang tidak ada Lailatul Qadarnya. Lailatul Qadar menurut pendapat kita mazhab Syafi’iyah adalah terbatas, yaitu turun pada 10 hari tersebut; Yang paling bisa diharapkan, adalah pada malam yang ganjil; Menurut Imam Syafi’i Tanggal ganjil yang bisa diharapkan turunnya, adalah tanggal 21 dan 23. Sedangkan Imam Nawawi dan lainnya memilih pendapat yang mengatakan, bahwa malam Lailatul Qadar bisa pindah dari 10 hari tersebut ke malam lainnya; dan Lailatul Qadar adalah satu-satunya malam yang paling utama sepanjang tahun. Sahlah hadis yang menyebutkan “Barangsiapa mengerjakan taat dimalam Lailatul Qadar dengan membenarkan bahwa Lailatul Qadar itu hak dan taat, dan karena memohon rida serta pahala Allah Ta’ala, maka diampuni semua dosa yang telah terjadi”; menurut sebuah riwayat “… dan dosa yang akan terjadi .” Imam Al-Baihaqi meriwayatkan hadis, yang artinya “Barangsiapa selalu berjamaah sałat Magrib dan Isyak sampai habis butan Ramadhan, maka sungguh berarti ia telah mengambil bagian Lailatul Qadar dengan sempurna.” Beliau meriwayatkan hadis lagi, yang artinya “Barangsiapa mengikuti sałat Isyak yang akhir dałam jamaah di bulan Ramadhan, maka ia telah mendapatkan LailatulQadar.” Pendapat yang mengatakan, bahwa Lailatul Qadar itu terjadi pada tanggal 15 Sya’ban adalah menyimpang syadz . I’tikaf di Masjid تتمة [في بيان حكم الاعتكاف] يسن اعتكاف كل وقت وهو لبث فوق قدر طمأنينة الصلاة ولو مترددا في مسجد أو رحبته التي لم يتيقن حدوثها بعده وأنها غير مسجد بنية اعتكاف. ولو خرج ولو لخلاء من لم يقدر الاعتكاف المندوب أو المنذور بمدة بلا عزم عود جدد النية وجوبا إن أراده وكذا إذا عاد بعد الخروج لغير نحو خلاء من قيده بها كيوم فلو خرج عازما لعود فعاد لم يجب تجديد النية. ولا يضر الخروج في اعتكاف نوى تتابعه كأن نوى اعتكاف أسبوع أو شهر متتابع وخرج لقضاء حاجة ولو بلا شدتها وغسل جنابة وإزالة نجس وإن أمكنهما في المسجد لأنه أصون لمروءته ولحرمة المسجد أكل طعام لأنه يستحيا منه في المسجد وله الوضوء بعد قضاء الحاجة تبعا له لا الخروج له قصدا ولا لغسل مسنون ولا يضر بعد موضعها إلا أن يكون لذلك موضع أقرب منه أو يفحش البعد فيضر مالم يكن الأقرب غير لائق به ولا يكلف المشي على غير سجيته. وله صلاة على جنازة إن لم ينتظر ويخرج جوازا في اعتكاف متتابع لما استثناه من غرض دنيوي كلقاء أمير أو أخروي كوضوء وغسل مسنون وعيادة مريض وتعزية مصاب وزيارة قادم من سفر. ويبطل بجماع وإن استثناه أو كان في طريق قضاء الحاجة وإنزال مني بمباشرة بشهوة كقبلة. وللمعتكف الخروج من التطوع لنحو عيادة مريض. وهل هو أفضل أو تركه أو سواء؟ وجوه والأوجه كما بحث البلقيني أن الخروج لعيادة نحو رحم وجار وصديق أفضل واختار ابن الصلاح الترك لأنه ص كان يعتكف ولم يخرج لذلك. مهمة قال في الأنوار يبطل ثواب الاعتكاف بشتم أو غيبة أو أكل حرام. —- 1 قال الشيخ علوي السقاف رحمه الله لعله ابن عمرو بفتح العين انتهى. 2 قال الشيخ السيد البكري رحمه الله بالصاد المهملة وما يوجد في غالب النسخ من أنه بالضاد المعجمة تحريف من النساخ انتهى. Penyempurnaan Iktikaf ialah Diam lebih lama sedikit daripada thuma’ninah solat di dalam mesjid atau rahbah serambinya yang tidak diyakini terbangun setelah pembangunan mesjid atau bahwa serambi itu tidak termasuk mesjid, di mana diamnya itu dengan niat iktikaf, sekalipun iktikaf sambil ke sana-ke mari. Apabila orang tersebut keluar dari mesjid, sekalipun ke WC, di mana ia tidak mengkhususkan waktu iktikaf sunah atau nazar, dan keluarnya tidak ada niat kembali lagi, maka ia harus memperbarui niatnya jika menginginkan iktikaf lagi. Demikian juga wajib memperbarui niatnya jika ingin iktikaf kembali, bagi orang yang menentukan batas iktikafnya, misalnya 1 hari, setelah keluar dari mesjid untuk selain semacam ke WC kamar kecil. Apabila keluar dengan niat akan kembali lagi, lalu ia kembali, maka ia tidak wajib memperbarui niatnya. Tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap iktikaf seseorang, yang berniat melaksanakan iktikaf secara berturut-turut, misalnya niat iktikaf selama satu minggu atau satu bulan sambung-menyambung, di mana keluarnya karena untuk buang air -sekalipun tidak begitu hajat- atau untuk mandi janabah atau mencuci najis -sekalipun dua hal ini bisa dilakukan di dałam mesjid; Hal ini karena untuk menjagahargadiri orang itu dan kehormatan mesjid. Atau keluamya dań mesjid untuk makan ini pun tidak membawa akibat apa-apa, karena makan di dałam mesjid adalah memalukan; Baginya juga boleh berwudu setelah buang air, karena mengikuti hukumnya. Sengaja keluar untuk berwudu atau mandi sunah adalah tidak diperbolehkan berarti memutus sambung-menyambung iktikaf. Tidaklah memutus sambung-menyambung iktikaf, karena keluar dari mesjid untuk buang hajat dan sebagainya di tempat yang jauh; Kecuali ada tempat buang air yang lebih dekat atau yang jauh itu tidak seyogyanya, maka keluar dari mesjid dałam masalah ini adalah memutus sambung-menyambung iktikaf, selama tempat yang dekat masih patut untuk buang air bagi dirinya. Orang tersebut tidak diharuskan berjalan ketika akan buang hajat yang bukan menjadi sikap kebiasaannya. Ketika keluar dari mesjid ia boleh melakukan sałat Jenazah, jika memang tanpa menunggu terlebih dahuiu. Boleh keluar dari mesjid di tengah sedang beriktikaf yang sambung-menyambung, untuk keperluan yang dikecualikan misalnya aku nazar beriktikaf selama satu bulan berturut-turut, tapi dengan syarat jika aku dihadapkan suatu keperluan, maka aku akan keluar mesjid -pen, baik berupa keperluan duniawi, misalnya menemui pejabat, atau keperluan ukhrawi, misalnya berwudu, mandi sunah, menjenguk orang sakit, takziah orang yang terkena musibah atau mengunjungi orang yang baru datang dari bepergian. Iktikaf hukumnya batal sebab bersetubuh, sekalipun termasuk yang ia kecualikan atau dilakukan sewaktu buang air, iktikaf juga batal sebab keluar mani lantaran persentuhan kulit dengan syahwat seperti mencium. Boleh keluar dari mesjid bagi orang yang beriktikaf sunah, karena tujuan semacam menjenguk orang sakit; Apakah keluar semacam ini lebih utama daripada tetap berada dałam iktikafnya atau dua-duanya sama saja? Menurut Al-Aujah, sebagaimana yang dibahas oleh Imam Al-Bulqini, bahwa keluar untuk menjenguk semacam kerabat, tetangga dan teman dekat adalah lebih utama daripada masih tetap berada dałam mesjid. Imam Ibnush Shałah memilih pendapat yang tidak keluar dari mesjid, sebab Nabi saw. beriktikaf dan beliau tidak keluar dari mesjid untuk keperluan tersebut. Penting Imam Yusuf Al-Ardabili di dalam kitab Al-Anwar berkata Pahala iktikaf menjadi hilang sebab memaki-maki, menggunjing atau memakan makanan haram. Puasa Sunnah فصل في صوم التطوع وله من الفضائل والمثوبة ما لا يحصيه إلا الله تعالى ومن ثم أضافه وفي الأم لا بأس أن يفرده. وأما أحاديث الاكتحال والغسل والتطيب في يوم عاشوراء فمن وضع الكذابين. وصوم ستة أيام من شوال لما في الخبر الصحيح [مسلم رقم 1164] أن صومها مع صوم رمضان كصيام الدهر واتصالها بيوم العيد أفضل مبادرة للعبادة. وأيام الليالي البيض وهي الثالث عشر وتالياه لصحة الأمر بصومها لان صوم الثلاثة كصوم الشهر إذ لحسنة بعشر أمثالها ومن ثم تحصل السنة بثلاثة وغيرها لكنها أفضل ويبدل على الأوجه ثالث عشر ذي الحجة بسادس عشره. وقال الجلال البلقيني لا بل يسقط. ويسن صوم أيام السود وهي الثامن والعشرون وتالياه. وصوم الاثنين والخميس للخبر الحسن [الترمذي رقم 745] أنه صلى الله عليه وسلم كان يتحرى صومهما وقال “تعرض فيهما الأعمال فأحب أن يعرض عملي وأنا صائم” [الترمذي رقم 747] والمراد عرضها على الله تعالى. وأما رفع الملائكة لها فإنه مرة بالليل ومرة بالنهار ورفعها في شعبان محمول على رفع أعمال العام مجملة. وصوم الاثنين أفضل من صوم الخميس لخصوصيات ذكروها فيه وعد الحليمي اعتياد صومهما مكروها شاذ. فرع [في بيان أن صوم هذه الأيام المتأكد يندرج في غيره] أفتى جمع متأخرون بحصول ثواب عرفة وما بعده بوقوع صوم فرض فيها خلاف للمجموع وتبعه الأسنوي فقال إن نواهما لم يحصل له شيء منهما. قال شيخنا كشيخه والذي يتجه أن القصد وجود صوم فيها فهي كالتحية فإن نوى التطوع أيضا حصلا وإلا سقط عنه الطلب. فرع أفضل الشهور للصوم بعد رمضان الأشهر الحرم وأفضلها المحرم ثم رجب ثم الحجة ثم القعدة ثم شهر شعبان وصوم تسع ذي الحجة أفضل من صوم عشر المحرم اللذين يندب صومهما. فائدة من تلبس بصوم تطوع أو صلاته فله قطعهما لا نسك تطوع ومن تلبس بقضاء واجب حرم قطعه ولو موسعا. ويحرم على الزوجة أن تصوم تطوعا أو قضاء موسعا وزوجها حاضر إلا بإذنه أو علم رضاه. تتمة يحرم الصوم في أيام التشريق والعيدين وكذا يوم الشك لغير ورد وهو يوم ثلاثي شعبان وقد شاع الخبر بين الناس برؤية الهلال ولم يثبت وكذا بعد نصف شعبان ما لم يصله بما قبله أو لم يوافق عادته أو لم يكن عن نذر أو قضاء ولو عن نفل. pasal TENTANG PUASA SUNAH Baca juga Daftar Isi Terjemah Kitab Fathul Muin Hanyalah Allah swt. yang mampu menghitung keutamaan dan pahala puasa sunah. Dari sinilah Allah menyandarkan ibadah puasa -tidak seperti halnya ibadali lainnya- pada Zat-Nya sendiri. Allah swt. berfirman dałam hadis Qudsi, yang artinya “Semua perbuatan manusia adalah untuknya sendiri, kecuali ibadah puasa, karena puasa itu untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya.” Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim, tersebutkan “Barangsiapa berpuasa satu hari karena jihad fisabilillah, maka Allah akan memisahkan dirinya sejauh 70 tahun perjalanan dari neraka.” Sunah muakkad puasa di hari Arafah 9 Zulhijah bagi selain orang yang berhaji. Sebab, puasa ini dapat menghapus dosa selama 1 tahun yang tełah berjalan dan 1 tahun yang akan terjadi; Sebagaimana yang tersebutkan dałam hadis Imam Muslim. Hari Arafah adalah tanggal 9 Zulhijah. Untuk berhati-hati, hendaklah pada tanggal 8 dan 9 Zulhijah berpuasa. Dosa yang dihapus dalam hadis diatas, adalah dosa-dosa kecil yang tidak ada hubungannya dengan hak adami, sebab dosa besar tidaklah bisa dihapus, kecuali dengan tobat yang sahih, sedangkan hak adami terserah pada kerelaan orang yang diambil haknya. Baca juga Bab Shalat Jika orang yang berpuasa itu tidak punya dosa kecil, maka kebajikan-kebajikannya ditambah. Sunah muakkad berpuasa pada tanggal 8 Zulhijah. Dasarnya adalah hadis yang menunjukkan bahwa 10 hari di bulan Zulhijah maksudnya tanggal 1 sampai 9 Zuihijah/9 hari itu lebih utama dari 10 hari yang akhir di bulan Ramadhan. Sunah muakkad berpuasa di hari Asyura -yaitu tanggal 10 bulan Muharram. Sebab, sebagaimana yang diterangkan dalam hadis Muslim, bahwa berpuasa di hari itu dapat menghapus dosa 1 tahun yang telah berlalu. Sunah juga berpuasa di hari Tasu’a -yaitu 9 Muharram-, karena berdasarkan hadis Muslim, bahwa Nabi saw. bersabda “Jika ternyata aku masih hidup sampai di tahun depan, pastilah aku akan berpuasa di tanggal 9 Muharram.” Ternyata beiiau wafat sebelum sampai tanggal tersebut. Hikmah yang terkandung dałam berpuasa tanggal tersebut, adalah menyelisihi ibadah orang Yahudi. Berdasarkan hikmah tersebut, maka bagi orang yang tidak berpuasa dihari Tasu’a, adalah disunahkan berpuasa di tanggal 11, bahkan sekalipun telah berpuasa di hari Tasu’a, berdasarkan hadis. Di dalam kitab Al-Um milik Imam Syafi’i disebutkan Tidakmakruh berpuasa hari Asyura 10 Muhairam saja. Mengenai hadis yang menerangkan tentang bercelak mata, mandi dan memakai wangi-wangian di hari Asyura, adalah hasil buatan para pendusta hadis Maudhu 1 , seperti kata Imam Ibnu Hajar -pen. Sunah muakkad berpuasa 6 hari setelah hari Idul Fitri bulan Syawal. Hal ini berdasarkan hadis sahih, bahwa puasa pada hari-har tersebut beserta puasa Ramadhan adalah seperti puasa sepanjang masa. lmenyambung puasa 6 hari dengan hari Idul Fitri adalah lebih utama, karena berarti bersegera dalam melakukan ibadah. Sunah muakkad berpuasa di hari baidh, yaitu tanggal 13,14, dan 15, sebab terdapat hadis sahih yang menjelaskannya. Karena puasa tiga hari di hari-hari tersebut sama dengan puasa selama sebulan, sebab kebajikan itu dihpatkan 10 kali. Berdasarkan hal itu, maka kesunahannya bisa didapatkan dengan puasa 3 hari selain tanggal-tanggal di atas, tapi puasa di tanggal-tanggal yang tersebutkan di atas adalah lebih utama. Menurutpendapat Al-Aujah Uńtuk tanggal 13 Zulhijah, adalah diganti puasa pada tanggal 16 sebab puasa tanggal 13 Zulhijah hukumnya haram. Imam Al-Jalalul Buląini berkata Tidaklah begitu, tapi kesunahannya menjadi gugur. Sunah beipuasa di hari Sud malam yang gelap, yaitu tanggal 28 dan dua hari berikutnya. Sunah berpuasa di hari Senen dan Kamis. Karena berdasarkan hadis hasan, bahwa Nabi saw. mementingkan untuk berpuasa di hari itu. Beliau bersabda “Amal-amal itu dilaporkan pada hari Senen dan Kamis, maka aku senang bila amalku diiaporkan, sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.” Maksudnya Amal itu diiaporkan kepada Allah swt. Adapun amal-amal yang dibawa malaikat adalah sekali di malam hari dan sekali di siang hari; Tentang dibawanya di bułan Sya’ban adalah diarahkan pengertian, bahwa amal satu tahun dibawanya secara keseluruhan. Puasa di hari Senen adalah lebih utama daripada hari Kamis, sebab adanya kekhususan yang banyak dituturkan oleh para ulama. Pendapat Imam Al-Halimi, bahwa puasa di hari Senen dan Kamis itu imkumnya makruh, adalah pendapat yang menyimpang syadz. Cabang Segolongan ulama fatwa, bahwa puasa Arafah dan seterusnya adalah tetap bisa didapatkan dengan melakukan pula puasa fardu qadha atau nazar pada hari-hari di atas. Pendapat fatwa tersebut bertentangan dengan yang ada di dałam kitab Al-Majmu milik Imam Nawawi yang diikuti oleh Imam Al-Asnawi, sebagaimana yang beliau katakan “Jika puasa fardu dan diniatkan bersama, maka kedua-duanya tidak bisa berhasil. Guru kita Ibnu Hajar berkata sebagaimana guru beliau Menurut pendapat yang terkemuka, bahwa jika di dałam puasa-puasa tersebut Arafah dan sebagainya diniati, maka puasa itu sebagaimana halnya dengan sałat Tahiyatul mesjid; artinya jika seseorang juga berniat puasa sunah, maka berhasillah puasa kedua-duanya fardu dan sunah; Kalau dia tidak berniat puasa sunah cuma fardu, maka telah gugurlah tuntutan kesunahannya sebab sudah masuk di dalam fardu. Cabang Setelah bulan Ramadhan, bulan-bulan yang paling utama untuk dilakukan puasa adalah bulan Haram Zulkaidah, Zulhijah, Muharram dan Rajab; Adapun yang paling , adalah urutan sebagai berikut Muharram, Rajab, Zulhijah, Zulkaidah, kemudian Sya’ban. Puasa pada tanggal 9 Zulhijah adalah lebih utama daripada hari. Asyura 10 Muharram, di mana keduanya sunah ditunaikan. Faedah Barangsiapa sedang berada ditengah-tengah mengerjakan puasa atau solat sunah, baginya boleh memutusnya tidak meneruskannya; Kalau yang dikerjakan itu ibadah haji sunah, maka tidak boleh diputuskan, Barangsiapa sedang berada di tengah mengerjakan qadha wajib, maka baginya haram memutus di tengah jalan, sekalipun qadhanya adalah luas waktunya. Bagi seorang istri haram melakukan puasa sunah atau qadha wajib Muwassa’, sedang suaminya berada di sampingnya, kecuali atas izin suami atau diyakini kerelaannya. Hari yang Haram Puasa Penyempurnaan Haram hukumnya mengerjakan puasa pada hari Tasyriq 11, 12, 13 Zulhijah, Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Syak bagi orang yang tidak membiasakan puasa pada misalnya biasa puasa selama hidup, puasa sehari dan buka sehari, atau biasa puasa di hari Senen atau Kamis. Hari Syak adaiah tanggal 30 Sya’ban, di mana telah meluas berita bahwa orang-orang telah melihat bulan sabit Ramadhan, tetapi ru’yah itu belum ditetapkan didepan Hakim. Demikian juga termasuk hari Syak, yaitu tanggal setelah 15 Sya’ban, selama puasany a tidak disambung dengan hari sebelumnya, tidak bertepatan dengan kebiasaannya, atau bukan puasa nazar atau qadha, sekalipun puasa qadha sunah.[ Baca juga Bab Puasa Kitab Fathul Qorib Videoini menerangkan bab puasa dalam kitab Riyadul Badiah karya Syekh Hasbulloh Bin Sulaiman Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pengajian Bidayatul Hidayah kali ini penjelasan puasa diKitab Bidayatul Hidayah Karya Imam Ghozali. Pengajian ramadhan ini diuraikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah KH. Subhan Makmun, Desa Luwungragi, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. Sabtu 9/05/2020. Dijelaskan oleh KH. Subhan, Tidak selayaknya engkau mencukupkan diri hanya dengan berpuasa di bulan Ramadhan saja, lalu meninggalkan perniagaan dengan amalan-amalan sunnah dan meninggalkan usaha untuk menggapai derajat yang tinggi di surga hal itu yang kau lakukan maka engkau akan menyesal tatkala menyaksikan kedudukan yang dicapai oleh orang-orang yang berpuasa, yang tampak laksana bintang-bintang yang gemerlapan. Dan mereka berada di tempat yang tertinggi di dalam surga. Siapa pun yang berpuasa di dalamnya akan memperoleh pahala yang sangat banyak adalah hari Arafah 9 Dzulhijjah bagi yang tidak sedang menunaikan haji, hari Asyura 10 Muharram, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sepuluh hari pertama bulan Muharram, puasa bulan Rajab dan bulan Sya'ban. Dokpri Kyai subhan menyarankan, berpuasalah saudara diluar ramadhan, karena puasa ramadhan itu adalah modalnya dan sunnahnya itu ibarat persenan atau untung. Puasa harus dijadikan kekuatan bagi mereka yang melakukannya. Puasa itu ada yang satu tahun ketemu, sebulan, seminggu ketemu, apa saja, dijelaskan sama KH. Subhan, Berpuasa di bulan-bulan haram mulia adalah sangat utama. Bulan-bulan haram itu adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Yang satu menyendiri sedangkan yang lain berurutan. Hal ini berlaku dalam satu pun dalam setiap bulan waktu yang disunnahkan puasa adalah di awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan. Kemudian al-Ayyam al-Bidh, yakni tanggal 13, 14 dan 15 pada setiap bulan hijriyyah. Sedangkan dalam setiap minggu waktu yang disunnahkan puasa adalah hari Senin, Kamis dan Jumat. Mereka yang ahli puasa, maka ucapan mereka akan ditaati, karena para ulama yang berdakwah itu sebenarnya saat masih mudanya itu rutin menjalankan puasa, takut kepada Allah dan Wirai dan tawadhu, maka dakwahnya bermafaat, dan semua perkataan yang disampaikan akan diterima, jika dakwahnya bagus dan sesuai kriteria dai maka jamaahnya akan mentaati apa yang disampaikan bahasa jawanya nurut dengan pitutur. Namun sebaliknya, bila mereka yang jarang puasa kemudian berda'i kemudian perkataanya tidak ditaati oleh jamaahnya itu karena perkataannya seringkali tidak dilakukannya. Misalnya ahli puasa senin kamis, kemudian dakwah lewat ayo puasa senin kamis selama 3 tahun maka saat mengajak orang lain akan di taati, lah belum pernah puasa senin kamis malah ngajak puasa, malah bertambah jauh artinya tidak ditaati. Dalam menentukan awal puasa harus lewat sidang dan mereka bersaksi atau disumpah para panitia penentuan awal puasa, makanya Kementerian agama dalam menentukan awal puasa dan akhir puasa melalui sidang isbat, ada hujjahnya terkait bab itu, jadi jangan sekali-kali menentukan satu ramadhan keliru, maka saat akhir ramadhan ditambahkan, apabila tidak terlihat hilal. Kemudian jika ada orang yang musyafir ke beberapa negara, maka harus mengikuti jadwal buka puasa atau saurnya di negara itu, misalkan kita puasa di indonesia, kemudian puasa, ternyata waktu di saudi belum buka, maka kita harus ikuti puasa waktu saudi atau waktu setempat bukan waktunya jadwal Indonesia. 1 2 Video Pilihan
Ilmufiqih secara ta’rif dan ilmu adalah ilmu tentang hukum-hukum Syariat yang diambil dari dalil-dalilnya melalui metode ijtihad dari para mujtahid.Ilmu fiq
segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam, shalawat dan salam semoga untuk junjungan kita Muhammad, junjungan para utusan, beserta seluruh keluarganya dan sahabatnya dan yang mengikuti mereka dalam hal Kebagusan sampai hari kiamat setelah itu ini adalah ringkasan tentang pokok-pokok agama dan beberapa cabang-cabangnya menurut mazhab imam Syafi’i RA. dan aku beri nama riyadul badiah tentang pokok-pokok agama dan sebagaian cabang Syariah. ketahuilah bahwa wajib bagi setiap orang mukallaf walaupun hamba untuk mengetahui rukun rukun Islam dan iman. rukun-rukun Islam itu 5, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa dan haji Baitul haram jika kamu mampu jalannya. rukun iman itu ada enam kamu beriman kepada Allah, malaikat nya, kitab-kitabnya, utusannya, hari akhir dan kepada kepastian baik-buruknya. dan ia wajib juga mengetahui aqidah-aqidah iman, yaitu sifat-sifat yang wajib bagi Allah dan yang mustahil bagiNya, dan yang boleh dalam hak Allah, dan sifat-sifat yang wajib bagi utusan dan mustahil bagi mereka dan yang Jaiz dalam hak mereka. wajib bagi Allah ada, dahulu, kekal, bedanya Allah pada semua makhlukNya, berdiri Allah dengan dirinya sendiri, maksudnya Allah tidak butuh pada dzat yang dibuat berdiri dan tidak ada yang menciptakannya, tetapi Allah yang menciptakan segala sesuatu. wajib bagi Allah tunggal, maksudnya Allah tiada yang duanya, dalam dzatnya dan sifat-sifatnya dan tidak perbuatannya. ini adalah enam sifat, yang pertama dinamakan sifat nafsiyah yaitu sifat wujud, lima setelahnya dinamakan sifat salbiyah. wajib bagi Allah juga tujuh sifat yang dinamakan sifat ma’ani, yaitu sifat mampu, menghendaki, mengetahui segala yang dapat diketahui, hidup, mendengar, melihat, berbicara tanpa huruf dan suara dan lainnya yang terdapat di ucapan makhluk. dan mustahil bagi Allah tiada, baru, sirna dan kesamaan Allah dengan makhlukNya, butuh Allah pada yang mewujudkan, dan Allah tidak tunggal dzat atau sifat-sifatnya atau perbuatannya. mustahil bagi Allah lemah, wujudnya sesuatu di alam tanpa kehendaknya, butuh akan sesuatu, mati, tuli, buta, bisu atau terdapat huruf atau suara di kalamnya yang kodim. dan boleh dalam hak Allah melakukan segala sesuatu yang mungkin dan meninggalkannya. dan wajib bagi Allah ta’ala secara global setiap kesempurnaan yang sesuai dengan dzatnya yang luhur. dan mustahil bagi Allah seluruh kekurangan. dalil terhadap semua itu adalah wujudnya alam ini dengan bentuk yang indah dan wajib bagi utusan jujur dalam setiap apa yang mereka kabarkan, walaupun saat tertawa. amanah. cerdas. dan menyampaikan sesuatu yang mereka diperintahkan untuk menyampaikannya kepada makhluk. dan muhal bagi mereka berdusta, khianat, bodoh, dan menyimpan sesuatu yang mereka diperintahkan untuk menyampaikannya. dan boleh dalam hak mereka sifat-sifat manusia yang yang tidak mengurangi derajat mereka yang luhur, seperti makan, minum, sakit dan nikah yang halal. dan mengumpulkan makna sifat-sifat ini semua ucapan tiada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah. dan wajib bagi seorang mukallaf beritikad bahwa malaikat termasuk hamba-hamba Allah yang dimuliakan, dan mereka terhindar dari seluruh maksiat disucikan dari sifat-sifat manusia, dan tidak mengetahui hitungan mereka kecuali Allah. di antara malaikat adalah Jibril, Mikail, isrofil dan izroil. mereka berempat adalah para pemimpin. Mereka adalah yang paling mulia. dan di antara malaikat adalah para pembawa Ary, sekarang sekarang ada empat, dan di hari kiamat ditambah empat, dan diantara malaikat adalah mungkar dan nakir Ridwan penjaga surga Malik penjaga neraka. seseorang harus beritikad bahwa makhluk yang paling mulia adalah nabi kita Muhammad, lalu para rosul, lalu para nabi, lalu para malaikat, lalu sahabat. dan seorang harus beritikad bahwa semua makhluk akan mati ketika habisnya umur mereka, dan yang mengambil nyawa mereka adalah malaikat maut yaitu izroil, dan mereka akan ditanya setelah dikubur dalam kuburan kecuali beberapa kelompok yang khusus, dan mereka akan dibangunkan saat hari kiamat dan di hisab di mauqif atas amal-amal mereka, kecuali orang yang masuk surga tanpa hisab, dan amal-amal mereka di timbang di timbangan, dan mereka semua melewati jembatan, dan orang-orang mukmin minum dari telaga nabi Muhammad dan memperoleh syafaat beliau di hari kiamat, dan syafaat beliau yang paling besar adalah syafaat udzma saat faslul qodlo dan harus bertekad bahwa nabi kita adalah orang Arab orang Quraisy yaitu Muhammad ibn Abdillah ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn abdi Manaf ibn qushay ibn kilab ibn murrah ibn khuzaimah ibn mudrikah ibn Alya’s ibn mudhar ibn Nizar ibn maaf Adnan. dan ibu beliau adalah Aminah binti Wahab ibn abdi Manaf ibn zuhrah ibn kilab. dan beliau itu putih yang tercampur dengan merah, dan beliau adalah penutup para nabi dan para rasul, dan beliau dilahirkan di Makkah dan diutus di situ, dan hijrah ke Madinah Al Munawaroh setelah isra, dan wafat di situ, dan di makamkan di situ di rumah Aisyah radhiyallahu anha, dan syariat beliau menghapus seluruh syariat yang terdahulu, dan tetap sampai hari kiamat. dan wajib bagi seorang mukallaf untuk mengetahui syariat agama atau cabang-cabang agama, yang terpenting adalah bersuci, salat, zakat, puasa dan haji. dan kami minta pertolongan dari allah untuk menyebutkan yang terpenting, dan keberkahan. maka kami mengucapkan Termasuk thaharah adalah mandi wanita gila dan wanita kafir dzimi agar halal bagi suami yang muslim. Tidak sah wudlu, mandi dan menghilangkan najis, kecuali dengan air yang suci mensucikan, termasuk wudlu yang diperbaharui, basuhan sunat seperti basuhan kedua dan ketiga dan mandi wanita istihadhah. Air suci mensucikan adalah air yang mutlak menurut ahli bahasa Arab dan ahli syariat yang pandai mengenai air. Termasuk air mutlak adalah air yang menetes dari air mutlak yang dididihkan, air yang berubah karena benda yang tidak bermasalah, air yang dikumpulkan dari embun, air yang mencair dari es dan garam air dengan syarat tidak tibuat dari air musta’ mal. Jika dibuat dari air musta’ mal, maka sama dengan asalnya. Air mutlak yang sah untuk thaharah adalah air yang tidak kemasukan najis cair atau najis padat, tidak kemasukan benda suci yang bisa mencair dan tidak musta’mal sedikit. Air mutlak hanya ada dua Pertama, air yang turun dari langit, seperti air hujan, air salju, embun dan hujan es. Kedua, air yang keluar dari bumi, seperti air asin, air tawar, air sumur dan air mata air, seperti mata air yang muncul dari tanah atau gunung. Demikian juga air yang keluar dari jari-jari Nabi saw. Apabila air kejatuhan benda suci yang mencair seperti madu atau terpisah dari air misalnya za’faran dan garam gunung apabila tidak berada di tempatnya atau kejatuhan benda yang sifatnya seperti sifat air dan berubah air dengan sangat sehingga berubah namanya, maka suci namun tidak mensucikan hadas maupun najis, meskipun sangat banyak, misalnya seribu geriba. Air musta’mal juga suci tapi tidak mensucikan dengan dua syarat Air musta’mal kurang dari dua kulah. Jika lebih dari dua kulah maka suci mensucikan. Air musta’mal tidak berubah karena najis. Jika berubah kareng najis, maka air musta’mal menjadi najis. Air musta’mal boleh diminum namun makruh, sebagaimana dijelaskan Abdullah An Nabrawi, Air musta’mal adalah air yang digunakan untuk menghilan hadas atau najis. Air yang digunakan untuk thaharah sunat tidak dianggap musta’mal, meskipun dinadzari. Jika seseorang mang Jum’at yang dinadzari misalnya, maka dia boleh wudlu dengan ag yang digunakan mandi dan shalat Jum’at sah. Kesimpulannya 2x yang digunakan untuk thaharah fardlu adalah musta’ mal, sedangkan air yang digunakan untuk thaharah sunat tidak musta’mal. Air yang digunakan untuk menghilangkan najis pasti musta’mal, baik menghilangkan najis itu fardlu atau sunat, misalnya menghilangkan najis ma’fu. Ketahuilah, bahwa selama air berada di anggota badan orang yang hadas, tidak dianggap musta’mal. Jika anggota badan lebih dari satu, misalnya seseorang mengambil air dengan dua telapak tangannya setelah membasuh wajah dengan tujuan menghilangkan hadas dua telapak tangan, maka hadas kedua telapak tangan hilang dan air yang pada keduanya musta’mal, sehingga tidak bisa digunakan untuk membasuh sisa tangan. Apabila air yang suci mensucikan kejatuhan najis yang tidak ma’fu dan salah satu tiga sifat air berubah, yakni rasanya atau warnanya atau baunya meskipun berubahny sedikit, maka air itu najis, meskipun sebanyak lautan. Jika air itu tidak berubah karena najis, maka tidak najis karena hadits riwayat Abu Dzarr ra “Apabila air mencapai dua kulah, maka sesungguhnya air itu tidak najis.” Namun jika air yang kejatuhan najis itu tidak ada dua kulah dengan yakin, maka air itu najis, meskipun mengalir. Apabila air dibimbangkan apakah ada dua kulah atau tidak, maka tidak najis, meskipun sebelumnya sedikit dengan yakin. Banyak ulama madzhab Syafi’i mendukung pendapat Imam Malik, bahwa air tidak najis secara mutlak, kecuali karena berubah. Pendapat ini memberikan keringanan. Benda cair menjadi najis secara mutlak, sebab benda cair itu lemah dan tidak mudah menjaganya. Apabila perubahan air banyak yang berubah karena najis hilang sendiri atau karena air yang ditambahkan padanya meskipun air ini najis atau karena hujan atau air banjir, maka kembali mensucikan karena penyebab najis hilang. Demikian juga jika perubahan itu hilang karena air yang diambil darinya dan sisanya ada du akulah. Lain halnya apabila hilangnya perubahan itu karena minyak misik atau tanah. Dua kulah adalah air pada bidang segi empat yang panjang lebar dan dalamnya sehasta seperempat dengan hasta normal. Jika menggunakan timbangan, maka air dua kulah adalah lima ratus ritl Bagdad. Ulama memperkirakan lima ratus ritl Bagdad adalah lima geriba Hijaz. Jika menggunakan geriba Mesir, maka tiga geriba tambah sedikit. Jika mentega misalnya atau air yang sedikit kejatuhan najis yang tidak terlihat mata normal, mislanya setetes kencing dan najis yang menempel pada kaki lalat atau kejatuhan bangkai hewan yang tidak mempunyai darah mengalir jika anggota badannya disobek saat hidupnya, misalnya kalajengking dan cecak, sedangkan najis itu tidak merubah air, maka air tidak najis. Jika bangkai itu mati di dalam air dan merubahnya karena bangkai banyak, maka air najis. Bagian dari bangkai sama hukumnya dengan bangkai. Jika kulit kutu jatuh ke dalam benda cair dan disengaja, maka air najis. Jika tidak disengaja, maka air tidak najis. Bejana yang halal dan yang haram Boleh menggunakan bejana yang suci dari jenis apapun, baik untuk thaharah maupun lainnya, meskipun mahal harganya, misalnya bejana dari tembaga, besi, timah, kayu, tembikar, kulit meskipun belum disamak, kecuali kulit manusia yang tidak kafir harbi dan murtad. Demikian juga bejana dari batu akik, marjan, yakut dan zamrud. Namun makruh menggunakan bejana yang mahal harganya seperti bejana yang terbuat dari minyak wangi yang mahal harganya seperti misik dan anbar. Lain halnya bejana yang najis, misalnya bejana terbuat dari kulit bangkai yang belum disamak, maka haran menggunakannya, kecuali pada air yang banyak. Haram menggunakan bejana dari emas dan perak, baik bagi lelaki maupun lainnya, meskipun anak kecil, selain darurat, baik untuk makan atau lainnya, meskipun penggunaannya tidak lazim, misalnya dibalik. Wali anak kecil wanita haram membiarkannya menggunakan bejana emas perak, baik sebagian maupun keseluruhan. Haram meskipun bagi wanita tempat celak, jarum, cukil gigi, tempat cukak, kaca cermin, cendok, sisir dan tempat dupa yang semuanya terbuat dari emas atau perak. Namun diperbolehkan menggunakan bejana dari emas atau perak jika tidak ada lainnya. Haram juga memburuhkan orang untuk membuatnya dan haram menerima ongkosnya. Sunat menutup bejana meskipun dengan kayu, baik berisi air atau tidak, baik malam maupun siang hari, sebab hadits riwayat Bukhari Muslim dari Jabir ra “Tutuplah bejana dan talilah geriba” Dalam riwayat lain “Tutuplah bejana-bejanamu dan sebutlah nama Allah.” Para imam berkata “Faedah hal tersebut ada tiga. Pertama, Nabi bersabda “Sesungguhnya setan tidak bertempat pada geriba dan tidak membuka bejana.” Kedua, hadits riwayat Muslim, bahwa Nabi bersabda “Sesungguhnya dalam setahun ada malam di mana petaka turun yang tidak melewati bejana yang tidak ada tutupnya atau geriba yang tidak bertali, kecuali sebagiannya turun padanya.” Ketiga, menjaga bejana dari najis dan sejenisnya.” Sebagian ulama melakukan sunah tersebut, kemudian pagi harinya seekor ular melingkar pada kayu dan tidak masuk ke dalam bejana. Saat meletakkan kayu, harus mengucapkan “Dengan nama Allah, ini adalah tutup-Mu.” Juga sunat menali geriba, memadamkan api saat akan tidur, menutup pintu saat maghrib dan mengumpulkan anak-anak. Demikian disebutkan dalam Umdah Ar Rabih dan Hadiyah An Nashih. Lelaki yang mukallaf dan waria haram pada saat ikhtiar untuk menggunakan bejana yang disepuh dengan emas atau perak jika sepuhannya banyak. Ciri banyaknya sepuhan adalah ada sesuatu yang menetes jika benda yang disepuh dipanggang dengan api. Dalam hukum ini, tidak ada perbedaan antara bejana dan lainnya, misalnya pakaian. Juga haram menggunakan pakaian yang disulam seluruh atau sebagiannya dengan emas atau perak jika sulamannya banyak. Wanita secara ijmak boleh menggunakan benda-benda tersebut. Demikian juga anak kecil dan orang gila menurut pendapat yang kuat. Jika anak kecil dan orang gila memakainya pada hari raya, maka ulama sepakat diperbolehkan. Bagian hewan yang mati Seluruh hewan najis karena mati, kecuali manusia, belalang, ikan dan hewan yang halal dimakan serta disembelih dengan cara syar’i Bagian yang lepas dari hewan yang hidup hukumnya sama dengan bangkai hewan itu. Karena itu, ari-ari anak hukumnya suci, lain halnya ari-ari kuda misalnya. Kecuali bulu dan sayap hewan yang halal dimakan jika dicabut saat hidupnya, maka hukumnya suci. Jika dari hewan yang halal dimakan ada bagian yang terpisah dan ada bulunya, maka bulu dan bagian tersebut najis. Telur hewan yang tidak halal dimakan, boleh dimakan jika tidak membahayakan. Kulit bangkai atau kulit hewan hidup yang najis karena mati, yaitu kulitnya dikelupas dalam keadaan hidup, menjadi suci karena disamak luar dan dalam. Menyamak harus menggunakan benda yang pahit meskipun najis mughalazhah. Tidak boleh menyamak dengan garam. Tidak diharuskan menggunakan air pada saat menyamak, namun benda yang digunakan menyamak harus disertai air atau benda cair agar benda yang digunakan menyamak ada pengaruhnya. Bulu bangkai tidak bisa disamak, namun bulu bangkai yang sedikit ma’ fu. Haram memakan kulit yang disamak, meskipun berasal dari hewan yang halal dimakan, seperti haramnya menyembelih hewan yang tidak halal dimakan untuk diambil kulitnya dan dagingnya digunakan berburu. Kecuali kulit hewan yang najis mughalazhah, yaitu anjing, babi hutan dan hewan yang lahir dari keduanya, misalnya anjing jantan menjantani babi hutan betina atau dari salah satunya, seperti anjing jantan menjantani kambing. Setelah kulit hewan disamak dan belum dibasuh setelah itu, maka menjadi mutanajis dan najisnya mutawasithah. Maka harus dibasuh dengan air yang suci mensucikan. Apabila terkena najis mughalazhah, maka harus dibasuh tujuh kali dan dicampur dengan tanah, meskipun sudah dibasuh tujuh kali dan dicampur tanah sebelum disamak. Tidak boleh menggunakan kulit itu jika basah dan tidak boleh dibawa saat shalat, kecuali setelah dibasuh, namun boleh dijual sebelum dibasuh. Tidak halal memakan kulit yang disamak, baik kulit hewan yang halal dimakan atau tidak halal dimakan. Adapun kulit hewan yang disembelih, boleh dimakan setelah disamak jika tidak membahayakan. Hal-hal yang membatalkan wudlu hanya empat saja Pertama, keluarnya sesuatu dari kemaluan depan maupun kemaluan belakang, meskipun kedua kemaluan lebih dari satu dan meskipun yang keluar itu benda cair yang dilihat seseorang pada dirinya dan tidak mungkin berasal dari luar. Jika dia bimbang apakah ada sesuatu yang keluar darinya atau tidak, maka wudlunya tidak batal. Dia sah jika berwudlu dengan tujuan hati-hati. Kecuali sperma sendiri yang keluar pertama kali, maka tidak membatalkan wudhu, misalnya orang tidur mimpi basah dalam keadaan duduk, sebab mimpi basah mewajibkan mandi yang lebih besar daripada wudlu. Haid membatalkan wudlu, padahal mewajibkan mandi, sebab tidak ada faedahnya jika wudlunya tidak batal. Jika dari seseorang keluar sperma orang lain atau sperma dirinya sendiri setelah dimasukkan, maka wudlunya batal. Kedua, hilangnya kesadaran karena gila atau mabuk atau menelan obat, meskipun tidak berdosa. Atau sakit atau tidur dengan yakin, kecuali tidur orang yang menetapkan pantatnya dan antara pantat dengan tempat duduknya tidak ada tenggang, meskipun bersandar pada sesuatu yang seandainya sesuatu tidak ada, dia jatuh. Maka wudlunya tidak batal karena tidak mungkin ada sesuatu keluar dari duburnya. Tidak ada pemandangan terhadap kemungkinan keluarnya angin dar! kemaluan depan, sebab hal ini langka. Tidur tidak menetapkan panta! adalah membatalkan wudlu, meskipun yakin tidak ada sesuatu yang keluar. Seandainya duburnya dicor dengan timah dan dia tidur, maka wudlunya tetap batal, sebab yang membatalkan adalah tidurnya. Orang yang pingsan, orang yang terkejut dan orang yang disantet wudlunya batal karena kesadaran mereka hilang. Ketiga, persentuhan lelaki dan wanita lain tanpa penghalang antara kulit keduanya, meskipun keduanya sudah tua renta atau kemaluan yang lelaki dipotong atau salah satunya anak kecil yang sudah menarik lawan jenis atau mayat atau jin meskipun wujudnya bukan wujud manusia jika jelas perlainan jenis kelamin. Meskipun persentuhan terjadi dengan dipaksa, tetap membatalkan wudlu. Wudlu masing-masing dari kedua belah pihak sama-sama batal. Jika bimbang apakah yang disentuh itu lelaki atau wanita, maka tidak membatalkan wudlu. Rambut, gigi dan kuku tidak membatalkan jika bersentuhan. Bagian dari badan yang sudah lepas juga tidak membatalkan, sebab tidak disebut lelaki maupun wanita. Keempat, menyentuh kemaluan depan manusia atau jin atau bundaran duburnya dengan bagian dalam telapak tangan tanpa penghalang, baik alat kelamin itu milik sendiri atau milik orang, meskipun anak kecil atau mayat. Bagian dalam telapak tangan adalah sesuatu yang tertutup saat salah satu dari telapak tangan diletakkan pada yang lain dengan sedikit ditekan. Ini berlaku untuk selain dua jempol. Bagian dalam jempol adalah sesuatu yang tidak tampak saat meletakkan bagian dalam salah satu jempol ke bagian dalam jempol yang lain, sehingga ujung salah satunya ada di dekat pangkal yang lain dengan sedikit ditekan. Bulu yang banyak pada bagian dalam telapak tangan tidak dianggap penghalang. Meskipun kemaluan depan terpisah, namun masih disebut kemaluan, maka tetap membatalkan. Jika ditumbuk dan tidak disebut kemaluan lagi, maka tidak membatalkan. Menyentuh tersebut tetap membatalkan Jika dilakukan karena lupa atau dipaksa. Karena itu, jika seseorang meletakkan penisnya di telapak tangan orang lain, maka wudlu orang tersebut batal. Yang batal karena hal ini adalah wudlu orang yang menyentuh saja dan wudlu orang yang disentuh tidak batal, kecuali jika terjadi antara lelaki dan wanita lain. Jika demikian, maka wudlu keduanya menjadi batal. Termasuk kemaluan depan atau kulup bagian yang dipotong dari anak lelaki yang disunat dan klitoris. Jika keduanya dipotong, maka tidak membatalkan. Tiga hal haram karena hadas kecil. Pertama, shalat, baik fardlu maupun sunat. Demikian juga khutbah Jum’at, sujud tilawah dan sujud syukur. Shalat tanpa wudly termasuk dosa besar. Jika seseorang menghalalkannya, maka dia kafir Kedua, thawaf, baik thawaf fardlu, thawaf wajib maupun thawat sunat. Thawaf tanpa wudlu dosa besar. Ketiga, menyentuh mushaf, baik dengan anggota badan yang diwudlui maupun lainnya, meskipun orang yang menyentuh tidak mendapatkan air dan debu tayamum atau dia menyentuh dari balik penghalang, misalnya baju tipis yang tidak menghalangi tangan sampai ke mushaf. Dasarnya sabda Nabi saw. “Jangan menyentuh al-Qur’an an, kecuali orang yang suci.” Jika seseorang meletakkan tangannya, lalu sebagian mengenai mushaf dan sebagian mengenai lainnya, maka haram mutlak, baik yang dimaksudkan adalah mushaf atau tidak, sebagaimana ditegaskan Guru kami, Ahmad An Nahrawi. Kertas mushaf, kantongnya dan kotaknya selama mushaf ada di dalamnya, juga haram disentuh jika kantong dan kotak itu disediakan untuk mushaf saja. Boleh membalik kertas mushaf dengan kayu atau sejenisnya, sebab tidak dikategorikan membawa, kecuali jika kertas terlepas dan dibawa pada kayu, maka haram. Membawa lebih haram daripada menyentuh, namun boleh membawa mushaf bersama benda-benda lain, kecuali jika yang dimaksudkan hanya mushaf saja. Demikian juga haram jika yang dimaksud adalah keduanya menurut Ibnu Hajar. Jika yang dimaksud adalah benda lain saja atau tidak menyengaja apa-apa, maka tidak haram. Boleh menggendong orang yang membawa mushaf. Boleh namun makruh membawa tafsir apabila lebih banyak daripada Al-qur’an dengan pasti, baik warna huruf Al-qur’an lain dengan tafsir atau sama. Lain halnya jika huruf al-Qur’an lebih banyak atau sama dengan huruf tafsir atau dibimbangkan, maka haram membawa tafsir. Jika seseorang meletakkan tangannya di atas Al-qur’an dan tafsir, maka sama dengan perincian tersebut. Yang diperhitungkan adalah tempat di mana dia meletakkan tangan, bukan tafsirnya. Yang diperhitungkan dari Al-qur’an adalah tulisan Utsmani dan tulisan tafsir, bukan jumlah kalimat. Haram menelan sesuat yang ditulisi Al-qur’an dan boleh memakannya, sebab bentuk Al-qur’an sirna setelah dikunyah. Anak kecil yang sudah tamyiz dan hadas meskipun hadas besar tak dilarang membawa mushaf dan menyentuhnya dengan tujuan belajar dan hal-hal yang terkait, misalnya membawa mushaf kepada guru, sebab berat jika anak tersebut diperintah selalu suci. Cebok harus dilakukan karena hal yang keluar dari kemaluan depan atau belakang jika benda itu najis dan menodai tempat keluarnya. Cebok harus dilakukan jika seseorang hendak shalat atau ibadah sejenis atau takut berlumuran najis atau waktu shalat sudah sempit. Lain halnya jika yang keluar benda suci, seperti sperma, namun sunat cebok demi menghormati pendapat ulama yang mengatakan bahwa sperma najis. Jika benda yang keluar kering, maka tidak wajib cebok, bahkan makruh cebok karena kentut. Namun cebok karena kentut sunat jika tempat keluarnya basah dan sunat cebok karena keluarnya tahi kering dan ulat demi mengormati pendapat ulama yang mewajibkannya, sebagaimana ditegaskan Ibnu Hajar dalam Fathul Jawad. Cebok harus menggunakan air yang mutlak. Seseorang harus cebok dengan sejumlah air yang menurutnya air itu telah menghilangkan najis. Tanda hilangnya najis adalah kasarnya tempat najis. Jika telah demikian, maka tidak diperintahkan membau tangan Jika tangan dibau dan masih ada bau benda yang keluar, maka berarti najis masih ada. Ini berlaku untuk bau yang sulit dihilangkan. Seseorang boleh bercebok dengan beberapa batu saja, meskipun tanpa alasan dan dia berada di tepi lautan, sebab Nabi bercebok dengan batu. Menggunakan air saja lebih daripada menggunakan batu saja, sebab air menghilangkan zatnya najis dan bekasnya, lain halnya batu, Jika yang dibasuh adalah dua kemaluan depan milik waria, maka harus menggunakan air. Demikian juga lubang yang menganga, kencing anak kecil yang belum disunat jika kencing itu sampai ke kulup dan kencing janda atau gadis perawan jika kencingnya sampai ke tempat masuknya penis dengan yakin. Yang terbaik adalah menggunakan air dan batu daripada batu saja, baik untuk kencing maupun tinja menurut pendapat yang sahih. Jika menggunakan air dan batu, maka harus mendahulukan batu agar tidak menyentuh najis, sebab zat najis hilang karena batu. Itulah sebabnya, sunat tetap diperoleh, meskipun menggunakan batu yang najis jika tempat najis bersih dan batu kurang dari tiga jika tempat najis bersih. Dalil hal tersebut adalah hadits bahwa firman Allah turun memuji penduduk Quba’ “Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” QS. At Taubah 108 Nabi saw menemui mereka, lalu duduk di sisi mereka, kemudian bersabda “Hai kelompok Anshar, sesungguhnya Allah memuji kalian. Lalu apa yang kalian lakukan saat wudlu dan berak?” Mereka menjawab “Kami cebok dengan batu, kemudian meneruskannya dengan air.” Nabi lalu membaca ayat tersebut. Tempat najis harus disucikan dari zatnya najis dan bekasnya jika cebok menggunakan air. Sebaiknya orang yang cebok sedikit mengejan ngeden Jawa agar tidak ada sisa kotoran di sela-sela pantat. Apabila dia bercebok dengan batu, maka dimaafkan bekas najis sedikit yang hanya bisa disucikan dengan air atau tembikar kecil. Apabila cebok hanya menggunakan batu, maka harus tiga kali usapan yang merata pada seluruh tempat najis. Hal ini wajib menurut pendapat yang kuat. Boleh hanya menggunakan satu batu yang memiliki tiga sudut. Meskipun tempat najis sudah suci dengan usapan kurang dari tiga, tetap harus tiga usapan. Dasarnya hadits Muslim, bahwa Salman ra berkata “Rasulullah saw melarang kami untuk bercebok dengan kurang dari tiga batu.” Jika tiga usapan belum mensucikannya, maka harus ditambah sampai suci, sampai tidak ada bekas najis yang hanya bisa dihilangkan oleh air atau tembikar kecil. Tidak diharuskan menghilangkan bekas tersebut dengan tembikar kecil dan sunat melihat batu yang digunakan untuk cebok sebelum dibuang agar tahu, apakah batu itu bersih atau belum. Jika tempat najis suci dengan ganjil, maka tak usah ditambahi usapan. Jika tempat najis suci dengan genap, maka sebaiknya ditambah satu kali usapan. Misalnya bersihnya tempat najis dengan usapan keempat, maka ditambah satu usapan, sebab Nabi saw bersabda “Barangsiapa bercebok, hendaknya mengganjilkan. Barangsiapa berbuat hal ini, maka dia sungguh berbuat baik. Barangsiapa tidak, maka tidak apa-apa.” Benda yang sifatnya seperti batu bisa digunakan untuk bercebok yaitu benda padat yang suci, kasar dan menyirnakan zatnya najis misalnya kain dan kulit yang disamak, kecuali bagian dari masjid baik masih menempel maupun sudah terpisah. Lain halnya benda padat yang najis, seperti tahi hewan yang kering, benda padat yang mutanajis terkena najis dan bambu yang halus. Ketiga benda ini tidak bisa digunakan untuk cebok jika hanya menggunakan ketiganya saja, Syarat cebok dengan batu adalah sebagai berikut Benda najis yang keluar belum kering. Jika najis yang keluar telah kering, maka harus menggunakan air. Benda itu tak berpindah dari tempat keluarnya. Jika sudah berpindah, maka harus menggunakan air, meskipun tidak melewati pantat dan ujung penis. Jika seseorang berdiri dan kedua pantatnya merapat serta najisnya berpidnah tempat, maka harus menggunakan air. Kencing tak melewati ujung penis, yaitu bagian di atas bagian yang dipotong ketika khitan. Berak tak melewati bagian dari pantat yang merapat jika seseorang berdiri. Bagi wanita, kencing tak sampai ke organ intimnya. Berak tidak terpotong-potong. Tidak ada najis lain atau benda suci yang basah selain keringat. Jika seseorang sampai di pintu toilet, hendaknya mengucapkan “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari benda najis yang buruk, busuk dan membusukkan, setan yang dilaknat.” Lalu dia masuk toilet dengan kaki kiri dulu dan saat keluar, hendaknya mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan “Segala puji bagi Allah yang menyirnakan dariku apa yang menggangguku dan menahan padaku apa yang berguna bagiku.” Fardlu yang harus dilakukan ketika wudlu ada enam bagi orang normal maupun yang tidak normal. Empat dengan nash Al-Qur’an, satu dengan hadits yaitu niat dan satu dengan Al-Qur’an hadits, yaitu tertib. Pertama, niat, sebab Nabi saw bersabda “Amal-amal itu hanya dengan niat-niat.” Yakni sahnya amal perbuatan hanyalah dengan niat. Niat harus disertakan dengan bagian yang pertama kali dibasuh dari wajah, di antaranya bagian yang harus dibasuh dari jenggot misalnya. Niat wudlu adalah niat menghilangkan hadas atau niat fardlu wudlu meskipun pelaku wudlu masih anak-anak, sebab wudlu diharuskan untuk shalat, meskipun yang shalat anak kecil. Atau niat wudlu saja. Dalam wudlu niat wudlu saja sudah cukup, sedangkan dalam mandi tidak sah niat mandi saja, sebab wudlu hanya ibadah, lain halnya dengan mandi. Atau niat sejenisnya, misalnya berniat agar boleh memegang mushaf, boleh thawaf dan boleh shalat, meskipun waktu shalat belum masuk. Kedua, membasuh seluruh bagian luar wajah. Panjangnya adalah mulai tempat tumbuh rambut kepala sampai bawah dagu, sedangkan lebarnya adalah mulai satu cuping telinga sampai cuping yang lain. Tidak wajib membasuh cuping telinga, kecuali bagian yang harus dibasuh untuk menyempurnakan basuhan wajah. Membasuh mengecualikan mengusap tanpa mengalirnya air, maka tidak sah. Lain halnya memasukkan wajah ke dalam air, hal ini disebut membasuh. Wajib membasuh rambut yang tumbuh di wajah, baik tebal maupun tipis, baik bagian luar maupun dalamnya, kecuali jenggot yang tebal milik lelaki, maka cukup membasuh bagian luarnya saja. Kesimpulannya seluruh rambut wajah harus dibasuh bagian luar dan bagian dalamnya, baik milik lelaki maupun selain lelaki, baik tebal maupun tipis, kecuali tiga hal Bagian dalam rambut yang tebal dan keluar dari batas wajah, baik milik lelaki maupun lainnya. Yang dimaksudkan bagian dalam adalah jenggot yang di dekat dada. dan 3. Adalah bagian dalam jenggot dan cambang lelaki. Adapun bagian luarnya harus dibasuh. Sunat menyela-nyelai bagian dalam jenggot yang tebal milik lelaki dengan cara memasukkan telapak tangan kanan yang sudah dibasahi dengan air ke dalam jenggot dari bawah. Air tersebut harus air baru, bukan air untuk wajah. Adapun menyela-nyelai jenggot wanita dan waria yang tebal dan tidak keluar dari batas wajah adalah wajib. Demikian juga cambang kedua orang tersebut. Wajib juga membasuh daging hidup yang tumbuh di wajah, meskipun keluar dari batas wajah dan sangat panjang. Ketiga, membasuh dua tangan beserta dua siku, termasuk telapak tangan dan hasta. Wajib membasuh rambut yang tumbuh pada kedua tangan, baik bagian luar maupun bagian dalamnya, meskipun banyak dan panjang sampai keluar dari batas tangan. Wajib juga membasuh daging hidup pada keduanya, meskipun panjang, yakni keluar dari batas fardlu. Demikian juga jari-jari tambahan meskipun tidak sejajar, kuku walaupun panjang, lubang yang tidak tertutup dan tempat duri yang tidak masuk ke dalam. Jika demikian, maka duri harus dicabut sebab tidak sah membasuh tangan jika duri itu masih ada. Kotoran yang ada di bawah kuku tidak dimaafkan. Keempat, mengusap bagian dari kulit kepala, meskipun jika dipanjangkan keluar dari batas kepala, seperti daging hidup yang tumbuh, Atau bagian dari rambut yang tumbuh pada kepala, meskipun ujung satu rambut Dengan syarat yang diusap bukan rambut panjang yang keluar dari batas kepala. Jika rambut keluar dari batas kepala, maka tidak sah diusap. Kelima, membasuh dua kaki disertai dua mata kaki dari tiap kaki bulu dua kaki dan daging hidupnya, sebagaimana bulu dua tangan. Jika tidak ada mata kaki, maka tempatnya harus dibasuh. Jika mata kaki ada di tempat yang tidak lazim, misalnya mata kaki menempel pada lutut, maka mata kaki harus dibasuh. Hal ini juga berlaku untuk siku dan ujung penis. Namun sekelompok ulama mutakhir mengatakan, bahwa yang dibasuh adalah tempat mata kaki. Wajib menggerakkan cincin yang sempit, sebab cincin yang sempit menghalangi masuknya air, Jika berwudlu, Nabi saw menggerakkan cincin. Demikian juga wajib menggerakkan anting-anting di telinga, sebab tempatnya sempit. Yang penting adalah kira-kira air sampai ke lobangnya dan tidak ada paksaan untuk memasukkan kayu ke lobang tersebut. Wajib menyela-nyelai jari tangan kaki jika air tak sampai ke jari-jari itu, kecuali dengan diselaselai. Haram membelah jari-jari yang mendaging, sebab merupakan penyiksaan tanpa terpaksa, Keenam, mengurutkan keempat anggota badan tersebut. Yakni mendahulukan wajah atas tangan, mendahulukan tangan atas wajah, mendahulukan wajah atas kaki. Tertib ini tetap wajib sebagaimana fardlu dan syarat lainnya, meskipun lupa atau dipaksa. Jika seseorang bimbang mengenai pensucian sebagian anggota badan sebelum selesai wudlu, maka dia harus mensucikannya dan anggota badan setelahnya. Jika bimbang itu setelah wudlu selesai, maka tidak bermalasah. Ketahuilah, bahwa tidak wajib yakin bahwa air sudah merata pada anggota badan, namun cukup hanya kira-kira. Dalam wudlu, disyaratkan tidak adanya penghalang antara air dengan anggota badan yang disucikan. Karena itu, diharuskan menghilangkan kotoran yang menghalangi sampainya air ke anggota badan, misalnya lilin dan kotoran mata dari luar. Lain halnya jika kotoran itu dari keringat kecuali jika menghilangkan kotoran sangat memberatkan, yaitu kotoran itu menjadi bagian dari badan dan tidak bisa dipisahkan. Ucapan Al Qaffal bahwa bertumpuk-tumpuknya kotoran kuku tidak menghalangi sahnya wudlu, maksudnya adalah kotoran yang sudah menjadi bagian badan. Demikian disebutkan dalam Kasyf Al Muruth. Demikian juga kotoran yang ada di bawah kuku, sebagaimana dikatakan Asy Syihab Ar Ramli mengutip dari Ar Raudhah “Kotoran yang terkumpul di bawah kuku dan menghalangi sampainya air, menyebabkan wudlu tidak sah menurut pendapat yang kuat. Jika kaki seseorang terbelah, lalu dia meletakkan lilin atau inai di sela-sela belahan itu, maka inai dan lilin itu harus dihilangkan. Jika warna inai masih ada, tidak apa-apa. Jika pada anggota badan ada minyak cair dan air mengalir di atasnya serta tidak tetap, maka wudlu tetap sah menurut pendapat yang kuat.” Membasuh disyaratkan air mengalir pada anggota badan yang dibasuh. Karena itu, tidak sah mengusap anggota badan yang dibasuh, sebab mengusap bukan membasuh. Hal ini jika pembasuhan tidak dilakukan di dalam air. Juga disyaratkan air merata pada anggota badan. Karena itu, jika seseorang hidungnya atau bibirnya dipotong, maka dia harus membasuh sesuatu yang tampak pada potongan, baik dalam wudlu maupun mandi menurut pendapat yang kuat. Jika seseorang diciptakan dengan dua wajah, maka dia harus membasuh keduanya dan membasuh apa yang ada pada keduanya. Jika ada bagian yang belum dibasuh dari anggota badan, meskipun lupa, maka tak sah wudlunya, kecuali jika bagian itu dibasuh dan anggota badan setelah harus diulangi. Sunat wudlu banyak sekali, di antaranya sebagai berikut Menghadap kiblat saat wudlu, sebab doa lebih diharapkan terkabul, pada wudlu. Membaca basmalah disertakan dengan awal wudlu. Basmalah dibaca pada saat pertama membasuh dua telapak tangan disertai niat dalam hati. Dengan demikian, dia memperoleh pahala dar sunat yang dilakukan sebelum membasuh muka. Setelah membaca basmalah, ucapkan niat, lalu meneruskan pembasuhan dua telapak tangan. Sebelum basmalah, sunat ta’awwudz meminta perlindungan dan sunat hamdalah setelah basmalah. Ucapkan “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. Dengar nama Allah Yang Maha Pengasih serta Maha Penyayang. Segala puji atas Islam dan nikmat-Nya. Segala puji bagi Allah yang menjadikar air suci mensucikan dan Islam sebagai cahaya. Aku berlindung kepada-Mu dari godaan-godaan setan dan aku berlindung kepada Mu Tuhanku dari kehadiran mereka padaku.” Membasuh dua telapak tangan secara bersamaan sampai pergelangan, meskipun tidak bangun dari tidur dan tidak ingin memasukkan keduanya ke dalam bejana. Agar mendapat sunat, harus membasuhnya sebanyak tiga kali. Jika bimbang tentang sucinya, maka makruh memasukkannya ke dalam air sedikit sebelum membasuhnya tiga kali. Jika yakin najisnya, maka haram memasukkannya, kecuali dalam air banyak yang tidak disediakan untuk minum. Berkumur, lalu menghisap air ke hidung. Yang paling sempurna dalam berkumur adalah memutar air ke di dalam mulut, lalu membuangnya. Paling sempurna dalam menghisap air ke hidung adalah menarik air dengan nafas, lalu membuangnya. Bagi orang yang tidak puasa, disunatkan melakukan keduanya dengan sungguh-sungguh, sedangkan bagi orang puasa makruh jika sungguh-sungguh, meskipun puasa sunat karena membahayakan batalnya puasa. Haram bersungguh-sungguh jika puasanya fardlu jika mengira bahwa ada air yang terlanjur masuk ke rongganya, sebab Nabi saw bersabda “Bersungguh-sungguhlah dalam berkumur dan menghisap air, kecuali jika kamu puasa.” Yang terbaik adalah mengumpulkan keduanya dengan tiga cebok air yang masing-masing untuk berkumur dan menghisap air. Mengusap seluruh kepala. Apabila di kepala seseorang ada surban misalnya dan dia tidak ingin melepasnya, dia boleh mengusapnya, meskipun saat meletakkannya dia tidak dalam keadaan suci. Namun dengan beberapa syarat, yaitu Tidak diharamkan memakainya. Yang haram adalah orang yang sedang ihram tanpa alasan. Pada surban tidak ada najis yang ma’fu, misalnya darah nyamuk. Tangan tidak diangkat setelah mengusap bagian dari kepala. Mengusap kedua telinga secara bersamaan luar maupun dalam dengan air yang baru. Hal yang paling jelas adalah meratai luar dalam telinga merupakan syarat sempurnanya sunat, bukan pokok sunat. Jika yang diusap hanya sebagian telinga saja, maka tetap mendapat sunat, sebagaimana dikutip Ahmad Al Maihi dari Asy Syarqawi. Mendahulukan tangan kaki kanan atas yang kiri. Sebaliknya makruh dan demikian juga membasuh keduanya secara bersamaan, kecuali jika disunatkan menyertakan. Misalnya mensucikan dua telapak tangan, pipi dan telinga. Mensucikan tiap anggota badan tiga kali berturut-turut. Demikian juga menggosok, menyela-nyelai dan zikir, seperti basmalah dan zikir setelah wudlu. Kadang mengulangi tiga kali haram, misalnya saat waktu sempit. Terkadang tidak mengulangi tiga kali disunatkan, misalnya takut ketinggalan jama’ah satu-satunya. Berturut-turut antara anggota badan dalam mensucikan, misalnya membasuh anggota badan sebelum keringnya anggota badan sebelumnya saat cuaca normal. Jika mengulangi basuhan, maka yang dipandang adalah basuhan terakhir. Kadang berturut-turut wajib hukumnya, misalnya sempitnya waktu. Adapun siwakan, bukanlah sunat khusus bagi wudlu, namun siwakan sunat dilakukan dalam keadaan bagaimanapun, baik seseorang suci, hadas, junub, haid, puasa atau tidak puasa. Dan sunat pada tiap waktu, baik malam maupun siang, baik pagi maupun sore. Kecuali bagi orang puasa. Bagi orang yang puasa dan orang yang diharuskan menahan diri karena lupa niat, maka makruh bersiwak setelah matahari tergelincir sampai matahari terbenam, meskipur terbenamnya kira-kira, seperti pada hari-hari Dajal. Siwakan sangat disunatkan pada Saat akan berwudlu. Waktunya yang paling baik adalah sebelum berkumur dan setelah membasuh dua telapak tangan. Jika dilakukan sebelumnya, maka juga memperoleh sunat, namun harus berniat sendiri, misalnya niat bersiwak sebagai sunat wudlu. Saat mulut bau meskipun tidak punya gigi atau gigi berwarna kuning. Bangun dari tidur, baik malam maupun siang hari, meskipun tidak merubah bau mulut, misalnya tidurnya hanya sebentar. Hendak shalat, meskipun salam dari tiap dua raka’at dan pemisahnya hanya sebentar dan mulut tidak berbau. Hendak membaca Al-Qur’an dan ilmu agama, khususnya ilmu hadits. Sunat siwakan bisa diperoleh dengan segala benda suci yang kasar dan menghilangkan warna kuning pada gigi, kecuali jari yang masih menempel, meskipun dengan kain. Yang paling baik adalah bersiwak dengan kayu arak yang kering dan dibasahi dengan air. Setelah siwakan, hendaknya berdoa “Ya Allah, harumkanlah bau mulutku, sinarilah hatiku, Sucikanlah anggota-anggota badanku, bersihkanlah dosa-dosaku dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam hamba-hambaMu yang saleh. Berilah aku surga-Mu wahai Tuhan semesta alam.” Orang yang hidup tak wajib mandi, kecuali karena beberapa hal berikut Junub dan hal ini terjadi pada kaum lelaki dan kaum wanita. Melahirkan meskipun tak disertai dengan cairan yakni anak yang lahir kering, menggugurkan segumpal darah atau segumpal daging, Ada tiga hukum yang berhubungan dengan segumpal darah, yaitu wajib mandi, wanita yang berpuasa menjadi batal puasanya dan darah yang keluar setelahnya disebut nifas. Sedangkan segumpal daging di samping ketiga hukum tersebut, ada hukum yang berhubungan, yaitu iddah selesai karenanya, istibra” selesai dan hamba sahaya wanita disebut umul walad. Berhentinya haid atau berhentinya nifas, ditambah keinginan untuk shalat. Dengan demikian, yang mewajibkan mandi tersusun dari beberapa hal, yaitu keluarnya seluruh anak, keinginan agar bisa disenggama suami dan berhentinya darah. Junub terjadi adakalanya karena masuknya ujung zakar meskipun besar ke dalam kemaluan, baik depan maupun belakang, meskipun milik binatang dan tak keluar sperma. Seseorang tidak dianggap junub jika memasukkan sebagian ujung zakar, namun dia disunatkan mandi menurut sebagian pendapat. Atau karena masuknya kira-kira ujungnya zakar jika tidak punya. Jika seseorang memiliki ujung zakar dan dipotong, maka sisa zakat dianggap ujung zakar. Jika dia tidak punya zakar sejak lahir, maka diperkirakan dengan orang yang sama dengannya dalam hal tingginya badan misalnya. Jika yang disenggama mayat, maka yang menyenggama tetap wajib mandi, namun pemandian mayat tidak diulangi. Meskipun pelaku senggama lupa atau dipaksa atau zakar dibalut dengan kain tebal, bahkan berada di dalam bambu, tetap menjadi junub. Apabila seorang lelaki masuk ke dalam kemaluan wanita dan lelaki itu memasukkan zakartnya dahulu, kemudian badannya yang lain, maka keduanya wajib mandi. Jika lelaki itu memasukkan selain zakarnya lebih dulu, maka lelaki tersebut tak wajib mandi, sebab masuknya zakar mengikuti kepala, kaki atau tangan. Junub adakalanya terjadi dengan keluarnya sperma, meskipun tidak karena dimasukkan ke dalam kemaluan, misalnya saat tidur. Yang dimaksudkan adalah sperma keluar dari batang zakar atau turun ke tempat cebok bagi wanita bukan gadis atau melewati selaput keperawanan bagi gadis. Meskipun berupa darah karena banyaknya senggama atau sejenisnya, tetap disebut sperma jika memiliki satu dari tiga ciri khususnya, yaitu keluarnya sedikit-sedikit, kenikmatan yang dahsyat saat keluarnya dan kendornya zakar setelahnya, atau baunya sepertinya bau adonan roti atau manggar kurma. Keluar sperma terjadi pada lelaki dan wanita dan biasanya sperma wanita adalah kuning dan encer. Fardlu mandi ada dua, baik mandi fardlu maupun mandi sunat, sebab mandi sunat fardlunya seperti mandi wajib Pertama, niat yang disertakan dengan bagian yang pertama kali dibasuh dari badan. Anggota badan yang dibasuh setelah niat adalah sah basuhannya, meskipun bagian bawah, sebab tidak ada wajib tertib dalam mandi. Sunat mendahulukan niat bersamaan dengan sunat yang didahulukan sebelum mandi, mislanya siwakan agar sunat tersebut ada pahalanya. Karena itu, yang terbaik adalah berkata “Saya berniat Sunat mandi” saat melakukan sunat mandi, baru niat mandi. Niat mandi adalah niat menghilangkan hadas. Jika berniat menghilangkan hadas yang ada, maka sah. Jika berniat menghilangkan hadas kecil dengan sengaja, maka tak sah. Namun jika orang yang mandi berniat menghilangkan hadas kecil karena mengira bahwa niat itu sudah cukup, maka hadas anggota badan yang diwudlui hilan kecuali kepala. Atau berniat fardlu mandi atau berniat melakuka mandi atau berniat fardlu mandi atau berniat mandi untuk shalat Nia sejenis. Misalnya berniat mandi agar sah melakukan sesuatu yan membutuhkan mandi, seperti membaca Al-Qur’an. Lain halnya bernia, agar boleh lewat masjid. Kedua, meratakan air pada bagian luar badan, bagian luar rambu, dan bagian dalamnya sekali. Termasuk yang harus dikenai air adalah kuku dan benda di bawahnya, bagian yang tampak dan yang terbelah dari lubang telinga, bagian dalam kulit anak yang belum khitan, bagian dari hidung yang dipotong dan lipatan pada badan. Demikian juga jenggot tebal selain rambut yang tumbuh pada mata dan hidung meskipun panjang. Wajib mengurai rambut yang dikepang jika air tidak bisa sampai pada bagian dalamnya, kecuali dengan diurai. Lain halnya jika rambut itu terkepang dengan sendirinya. Jika seseorang mencabut satu rambut yang belum dia basuh, maka harus membasuh tempatnya. Seluruh badan harus terkena air, sebab seluruh badan bersifat junub, di samping tak berat melakukannya karena mandi jarang terjadi. Orang yang mandi harus mengejan, sehingga bundaran duburnya terbuka dan dia bisa membasuhnya serta mengeluarkan apa yang ada di duburnya. Wanita yang mandi harus membasuh sesuatu yang tampak dari kemaluannya saat dia jongkok untuk berak, meskipun dia gadis, sebab semua hal tersebut termasuk bagian luar badan. Lain halnya bagian dalam mulut, maka tidak wajib dibasuh. Apabila keduanya tak dibasuh saat mandi, meskipun karena lupa, maka mandinya tak sah, sebab seluruh badan harus dikenai air. Yang terbaik adalah membasuh kedua benda tersebut sebelum badan yang lain dengan niat khusus selain niat mandi umum. Caranya adalah dengan berkata “Saya berniat menghilangkan hadas besar dari tempat istinja’ cebok secara khusus,” lalu mengucapkan niat lain untuk badan yang lain, misalnya berkata “Saya berniat mandi untuk menghilangkan junub karena Allah.” Sunat mandi, baik mandi fardlu maupun mandi sunat banyak sekali, di antaranya sebagai berikut Wudlu sempurna sebelum mandi. Ini lebih baik. Jika seseorang wudlu, lalu hadas sebelum mandi, maka tetap memperoleh sunat meski tak mengulangi wudlu. Jika junub tidak disertai hadas kecil, misalnya mimpi basah saat duduk, maka wudlu diniati sunat mandi, misalnya berkata “Saya niat wudlu yang disunatkan karena mandi.” Jika junub disertai hadas kecil, maka wudlu diniati menghilangkan hadas kecil. Menggosok anggota badan, sebab sebagian ulama mewajibkannya, di samping lebih membersihkan badan. Memulai dengan kanan dari badan dalam menuangkan air. Pertama bagian depan, lalu bagian belakang setelah menuangkan air tiga kali ke kepala. Membasuh seluruh badan sebanyak tiga kali, misalnya membasuh kepala sekaligus dan menggosoknya tiga kali, lalu membasuh lambung depan dan menggosoknya, lalu lambung belakang, lalu lambung kiri depan, lalu lambung kiri belakang. Ulangi tiga kali. Menghadap kiblat saat mandi jika auratnya tertutup. Jika tak tertutup, maka jangan menghadap kiblat. Karena hadas besar atau junub, haram hal-hal berikut Membaca Al-Qur’an dengan empat syarat, yaitu yang dibaca adalah Al-Qur’an, bermaksud membaca Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an Itu sunat dan terdengar diri sendiri. Tidak haram jika yang dibaca adalah ayat Al-Qur’an yang dinasakh bacaannya dan kitab suci lainnya. Atau membaca Al-Qur’an dengan niat zikir saja atau memutlakkan. Atau membaca Al Fatihah bagi orang yang tidak memperoleh air dan debu. Atau membaca Al-Qur’an di dalam hati. Berdiam diri atau mondar-mandir di dalam masjid bagi muslim yang sudah baligh dalam waktu minimal tumakninah. Yang dimaksudkan masjid adalah buminya atau temboknya atau udaranya. Hal-hal yang haram karena hadas kecil, yaitu tiga hal terdahulu. Secara mutlak, tayamum merupakan keringanan, baik karena tidak adanya air atau karena hal-hal yang lain. Tayamum hanya bagi kita umat Muhammad, sedangkan umat sebelum kita, jika mereka bepergian, mereka tidak shalat dalam perjalanan dan menggadla shalat jika mereka kembali. Jika mereka tidak memperoleh air, mereka tidak melakukan shalat, sampai memperoleh air dan menggadla dan mereka tidak melakukan shalat dengan tayamum. Demikian dikutip dari catatan Al Aththar. Tak sah tayamum dengan apapun yang ada di muka bumi ini, selain tanah yang murni dan mensucikan serta ada debunya yang menempel di wajah dan tangan. Imam Malik memperbolehkan tayamum dengan segala sesuatu yang ada di tanah, misalnya pohon dan padi dan Imam Abu Hanifah juga memperbolehkannya. Muhammad murid Abu Hanifah dan Imam Ahmad memperbolehkan tayamum dengan segala sesuatu yang termasuk jenis tanah. Murid Abu Hanifah yang lain, yaitu Abu Yusuf, memperbolehkan tayamum dengan sesuatu yang tak ada debunya, misalnya batu yang keras. Syarat-syarat Tayamum Syarat tayamum ada dua Pertama, memindahkan debu meskipun dari udara. Jika debu dihambur-hamburkan oleh angin pada wajah seseorang dan kedua tangannya, lalu dia membolak-balikkan debu itu disertai niat, maka tak sah tayamumnya. Yang dimaksudkan memindahkan adalah sengaja memindahkan debu. Ini bukan niat tayamum dan niat tayamum tidak mencukupi syarat ini. Kedua, dilakukan setelah masuknya waktu ibadah yang menjadi tujuan tayamum disertai keyakinan masuknya waktu tersebut Mengambil debu juga harus dilakukan setelah masuknya waktu. Waktu shalat janazah adalah sempurnanya pemandian yang wajib atau tayamum mayit. Waktu shalat yang qadla adalah ingat shalat tersebut, waktu shalat sunat rawatib adalah waktu shalat fardlunya, waktu shalat gerhana adalah gerhana sebagian matahari rembulan, waktu istisga’ adalah berkumpulnya sebagian besar orang yang akan melakukannya jika ingin dilakukan jama’ah dan waktu shalat sunat mutlak adalah waktu manapun, kecuali waktu makruh. Penyebab Tayamum Penyebab tayamum ada tiga Pertama, tidak ada air. Termasuk hal ini adalah ada air di dekat seseorang, namun dia takut kepada musuh atau hewan buas jika menuju air. Atau dia mengkhawatir harta yang dibawanya atau khawatir harta yang ditinggal di penginapan digasab atau dicuri. Yang dimaksud dekat adalah air berada pada batas meminta tolong, yaitu jarak paling jauh yang bisa ditempuh oleh anak panah atau air ada pada jarak tersebut ditambah kira-kira 48 menit. Kedua, khawatir bahaya jika menggunakan air, baik karena sakit atau sejenisnya. Misalnya jika wudlu nyawa melayang atau anggota badan rusak atau manfaat anggota badan sirna atau khawatir bertambah menderita atau khawatir sembuh semakin lama atau khawatir timbulnya cacat yang jelas pada anggota badan. Contoh sejenis sakit adalah khawatir tertinggal rombongan atau khawatir tercebur ke laut jika mengambil air. Ketiga, membutuhkan air untuk diminum manusia atau makhluk bernyawa yang terhormat, baik sekarang atau nanti. Jika demikian, maka diperbolehkan menimbun air, bahkan harus menimbunnya dan haram wudlu dengan air demi melindungi nyawa atau anggota badan dari kebinasaan. Jika yang membutuhkan air pada masa nanti adalah teman rombongan, maka tak boleh tayamum dan harus wudlu. Jika di antara rombongan ada orang yang kehausan, maka harus memberikan air secara cuma-cuma dan haram menggunakannya untuk wudlu. Fardlu Tayamum Fardlu tayamum ada empat Pertama, niat yang disertakan dengan memindahkan debu dan bagian dari wajah yang pertama kali diusap. Menurut pendapat yang kuat, tidak mengapa jika niat hilang antara keduanya. Apabila orang yang tayamum hadas di antara keduanya, maka niat tidak sah, kecuasi jika dia berniat sebelum debu menyentuh wajah. Dia tidak perlu memindahkan debu lagi. Orang yang tayamum harus berniat menginginkan sahnya shalat fardlu misalnya, sebab sebelum tayamum dia dilarang melakukan shalat. Tidak sah berniat menghilangkan hadas, sebab tayamum tidak menghilangkan hadas. Tidak sah pula berniat fardlu tayamum, sebab tayamum merupakan thaharah darurat yang tidak layak untuk dijadikan tujuan. Namun ulama madzhab Hanafi berpendapat, sah berniat tayamum fardlu. Kedua, membasuh muka baik panjang maupun lebarnya, sampai bagian depan hidung dan dua bibir serta bagian dari jenggot yang terurai. Tidak diharuskan yakin bahwa debu sampai ke seluruh anggota badan yang diusap, namun cukup perkiraan saja. Tidak wajib juga membuat debu sampai ke tempat tumbuh rambut, meskipun rambutnya tipis, sebab hal itu sulit. Bahkan hal tersebut juga tidak disunatkatkan. Ketiga, mengusap kedua tangan disertai dua siku. Debu wajib sampai ke benda yang ada di bawah kuku dan harus dihilangkan benda di bawah kuku yang menghalangi sampainya debu. Perbedaan antara kuku dan rambut adalah kuku ada diperintah untuk dihilangkan, Sementara rambut tidak. Tidak sah memukul debu sekali untuk wajah dan dua tangan, meskipun secara teori bisa satu pukulan untuk keduanya. Masing. masing dari keduanya harus dengan satu pukulan sendiri. Yang dimaksudkan dengan pukulan adalah pemindahan debu. Keempat, urut antara kedua pukulan, yakni mendahulukan mengusap wajah atas mengusap tangan, meskipun tayamumnya untuk hadas besar. Urut tidak diwajibkan dalam mandi, sebab dalam mandi seluruh badan disamakan dengan satu anggota badan. Hal-hal Yang Membatalkan Tayamum Yang membatalkan tayamum ada tiga Hal-hal yang membatalkan wudlu. Murtad, meskipun hanya bentuknya, misalnya murtad yang dilakuan oleh anak-anak, baik murtad terjadi setelah tayamum atau di tengah tayamum. Wudlu dan mandi orang normal tidak batal karena murtad, namun jika murtad terjadi di tengah mandi wudlu, maka diperlukan niat untuk hal seterusnya. Hilangnya alasan sebelum melakukan shalat yang menjadi tujuan tayamum. Misalnya orang yang tayamum tahu adanya air yang mensucikan sebelum mengucapkan ra’ dari kata Akbar, meskipun waktu shalat sempit untuk melakukan wudlu. Hal tersebut membatalkan tayamum apabila tidak besertaan dengan hausnya hewan yang terhormat misalnya. Contoh lain adalah melihat ats setelah sempurnanya takbiratul ihram di tampat di mana biasanya ada air. Maka shalat batal dan tidak usah diteruskan, sebab tidak ada faedahnya karena harus diulangi. Jika orang yang tayamum hanya memungkinkan adanya air pada saat shalat atau dia mendapatkan air pada saat shalat atau dia mendapatkan air pada saat shalat d tempat di mana air jarang ada, maka shalat tidak batal. Satu tayamum tidak bisa digunakan untuk melakukan dua shala’ ardlu ain dan hanya untuk satu shalat fardlu ain saja dan shalat sunat yang waktunya sudah masuk sebelum tayamum. Namun jika shalat kedua adalah shalat muadah shalat yang diulangi dengan shalat asal, maka boleh satu tayamum saja, scbab muadah menjadi shalat sunat, meskipun niatnya fardlu. Tayamum untuk shalat muadah tetap dengan niat menginginkan sahnya shalat fardlu. Demikian juga Jika berniat menginginkan sahnya shalat saja, maka tidak sah shalat muadah dengan tayamum tersebut. Shalat zuhur dengan shalat Jum’at sama dengan shalat muadah, yakni dapat dikerjakan dengan satu tayamum. Dalam hal tayamum, shalat ada tiga tingkatan fardlu shalat dan thawaf, fardlu selain keduanya dan sunat keduanya. Jika seseorang tayamum dan berniat shalat fardlu ain, maka tayamumnya bisa dia gunakan untuk mengerjakan shalat fardlu ain, shalat sunat, fardlu kifayah, menyentuh mushaf, sujud syukur dan sujud tilawah. Namun tayamumnya tidak bisa digunakan untuk mengerjakan khutbah, sebab khutbah sama dengan fardlu ain. Jika dia hanya berniat shalat saja atau berniat shalat sunat, maka dia boleh mengerjakan selain shalat fardlu ain. Jika dia berniat selain shalat fardlu dan shalat sunat, misalnya berniat menyentuh mushaf, maka dia boleh mengerjakan selain shalat fardlu dan shalat sunat, misalnya sujud tilawah, sujud syukur, berdiam di dalam masjid dan membaca Al-Qur’an. Orang yang tayamum harus mengulangi shalatnya apabila dia tayamum karena cuaca dingin sebab jarangnya tidak mendapatkan air yang dipanaskan dengan api atau tayamum di tempat di mana biasanya ada air. Yakni di tempat itu biasanya ada air pada hari tersebut dalam setahun, meskipun tidak ada air di hari yang lain. yang diperhitungkan adalah tempat shalat, bukan tempat tayamum. Yang dimaksudkan najis adalah zatnya najis, yaitu benda menjijikkan yang menghalangi sahnya shalat apabila tidak ada keringanan. Sedangkan yang dimaksudkan menghilangkan najis adalah menghilangkan status yang disifatkan pada sesuatu yang bertemu dengan benda tersebut dalam keadaan basah. Seluruh hewan hukumnya suci pada saat hidupnya, kecuali anjing meskipun untuk berburu, babi hutan karena ada perintah membunuhnya meski tidak membahayakan dan hewan yang lahir dari keduanya atau dari salah satunya ke bawah. Hewan yang dibesarkan dengan susu hewan yang lahir dari salah satu dari keduanya atau dari susu kambing yang dihamili anjing tidak najis. Demikian juga ulat bangkai anjing dan babi, sebab ulat itu timbul dari busuk keduanya, bukan dari bangkai keduanya. Seluruh bangkai hukumnya najis, meskipun tidak mengalir darahnya, kecuali manusia, ikan dan belalang. Bangkai adalah hewan yang hidupnya hilang bukan karena penyembelihan syar’i, misalnya hewan yang tidak halal disembelih atau hewan yang halal disembelih namun kurang syaratnya. Ikan adalah hewan laut yang tidak bisa hidup di darat, meskipun bentuknya anjing. Bangkai belalang dan ikan adalah suci. Nabi saw bersabda “Mukmin tidak najis, baik hidup maupun mati.” Kata “mukmin” dalam hadis hanyalah memandang kebanyakan saja. Nabi juga bersabda “Belalang adalah pasukan Allah paling banyak. Aku tidak memakannya dan tidak mengharamkannya.” Semua benda yang keluar dari dua kemaluan hukumnya najis, misalnya madzi dan wadi, meskipun berasal dari burung, ikan dan belalang, kecuali sperma dari manusia atau hewan yang tidak suci, angin dan kerikil yang tidak terjadi dari kencing. Demikian juga ulat dan biji yang jika ditanam tumbuh. Telur hewan yang tidak halal dimakan dagingnya adalah suci secara mutlak dan halal dimakan selama tidak diketahui berbahaya. Telur bangkai yang sudah mengeras adalah suci dan najis jika belum mengeras, sedangkan telur yang diambil dari hewan yang hidup dan hewan yang disembelih adalah suci, meskipun belum mengeras dan berubah menjadi darah selama belum busuk. Najis ada tiga macam, yaitu mukhaffafah, mutawasithah dan mughalazhah. Mukhaffafah adalah kencing anak lelaki yang belum mencapai usia dua tahun dan belum memakan pokok selain air susu ibu. Dua tahun ini berpedoman tahun Hijriyah dan tidak boleh kurang sama sekali. Tempat yang terkena kencing tersebut menjadi suci hanya dengan diperciki air sekali saja dengan syarat air itu merata meskipun tidak mengalir dan zatnya kencing hilang sebelum air dipercikkan sebagaimana najis lainnya. Juga disyaratkan kencing itu diperas atau kering, sehingga tidak tersisa basah yang bisa lepas. Lain halnya dengan basah yang tidak bisa lepas. Jika anak kecil lelaki sudah makan selain air susu ibu sebagai makanan pokok, misalnya mentega atau usianya telah mencapai dua tahun, maka kencingnya harus dibasuh. Kencing anak tersebut masih tetap mukhaffafah jika dia menelan sesuatu yang diletakkan di langit-langit mulutnya atau untuk mengobati perutnya. Air susu manusia dan makhluk lainnya tidak ada bedanya meskipun najis. Mughalazhah adalah najis anjing, babi hutan dan hewan yang lahir dari keduanya atau dari salah satunya dengan hewan yang suci, meskipun berakal dan bisa bicara, kecuali jika berupa manusia dan lahir dari pasangan manusia dan hewan yang najis mughalazhah. Maka dihukumi suci dalam hal ibadah dan dihukumi najis dalam pernikahan Tempat yang terkena najis mughalazhah tidak suci, kecuali setelah dicuci tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan deby yang mensucikan, baik ada najis lain atau tidak, meskipun tanah lia yang basah dan baik yang dicampuri adalah basuhan awal atau basuhan akhir atau lainnya. Yang wajib adalah debu yang mengeruhkan air dan dengan perantara debu itu, air bisa mengena pada seluruh bagian benda yang terkena najis mughalazhah, baik dicampurkan sebelum diletakkan pada tempat yang terkena najis atau setelahnya. Tujuh kali basuhan tersebut belumlah cukup, kecuali jika zatnya najis mughalazhah hilang dengan basuhan pertama. Jika hilangnya zat najis mughalazhah bukan karena basuhan pertama, maka seluruh basuhan terdahulu dihitung satu basuhan dan setelah itu harus dilengkapi menjadi tujuh basuhan, meskipun basuhan terdahulu banyak sekali. Jika sifat najis mughalazhah tidak hilang, kecuali dengan enam basuhan, maka dihitung enam basuhan dan hanya perlu menambah satu kali. Mutawasithah adalah najis selain najis-najis tersebut di atas. Tempat yang terkena najis ini menjadi suci dengan mengalirnys air sekali padanya apabila tidak ada bendanya, tidak ada warnanya, baik putih maupun lainnya maupun baunya, seperti setetes kencing yang telah kering. Ini disebut najis hukmiyah. Jika ada salah satu dari ketiganya, maka najis tidak suci kecuali jika sudah hilang sifatnya dan ini disebut najis ainiyah. Apabila masih tersisa rasa najis, maka bermasalah, kecuali jika tidak bisa hilang, yakni cara menghilangkannya hanya dengan memotong. Demikian juga apabila masih ada bau dan warna najis, sebab menunjukkan masih adanya zatnya najis. Lain halnya jika yang masih ada hanya salah satunya Jika warna najis atau baunya saja yang sulit dihilangkan, maka ma’fu. Yang dimaksudkan sulit adalah tidak hilang setelah digaruk tiga kali. Jika najis sulit hilang, maka tidak ada kewajiban untuk menggunakan sabun, kecuali jika masih ada rasanya najis saja atau bau dan warnanya sekaligus. Apabila mensucikan najis tergantung pada sabun atau benda lainnya, seperti kayu usnan, maka harus digunakan. Di antara najis, ada najis yang ma’fu dimaafkan. Termasuk najis ma fu adalah sebagai berikut Najis yang tidak terlihat oleh mata normal secara mutlak, meskipun dari hewan yang najis mughalazhah dan bercampur dengan benda lain. Jika najis dapat terlihat oleh mata normal, maka adakalanya dari diri sendiri dan dari orang lain. Yang ma’fu dari orang lain adalah darah dan nanah sedikit dengan syarat bukan berasal dari anjing dan babi hutan. Darah dan nanah dari orang lain ma’fu dengan empat syarat sedikit menurut urfi adat, tidak berdosa jika berlumuran, tidak berasal dari najis mughalazhah dan tidak bercampur dengan benda lain. Kesengajaan dalam bekam tidak masalah, sebab hal itu dilakukan karena ada perlu. Yang ma’fu dari diri sendiri adalah darah dan nanah banyak dan keluar keluar bukan karena perbuatannya. Kesimpulannya, najis seperti darah dan sejenisnya, jika berasal dari diri sendiri dan sedikit menurut urfi, maka ma’ fu dengan syarat tidak bercampur dengan benda lain, Jika banyak menurut urfi, maka ma fu dengan empat syarat tidak disengaja, tidak bercampur dengan benda lain, tidak melewati tempatnya dan tidak berpindah dari tempat keluarnya. Benda suci yang kering tidak menjadi najis jika tertimpa najis yang kering. Jika najis kering itu jatuh ke tanah, maka najis itu cukup dibuang. Lain halnya najis yang basah, maka wajib dibuang dari tanah dan wajib menuangkan air yang merata pada najis tersebut. Tidak ada benda yang najis zatnya bisa menjadi suci, kecuaji kulit bangkai apabila disamak dihilangkan kotorannya meskipun karena kulit itu jatuh pada benda untuk menyamak dan arak bila berubah sendiri menjadi cukak. Arak adalah segala benda cair yang memabukkan, baik dari anggur, kurma atau biji-bijian, meskipun arak itu tidak terhormat diperas dengan tujuan menjadi arak. Yang dimaksudkan berubah sendiri adalah tanpa dicampuri benda lain. Tidak apa-apa jika arak itu mendidih dan tidak apa-apa memindahkan arak dari teduh ke panas atau sebaliknya dengan syarat tidak terjadi turun naik. Jika terjadi turun atau naik, maka wadah arak yang ada di atas arak menjadi najis, lalu akhirnya seluruh arak menjadi najis setelah berubah menjadi cukak. Apabila ada benda dimasukkan ke dalam arak atau jatuh sendiri sebelum berubah menjadi cukak meskipun benda itu suci dan tidak berpengaruh dalam berubah menjadi cukak serta masih berada di dalannya sampai berubah menjadi cukak atau diambil dan masih sisanya atau benda itu najis meskipun diambil seketika, maka arak tidak menjadi suci. Tidak apa-apa jika ada air yang menyertai anggur, sebab hal Itu merupakan keharusan. Boleh menyimpan arak yang terhormat, yaitu arak yang diperas bukan agar menjadi arak atau diperas oleb orang kafir. Arak yang tidak terhormat harus dituangkan seketika dan wadahnya suci karena dibasuh, meskipun arak telah meresap padanya dan wadah itu boleh digunakan. Termasuk yang mensucikan adalah darah hewan yang halal dagingnya atau darah manusia berubah menjadi air susu atau sperma, darah kijang betina menjadi minyak misik dan air sedikit berubab mensucikan karena banyak. Ada minuman memabukkan yang dibuat dari air susu dan rasanya asam. Memabukkannya sesuai dengan kadar keasamannya. Jelas benda tersebut najis dan tepat dengan devinisi arak. Haid adalah darah yang keluar dari rahim paling dalam wanita yang ada di dalam kemaluan wanita yang telah mencapai usia sembilan tahun Hijrah meskipun hamil dalam keadaan sehat tanpa sebab bersalin. Nifas adalah darah yang keluar dari wanita setelah sempurna melahirkan dan sebelum lewatnya masa minimal suci. Jika wanita yang melahirkan tidak melihat darah, kecuali setelah lewat lima belas hari sejak berhasil, maka dia tidak nifas sama sekali. Jika dia melihat darah sebelum lima belas hari setelah bersalin, maka permulaan nifas adalah melihat darah. Waktu tidak keluar darah bukan nifas, namun termasuk dalam hitungan enam puluh hari, sehingga harus menggadla shalatnya, namun suaminya boleh mencumbunya. Lazimnya masa kehamilan yang sempurna adalah sembilan bulan dihitung dari kemungkinan senggama. Lazimnya masa pembentukan Janin adalah empat bulan. Jadi sperma dalam perut selama empat puluh hari masih cair dan tersebar dalam badan wanita. Empat puluh hari kemudian sperma berubah menjadi darah kental, empat puluh hari kemudian berubah menjadi sepotong daging. Pada masa ini, Allah menggambar janin dan memberinya mulut, telinga, mata, usus, tangan dan kaki. Namun ada juga yang digambar pada empat puluh hari kedua. Setelah itu, Allah mengutus malaikat untuk meniupkan nyawa agar janin hidup dan bisa bergerak. Nyawa masuk pada badan lewat ubun-ubun, yaitu bagian tengah dan atas kepala, sebagaimana keluarnya nanti juga dari ubun-ubun. Ketika nyawa masuk pada janin, Allah menjadikan haid sebagai susu dan setiap pagi sore seorang malaikat datang memberinya minum susu tersebut. Demikian disebutkan dalam Lubab Ath Thalibin oleh As Suhaimi. Minimal usia wanita haid adalah kira-kira sembilan tahun Qamariyah atau Hijriyah, yaitu 354 11/30 hari. Jika wanita melihat darah pada usia sembilan tahun kurang dari lima belas hari ke bawah maka darah itu haid. Waktu haid minimal adalah sehari semalam yakni dua puluh empat jam terus menerus,. Waktu haid maksima adalah lima belas hari lima belas malam, meskipun darahnya tidak terus menerus, misalnya dalam sehari darah keluar selama satu jam dan jumlah seluruh darah ada sehari semalam. Maka darah itu haig sebab sudah mencapai minimal haid. Lazimnya haid adalah enam atau tujuh hari serta malamnya. Jika adat seorang wanita tidak sama dengan di atas, yakni darahnya kurang dari minimal haid atau lebih dari maksimal haid, maka darah itu tidak diperhitungkan. Darahnya disebut darah penyakit atau darah istihadhah dan dia harus tetap menjalankan ibadah. Minimal darah nifas adalah setetes, yaitu waktu untuk lirikan mata. Lazimnya adalah empat puluh hari dan maksimalnya adalah enam puluh hari. Hal tersebut berdasarkan penelitian Imam Syafi’i. Jika melebihi enam puluh hari, maka disebut darah penyakit, sebagaimana dalam haid. Darah penyakit atau istihadhah adalah hadas yang terus menerus, sehingga tidak menghalangi sahnya shalat, puasa dan bolehnya senggama, meskipun darah mengalir. Hal-hal berikut haram karena haid dan nifas Persentuhan kulit antara pusar dan lutut tanpa penghalang. Sentuhan kulit tanpa senggama hukumnya dosa kecil dan jika senggama hukumnya dosa besar, meskipun disertai kondom da! darah sudah berhenti. Orang yang menghalalkan senggama pads saat darah masih keluar, menjadi kafir. Lewat di masjid apabila kuatir mengotorinya. Yang dimaksudkan adalah masuk dari satu pintu keluar dari pintu lain. Lain halnya Jika masjid hanya mempunyai satu pintu, maka haram masuk Mengotori masjid adalah menajisinya dengan darah, meskipun hanya kemungkinan demi menjaga kesucian masjid. Jika wanita tidak khawatir mengotori masjid, maka makruh lewat masjid. Puasa, baik fardlu maupun sunat dan puasanya tidak sah dengan jjmak ulama. Hal-hal yang diharamkan karena junub sebagaimana telah disebutkan, yaitu lima hal. Wanita yang haid dan wanita yang nifas berkewajiban untuk mengqadla puasa yang tidak dilakukan saat haid nifas, namun shalat tidak wajib diqadla, sebab shalat itu banyak, sehingga berat jika diqadla, lain halnya puasa. Menurut pendapat yang kuat, puasa dan shalat tidak wajib sama sekali atas keduanya. Shalat lebih utama daripada lainnya. Karena itu, fardlu shalat adalah fardlu paling utama dan sunatnya adalah sunat paling utama, Shalat ibadah badan paling utama, lalu puasa, lalu haji, lalu zakat. Itu jika waktu yang dicurahkan untuk ibadah sama, sebab tidak mungkin puasa sehari mengalahkan beratnya ibadah haji dan dua raka’ at shalat mengalahkan puasa sehari. Allah mengharuskan umat Muhammad ini untuk melakukan shalat lima waktu dalam sehari semalam, yaitu zuhur, asar, maghrib, isya” dan subuh. Shalat lima waktu hanya terkumpul untuk Nabi Muhammad saw. Subuh adalah shalat Adam dengan ijmak ulama. Zuhur adalah shalat Dawud, pendapat lain shalat Ibrahim. Asar adalah shalat Sulaiman, pendapat lain shalat Yunus, pendapat lain shalat Uzair. Maghrib adalah shalat Isa, pendapat lain shalat Dawud, pendapat lain shalat Ya’kub. Isya” adalah shalat Musa, pendapat lain shalat Yunus. Pendapat lain, Isya” hanya dimiliki oleh Nabi Muhammad saja dan inilah pendapat yang kuat, sebagaimana dikatakan Al Madabighi. Shalat lima waktu hanya wajib atas muslim yang baligh, berakal normal dan suci dari haid dan nifas setelah masuk waktunya. Kita tak berkewajiban menuntut orang kafir dzimi untuk melakukan shalat, namun dia disiksa di akhirat karena dia bisa melakukannya dengan masuk Islam dulu. Wanita yang murtad tidak harus menggadla shalat pada masa haid dan nifas. Bahkan dia haram menggadlanya menurut pendapat Al Baidhawi, Ibnu Shalaf dan An Nawawi dan makruh menurut pendapat sekelompok ulama salaf dan tidak sah. Masing-masing shalat memiliki waktu yang terbatas menurut syariat. Jika keluar dari waktunya, shalat disebut qadla. Waktu zuhur adalah sejak tergelincirnya matahari dari tengah langit menurut pandangan mata kita, bukan pada hakekatnya, sampai bayangan benda melebihi benda itu sendiri ditambah bayangan istiwa’. Tergelincirnya matahari dapat diketahui dengan adanya bayangan benda melebihi bayangan istiwa’ jika ada. Jika tidak ada bayangan istiwa’, maka adanya bayangan benda menjadi tanda tergelincirnya matahari. Batas akhir zuhur tersebut sesuai dengan pendapat Abu Yusuf dan Muhammad, dua murid Abu Hanifah dan batas tersebut dipilih oleh Ath Thuhawi. Waktu asar adalah sejak bayangan benda melebihi benda itu sampai matahari terbenam keseluruhan ditambah bayangan istiwa’ jika ada. Istiwa” adalah posisi matahari di tengah langit. Dasarnya sabda Nabi saw “Barangsiapa mendapat satu raka’at dari asar sebelum matahari terbenam, maka dia sungguh mendapatkan asar.” Hasan bin Ziyadah berkata “Jika matahari sudah menguning, maka waktu asar habis.” Namun yang dimaksudkan Hasan adalah waktu ikhtiyar atau waktu pilihan. Waktu maghrib adalah sejak sempurnanya tenggelam matahari sampai mega merah tenggelam, sebab Nabi saw bersabda “Waktu maghrib adalah selama mega belum tenggelam.” Waktu isya’ adalah sejak tenggelam mega merah sampai terbitnya permulaan fajar shadiq. Sebaiknya shalat isya’ diakhirkan sampai tenggelamnya mega kuning dan mega merah, sebab sebagian ulama mewajibkannya. Jika mega di suatu daerah tidak tenggelam, maka penduduknya tenggelamnya mega di daerah terdekat. Waktu subuh adalah sejak terbitnya permulaan fajar shadig Sampai terbitnya permulaan matahari. Fajar shadig adalah putihnya cahaya matahari ketika mendekati ufuk timur. Fajar shadiq menyebar cahayanya menjulang ke atas langit. Habisnya subuh cukup dengan munculnya sebagian matahari, sebagaimana masuknya cukup dengan terbitnya sebagian fajar. Orang kafir yang masuk Islam tidak ada kewajiban mengqadla shalat untuk menarik orang kafir masuk Islam. Bahkan orang kafir haram menggadlanya menurut pendapat yang kuat, kecuali orang murtad. Orang murtad berkewajiban menggadla shalat yang tidak dilakukannya selama dia murtad, termasuk saat dia gila atau pingsan atau mabuk meskipun mabuknya bukan disengaja. Orang gila dan orang pingsan serta orang mabuk tidak wajib mengkodo shalat setelah sadar diri, kecuali jika mereka sengaja. Jika mereka tidak sengaja, maka sunat gadla. Anak kecil tidak wajib mengkodo shalat jika baligh, baik lelaki maupun lainnya. Disunatkan menggadla shalat yang tidak dilakukan pada masa tamyiz. Para ayah dan ibu berkewajiban menyuruh anak mereka disertai ancaman untuk shalat saat berusia tujuh tahun, baik fardlu maupun sunat, baik dalam waktunya maupun qadla. Yang dimaksudkan adalah sudah tamyiz. Ada anak yang tamyiz pada usia empat tahun, lima tahun, kadang ada yang sepuluh tahun. Kewajiban tersebut sifatnya fardlu kifayah. Ayah dan ibu berkewajiban memukul anak mereka jika tidak shalat saat berusia sepuluh tahun meskipun belum genap setelah mereka diperintah. Pendapat yang kuat adalah orang tua boleh memukul anak meskipun berkali-kali kalau perlu, namun dengan syarat tidak menyakiti. Yang terbaik adalah segera melakukan shalat pada awal waktunya sebab Nabi saw ditanya “Apa perbuatan yang paling baik?” Beliau menjawab “Shalat pada awal waktunya.” Wajibnya shalat dimulai sejak masuknya waktunya dan sampai waktu yang cukup untuk melakukannya. Boleh mengakhirkan shalat dartawal Waktu meskipun tanpa alasan, dengan syarat azam khusus bertekad untuk melakukannya scbelum waktunya habis menurut pendapat yang kuat. Jika waktu shalat masuk, maka seseorang berkewajiban satu dari dua hal melakukannya atau azam khusus. Jika tidak, maka dia berdosa. Jika dia telah azam khusus, namun dia mati sebelum melakukannya, padahal waktu masih luas, maka dia tidak durhaka Dalam hal azam khusus, ibadah selain shalat yang waktunya panjang sama dengan shalat, seperti haji. Jika seseorang menunda haji padahal dia mampu, lalu dia mati, maka dia mati durhaka, sebab waktu haji adalah seumur hidup dan dia telah mengeluarkan haji dari hidup. Seseorang pada permulaan akil balighnya berkewajiban untuk bertekad secara umum melakukan seluruh kewajiban dan menjauhi seluruh haram. Jika tidak, maka berdosa, namun bisa dibenahi sebagaimana yang dilakukan banyak orang. Barangsiapa ingkar wajibnya salah shalat dari lima waktu, maka dia kafir dan murtad, baik dia tidak melakukannya atau melakukannya tanpa keyakinan wajibnya, sebab dia mengingkari sesuatu dari Islam yang diketahui seluruh lapisan masyarakat. Dia diperintah bertaubat seketika. Jika dia bertaubat dengan kembali Islam, maka dia dibebaskan dan dia dihukum mati karena kafir jika tidak kembali Islam. Dia tidak boleh dishalati karena menyalati orang kafir hukumnya haram dan tidak boleh dikubur di kuburan kaum muslimin karena dia bukan muslim lagi. Dia juga tidak boleh dikubur di kuburan orang musyrik sebab dia pernah Islam. Dia tidak wajib dimandikan maupun dikafani Karena dia dibunuh sebagai kafir. Jika seseorang tidak shalat karena tidak tahu bahwa shalat wajih Iisalnya dia baru saja masuk Islam atau baligh dalam keadaan Bila lalu waras, maka dia tidak murtad. Jika setelah itu dia terus menerix tidak shalat, maka dia murtad, sebagaimana disebutkan dalam Ar Nihayah syarah Al Ghayah. Apabila seseorang tidak mengingkari wajibnya shalat setelah dia tahu dan dia tidak shalat karena malas serta dia mengakhirkannya darj waktunya tanpa alasan, maka dia mukmin fasik. Sunat menyuruh dia bertaubat seketika. Namun dia dihukum pancung meskipun hanya satu shalat yang tidak dia lakukan dengan beberapa syarat yang disebutkan dalam kitab-kitab besar Yang menuntutnya untuk shalat adalah pemerintah atau wakilnya saat waktu shalat sempit. Pemerintah mengancamnya dengan hukuman mati jika dia mengeluarkan shalat dari waktunya. Jika dia mengakhirkan shalat sampai waktunya habis, maka dia berhak dihukum mati. Kewajiban shalat tidak akan gugur dari siapapun, meskipun penyakitnya berat dan dia menjalankan shalat dalam hati, kecuali Jika akal sehatnya sirna tanpa sengaja. Tiga Imam Mujtahid berkata “Kefardluan shalat tidak gugur dari mukallaf selama dia masih berakal, sebab dia disebut mukallaf karena akalnya.” Imam Abu Hanifah berkata “Jika seseorang melihat kematian dan tidak mampu berisyarat dengan kepalanya, maka dia tidak lagi berkewajiban shalat.” Pendapat inilah yang diamalkan oleh kaum muslimin, baik dulu maupun sekarang. Tidak seorangpun dari ulama salaf maupun khalaf menyuruh seorang yang sekarat untuk shalat. Siapapun tidak mempunyai alasan untuk mengakhirkan shalat dari waktunya ketika tidak bepergian, meskipun kesibukannya banyak, kecuali jika dia lupa selain karena bermain. Jika dia lupa karena bermain, maka bukan alasan baginya. Atau dia tidur sebelum waktunya dan dia tidak bangun, kecuali setelah waktunya habis atau dia tidur setelah masuknya waktu shalat dan dia yakin bangun sebelum waktu habis. Maka dia dianggap beralasan. Apabila ada shalat qadla bagi seseorang tanpa alasan, maka dia harus segera mengqadlanya dan dia tidak boleh menggunakan waktu selain untuk mengqadlanya, seperti shalat sunat, kecuali darurat, misalnya menunaikan shalat fardlu, bekerja mencari nafkah wajib dan tidur. Apabila shalat itu gadla dengan alasan, maka tidak harus segera mengqadlanya, namun yang terbaik adalah segera menggadilanya agar segera bebas dari tanggung jawab. Syarat sahnya shalat ada empat Pertama, thaharah. Yakni suci dari dua hadas dan najis yang tidak ma’fu pada badan, pakaian dan tempat. Jika seseorang lupa thaharah dan shalat, maka dia diberi pahala atas maksudnya, bukan atas perbuatannya. Termasuk yang wajib suci adalah bagian dalam hidung, mulut dan mata. Jika dia memakan sesuatu yang najis dan belum membasuh mulutnya, lalu dia shalat, maka shalatnya tidak sah. Termasuk pakaian adalah benda yang dibawa orang yang shalat meskipun tidak ikut bergerak karena gerakannya. Jika kotoran burung banyak di tempat shalat, maka ma’fu pada sajadah dan tanah, meskipun bukan masjid dengan tiga syarat Tidak sengaja berjalan di atasnya. Kedua belah pihak tidak ada yang basah. Namun jika tidak ada jalan lain, maka ma’ Berat jika menjauhinya, meskipun najis tidak merata. Kedua, menutupi aurat dari arah atas dan dari seluruh penjuru bagi yang mampu, meskipun shalat dilakukan di dalam gelap dan sendirian. Jika aurat terlihat oleh orang yang shalat sendiri atau orang lain saat dia ruku” atau sujud dari kerah baju atau lengan, maka shalat batal, meskipun tidak terlihat secara nyata kecuali dari bawah. Jika dia shalat di atas dan auratnya terlihat dari bawah, maka tidak masalah. Hal ini berlaku bagi lelaki dan wanita. Tutup aurat harus menghalangi tahu warna kulit bagi teman bicara yang matanya normal. Jika kulit terlihat karena sinar matahari atau api, maka tidak masalah. Aurat lelaki dan sahaya wanita dalam shalat, bagi pandangan muhrim dan bagi sesama lelaki bagi lelaki adalah anggota badan di antara lutut dan pusar, namun keduanya wajib menutupi pusar dan lutut, meskipun keduanya tidak termasuk aurat. Aurat wanita merdeka dalam shalat adalah seluruh badannya, kecuali wajah dan dua telapak tangan. Termasuk auratnya adalah bagian dalam telapak kaki. Maka dia harus menutupinya, meskipun dengan tanah pada saat berdiri. Namun pada saat sujud, wanita harus hati-hati dan jangan sampai bagian telapak kakinya kelihatan, sebab membatalkan. Wajah dan telapak tangan bukan aurat sebab perlu ditampakkan. Apabila seseorang tidak mampu menutup aurat ketika shalat karena tidak menjumpai penutup aurat atau dipenjara di tempat yang najis dan dia hanya mempunyai satu pakaian yang tidak cukup untuk menutup aurat dan tempat, maka dia boleh shalat telanjang dan harus ruku’ sujud dengan sempurna serta tidak wajib mengulangi shalat jika mendapatkan penutup aurat. Namun dia harus shalat pada saat waktu shalat sempit atau biasanya dia tidak mampu mendapatkan penutup aurat yang memadai. Ketiga, masuknya waktu untuk shalat yang dibatasi waktu, baik tahu sendiri atau diberitahu orang yang terprcaya atau lewat kompas bagi yang bisa, meskipun hanya perkiraan, misalnya shalat lima waktu dan shalat sunat rawatib qabliyah ba’diyah. Masuknya waktu rawatib qabliyah besertaan dengan masuknya shalat fardlu dan masuknya waktu rawatib ba’diyah adalah dengan melakukan shalat fardlu. Syarat ba’diyah adalah yakin sahnya shalat fardlu. Habisnya waktu kedua rawatib adalah habisnya waktu shalat fardlu meskipun fardlu belum dilakukan. Dan terjadinya sebab secara yakin untuk shalat yang dibatasi sebab, misalnya shalat gerhana Tidak sah melakukan shalat yang dibatasi waktu kecuali setelah waktunya tiba dan tidak sah melakukan shalat yang bersebab kecuali Jika terjadi sebabnya secara meyakinan. Seorang ulama ditanya mengenai seorang lelaki yang hidup selama dua puluh tahun di suatu tempat. Selama itu, fajar tampak Olehnya, lalu dia shalat subuh, namun kemudian ternyata perkiraannya itu salah. Apa yang harus dilakukannya? Ulama tersebut menjawab, bahwa orang tersebut hanya berkewajiban shalat subuh sekali, sebah shalat tiap hari menjadi gadla shalat hari sebelumnya. Itu jika dia shalat dengan dasar perkiraan masuknya waktu shalat dengan ijtihad, Jika tidak, maka shalatnya tidak sah, meskipun sebenarnya waktunya telah masuk. Keempat, menghadap zatnya Ka’bah dengan dada saat berdiri dan duduk dan dengan mayoritas badan pada saat ruku’ sujud. Hajar Aswad tidak termasuk Ka’bah. Menghadap Ka’bah tersebut harus yakin jika dekat, baik dengan melihat atau menyentuh Ka’bah dan dengan perkiraan jika jauh, yakni orang yang ada penghalang antara dia dengan Ka’bah. Tidak sah jika hanya menghadap ke arah barat bagi kita menurut pendapat sahih, namun di antara ulama ada yang berpendapat, bahwa sah menghadap ke arah barat, meskipun tidak menghadap zat Ka’bah, seperti madzhab Malik. Demikian dikatakan Ahmad Al Maihi. Kecuali dalam shalat sunat di perjalanan yang mubah meskipun makruh menuju tujuan khusus. Dalam shalat sunat ini tidak disyaratkan menghadap Ka’bah, meskipun yang dilakukan adalah shalat sunat Id dan gerhana menuju arah tujuan, baik naik kendaraan atau berjalan kaki. Pelaku shalat tersebut tidak boleh beralih, kecuali ke arah kiblat meskipun di belakang punggungnya, sebab kiblat adalah arah asal. Orang yang berjalan harus menghadap kiblat pada saat takbiratul ihram, ruku’, sujud dan duduk antara dua sujud. Sedangkan pada saat berdiri, i’tidal, tasyahud dan salam dia boleh berjalan dan tidak menghadap kiblat. Demikian juga shalat khauf karena musuh kafir campur bau! dengan kita di medan perang. Shalat yang disamakan dengan shalat khauf juga tidak disyaratkan menghadap kiblat, baik fardlu maupun sunat yang dikhawatirkan habis waktunya. Rukun shalat adalah sesuatu yang sahnya shalat tergantung padanya dan merupakan bagian dari shalat. Rukun shalat ada tiga belas jika thumakninah yang jumlahnya ada empat dianggap pengikut rukun, bukan rukun tersendiri. Pertama, niat yang disertakan dengan bagian dari takbiratul ihram. Jika shalat yang dikerjakan fardlu, maka harus ada tiga hal tujuan melakukannya, menentukan shalatnya yaitu zuhur atau asar atau qashar dan niat kefardluan. Jika yang dikerjakan sunat, maka harus ada dua hal, yaitu tujuan melakukannya dan menentukan shalatnya. Jika yang dikerjakan shalat sunat mutlak, maka hanya harus satu hal, yaitu tujuan untuk melakukannya. Tiga Imam Mujtahid berpendapat, bahwa niat sudah cukup jika diucapkan tepat sebelum takbiratul ihram. Kedua, berdiri dalam shalat fardlu bagi yang mampu, meski fardlu kifayah atau shalat anak-anak. Jika seseorang tidak mampu berdiri, maka harus shalat duduk bagaimanapun gayanya. Jika dia tidak mampu duduk, maka harus shalat berbaring pada pinggang kanan. Wajahnya sunat menghadap kiblat dan badannya bagian depan wajib menghadap kiblat, seperti wajibnya menghadap kiblat pada waktu dia berdiri dan duduk jika dia bisa menghadap kiblat dengan badan bagian depan. Jika tidak bisa, maka cukup dengan wajah saja, seperti disebutkan dalam At Tuhfah. Sunat berbaring pada pinggang kanan seperti orang mati di liang lahat dan makruh berbaring pada pinggang kiri apabila tidak beralasan, yakni bisa berbaring dengan pinggang kanan. Jika dia tidak mampu berbaring meskipun menurut dia sendiri, maka harus shalat terlentang dan kepalanya harus ditinggikan dengan benda supaya bisa menghadap kiblat dengan wajah, misalnya bantal diletakkan di bawah kepalanya. Yang terbaik adalah dua lekukan kakinya menghadap kiblat seperti orang sekarat, Yang penting adalah wajah menghadap kiblat dan tidak wajib menghadap kiblat dengan selain wajah. Namun jika tidak bisa menghadap kiblat dengan wajah, maka harus menghadap kiblat dengan sebagian badan, Dia juga harus duduk untuk ruku’ dan sujud apabila mampu, Apabily masih tidak mampu ruku’ sujud dengan duduk, maka harus isyarat ruku’ sujud dengan kepala dengan cara mendekatkan kening ke tanah semampunya. Sujud harus lebih rendah daripada ruku’, yakni menambah isyarat untuk ruku’. Apabila tidak mampu isyarat dengan kepala, maka harus isyarat dengan kelopak mata. Namun di sini tidak wajib isyarat sujud lebih rendah daripada isyarat ruku’, sebab tidak ada perbedaan dalam isyarat dengan mata. Apabila tidak mampu, maka harus menjalankan rukun shalat dalam hati, yaitu dengan membayangkan dirinya berdiri, membaca Al Fatihah dan ruku’, sebab hal tersebut mudah. Dia tidak wajib mengulangi shalatnya setelah itu. Madzhab Abu Hanifah dan Malik adalah jika sescorang tidak mampu berisyarat dengan kepala, maka shalat gugur darinya. Imam Malik berkata “Orang tersebut tidak wajib mengulangi shalatnya.” Namun menurut Abu Hanifah, orang itu harus menggadia shalat tadi jika ada lima waktu atau kurang. Jika lebih dari lima waktu, maka tidak wajib qadla. Pahala sama sekali tidak berkurang dalam seluruh shalat tersebut sebab berhalangan. Orang yang mampu berdiri diperbolehkan shalat sunat dengan duduk dan berbaring, baik sunat rawatib atau lainnya. Duduknya bebas, namun yang terbaik adalah iftirasy dan yang terbaik dari berbaring adalah berbaring pada pinggang kanan. Tidak boleh shalat denga! terlentang, sebab tidak diriwayatkan, meskipun menyempurnaka ruju’ sujud. Orang yang shalat berbaring harus duduk untuk ruku’ dan sujud dengan sempurna. Namun pahala orang duduk setengah pahala orang berdiri dan pahala orang berbaring setengah dari orang duduk. Ini berlaku untuk orang yang mampu dan bagi selain Nabi Muhammad saw. Ketiga, takbiratul ihram. Takbir ini harus menggunakan kata . dan tidak boleh menggunakan kata lain bagi yang mampu. Yang tidak mampu mengucapkan dengan bahasa Arab, boleh menggunakan bahasa non Arab, namun tidak boleh beralih ke zikir yang lain. Dia harus mempelajari meskipun dengan merantau. Orang yang tidak mengucapkan dengan bahasa Arab dan belum mungkin belajar seketika, harus menerjemahkan kata tersebut dengan bahasa apapun, meskipun bukan bahasanya. Yang terbaik adalah menerjemahkannya dengan bahasa Persia sebab lebih mudah, sebagaimana ditegaskan Guru kami, Yusuf As Sanbalawini. Namun Guru kami Ahmad An Nahrawi menegaskan, bahwa yang terbaik adalah dengan bahasa Suryani, sebab mayoritas kitab Samawi menggunakan bahasa Suryani. Sunat membaca doa iftitah setelah takbir ini, misalnya ucapan “Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan memiji-Mu. Berkah hama-Mu, tinggi keagungan-Mu dan tak ada tuhan selain Engkau.” Lalu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk, misalnya mengucapkan “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.” Keempat, membaca Al Fatihah termasuk basmalah yang jumlah ayatnya ada tujuh dalam tiap berdiri raka’at atau penggantinya, di antaranya berdiri kedua pada shalat gerhana. Rukun ini bagi orang yang shalat munfarid shalat sendirian dan lainnya, baik dalam shalat jahr shalat yang Fatihahnya keras maupun shalat sirr shalat yang Fatihahnya pelan. Membaca Fatihah bisa dilakukan dengan hafalan atau dibimbing atau melihat tulisan. Makmum masbuk Fatihahnya ditanggung oleh imam apabila imam layak menanggungnya, yaitu imam tidak hadas, tidak umi, tidak berada dalam raka’at tambahan dan tidak berada dalam ruku’ kedua dari shalat gerhana. Masbuk adalah makmum yang tidak mendapat waktu yang cukup untuk membaca Fatihah bersama imam menurut orang yang bacaannya normal, bukan menurut bacaannya sendiri menurut pendapat yang kuat. Imam Abu Hanifah, para muridnya, Imam Malik dan Imam Ahmad sepakat, bahwa shalat makmum sah meskipun tidak membaca apa-apa, sebab Nabi saw bersabda “Kamu dicukupi oleh bacaan imam, baik dia membaca keras maupun pelan.” Fatihah harus urut sesuai dengan urutannya yang dikenal dar berturut-turut, yaitu setiap kata ditemukan dengan kata lain tanpa dipisah, kecuali untuk nafas dan istirahat. Jika dipisah untuk bernafas atau karena istirahat, maka tidak mengapa, meskipun lama. Jika bacaan Fatihah dipisah oleh zikir lain yang tidak berhubungan dengan shalat, misalnya orang bersin membaca hamdalah, maka berturut-turutnya batal dan bacaan harus diulangi. Namun jika hal itu terjadi karena lupa, maka tidak apa-apa dan boleh meneruskan bacaan Fatihah. Setiap huruf harus dibaca dengan tajwid baik dan lengkap tasydidnya yang berjumlah empat belas. Jika seseorang salah dalam membacanya dengan kesalahan yang merubah makna, misalnya kata . dibaca . dan dia bisa belajar, maka shalatnya batal. Apabila kesalahan itu tidak merubah makna, misalnya . dibaca . , maka sah shalatnya namun haram jika sengaja. Apabila seseorang tidak bisa membaca Fatihah, maka sebagai gantinya dia harus membaca tujuh ayat dari Al-Qur’an, meskipun terpisah, baik dari satu surat atau dari beberapa surat, meskipun tidak menunjukkan arti yang rapi. Apabila tidak mampu, maka dia harus membaca tujuh macam zikir, misalnya tasbih dan tahlil sebagaimana dikatakan Al Baghawi. Namun Imam Haramain tidak sependapat dan berkata “Tidak harus tujuh macam zikir.” Pengganti Fatihah, baik ayat Al-Qur’an maupun zikir, hurufnya tidak boleh kurang dari huruf Fatihah, termasuk idghamnya. Apabila tidak mampu, maka dia harus berdiri diam selama waktu untuk membaca Fatihah menurut huruf yang diucapkan bagi bacaan yang sedang. Dia tidak boleh menerjemah Fatihah dengan bahasa selain Arab, sebab terjemah menghilangkan kemukjizatan Al-qur’an. Sunat membaca surat dari Al-qur’an setelah Fatihah minimal tiga ayat seperti surat Al Kautsar atau kurang dari satu ayat dengan Syarat bermakna pada shalat yang jumlah raka’atnya dua, seperti Jum’at dan subuh dan pada dua raka’at pertama dari shalat yang Jumlah raka’atnya tiga seperti maghrib atau empat seperti isya’. Dua Surat yang dibaca disunatkan sesuai urutan mushaf. Jika pada rakaat pertama yang dibaca surat An Nas, maka pada raka’at kadua yang dibaca permulaan surat Al Baqarah. Jika makmum masbuq tertinggal dua raka’at, maka pada dua raka’at terakhir dia sunat membaca surat, Sedang pada shalat maghrib, dia sunat mengulangi surat tersebut dua kali, sebab pada dua raka’at pertama dia tidak membaca surat. Kelima, ruku’ disertai thumakninah, sehingga anggota-anggota badan diam sebelum mengangkat kepala dari ruku’ untuk I’tidal, Kewajiban ruku’ bagi orang berdiri adalah membungkuk setelah Fatihah, sehingga dua telapak tangan sampai pada dua lutut apabila pelaku shalat sedang tangan dan lututnya. Sunat dalam ruku meratakan antara punggung dan leher sehingga bagaikan satu papan, menegakkan kedua betis, memegang dua lutut dengan tangan dan merenggangkan jari-jari tangan ke arah kiblat. Yang dimaksudkan adalah tidak menyerongkan jari-jari ke arah kanan atau kiri. Minimal ruku’ bagi orang duduk adalah keningnya sejajar dengan depan lututnya, sedangkan ruku’ maksimal baginya adalah kening sejajar dengan tempat sujud. Saat ruku’ sunat mengucapkan “Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung.” Minimal sempurna adalah tiga kali. Jika lebih dari tiga kali, maka lebih baik, kecuali jika menjadi imam, makruh lebih dari tiga kali, kecuali jika para makmum setuju. Keenam, i’tidal disertai thumakminah sehingga anggota-anggota badan diam sebelum turun untuk sujud. Ibnu Mugri berpendapat, bahwa i’tidal dalam shalat sunat bukan rukun. Berdiri antara ruku’ dan sujud bukan fardlu menurut Abu Hanifah dan Muhammad muridnya. Abu Yusuf berkata “Berdiri tersebut adalah fardlu dan shalat tidak sah jika tidak dilakukan.” Kewajiban i’tidal adalah kembali setelah ruku’ kepada keadaan sebelumnya, yaitu berdiri atau duduk. Jika seseorang ruku’, dari berdiri, lalu dia jatuh dari ruku’nya sebelum thumakninah, maka dia harus kembali ruku’ disertai thumakninah, lalu i’tidal. Jika dia jatub dari ruku’ setelah thumakninah, maka dia harus bangkit i’tidal, lalu sujud. Saat bangun dari ruku’ sunat mengucapkan “Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya.” Yakni semoga Allah menerima pujian orang tersebut. Setelah i’tidal tegak, sunat mengucapkan “Tuhan kami, bagi-Mu segala puji dengan puji yang besar, banyak, suci, diberkahi, memenuhi langit, memenuhi bumi dan memenuhi sesuatu selain keduanya.” Imam sunat mengeraskan bacaan . dan memelankan bacaan . . Sedangkan munfarid dan makum, membaca keduanya dengan pelan. Sunat juga membaca doa qunut pada i’tidal rakaat terakhir dari subuh setiap hari meskipun gadla setelah mengucapkan zikir pada i’tidal di atas. Demikian juga shalat witir setengah bulan kedua Ramadhan, yakni pada i’tidal witir akhir pada bulan tersebut. Qunut dapat dilakukan dengan membaca ucapan yang mengandung doa dan memuji Allah, misalnya “Ya Allah, ampunilah aku wahai pemberi ampun.” Adapun doa qunut yang masyhur yaitu “Ya Allah, tunjukkanlah aku beserta orang yang Engkau beri petunjuk. Sembuhkanlah aku beserta orang yang Engkau sembuhkan. Kasihilah aku beserta orang yang Engkau kasihi. Berkahilah aku pada apa yang Engkau berikan. Jauhkanlah aku dari keburukan sesuatu yang Engkau putuskan. Sesungguhnya Engkau memutuskan dan tidak diputuskan. Sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau kasihi dan tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau Tuhan kami dan Maha Tinggi. Maka bagi-Mu segala puji atas apa yang Engkau putuskan dan Engkau beri petunjuk. Aku memohon ampun pada-Mu ya Allah dan bertaubat kepada-Mu. Bershalawatlah ya Allah kepada junjungan kami Muhammad Nabi yang umi yang dengannya Engkau menyelamatkan dari neraka dan dengannya Engkau memberi petunjuk dari kesesatan. Dan kepada keluarga junjungan kami Muhammad dan sahabatnya dan berikan keselamatan. Tuhanku, ampunilah dan rahmatilah dan Engkau Pemberi rahmat terbaik.” Ketujuh, sujud dua kali pada tiap raka’at disertai thumakninah, yaitu anggota-anggota badan tenang sebelum kepala diangkat dari sujud. Hanya sujud yang diulangi untuk membuat setan geram, sebab setan diperintah untuk bersujud kepada Adam, namun dia menolak. Di samping itu, sujud menunjukkan tawadhu” yang sempurna, yaitu kening diletakkan pada tempat berpijak telapak kaki dengan harapan doa diterima oleh Allah. Anggota badan sujud ada tujuh Pertama, kening dan harus terbuka. Cukup sebagian dari kening saja, meskipun sedikit sekali, meski makruh. Orang yang shalat boleh sujud di atas sapu tangan di tangannya, meskipun diikatkan menurut pendapat Al Hifni. Kedua dan ketiga, dua lutut. Keempat dan kelima, bagian dari bagian dalam kedua tangan. Yang diperhitungkan adalah bagian dalam telapak tangan, yaitu yang membatalkan wudlu jika digunakan untuk menyentuh, baik jani maupun telapak tangan. Keenam dan ketujuh, bagian dalam dari ujung dua telapak kaki, meskipun dari satu jari saja. Ketujuh, anggota badan tersebut harus diletakkan secara bersamaan di atas tempat shalat. Dalam sujud juga disyaratkan badan bagian bawah yaitu pantat dan Sekitarnya diangkat di atas badan bagian atas, yaitu kepala, pundak dan telapak tangan. Kepala harus ditekan, sampai berat kepala terasa, Yakni seandainya dia sujud di atas kapas, maka kapas itu membekas oleh tekanan kepala. Sujud terbaik adalah mengucapkan takbir untuk turun tanpa mengangkat tangan. Takbir dimulai saat turun dan diakhiri saat akhir turun. Dua lutut diletakkan renggang kira-kira sejengkal, lalu dua telapak tangan dalam keadaan terbuka sejajar dengan dua pundak, sementara jari-jarinya direnggangkan dan menghadap kiblat, Kemudian letakkan kening dan hidung secara bersamaan. Dua telapak kaki direnggangkan kira-kira sejengkal dalam keadaan terbuka jika tidak perlu menutupnya karena dingin cuaca. Menutup telapak kaki dan telapak tangan tidak makruh. Saat sujud sunat mengucapkan “Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi dan dengan memijiNya.” Minimal sempurna adalah tiga kali. Jika lebih dari tiga, maka lebih baik. Sunat menambahi zikir tersebut dengan zikir “Maha Suci, Maha Suci, Tuhan para malaikat dan Jibril.” Khusus munfarid, dianjurkan untuk menambahkan zikir “Diriku sujud kepada Tuhan yang menciptakannya, mbentuknya, membelah telinganya dan membelah matanya. Maha Suci Allah, Pencipta terbaik.” Zikir ini diriwayatkan dari Ali dan disunatkan menurut ulama madzhab Syafi’i. Sedangkan menurut ulama madzhab Hanafi, zikir ini khusus untuk shalat tahajud. Sunat juga memperbanyak doa saat sujud, sebab Muslim neriwayatkan sabda Nabi saw “Paling dekatnya hamba kepada Tuhannya adalah saat dia sujud. Maka perbanyaklah doa.” Kedelapan, duduk di antara dua sujud disertai thumakminah, yakni bangun dan turunnya terpisah. Ibnu Mugri berpendapat, bahwa dalam shalat sunat duduk antara dua sujud bukan rukun. Diriwayatkan bahwa Abu Hanifah berkata “Jika lebih dekat ke duduk, maka sah. Jika lebih dekat ke tanah, maka duduk tidak sah.” Pada duduk ini, sunat mengucapkan “Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, angkatlah aku, tamballah aku, berilah aku rezeki, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan maafkanlah aku. Tuhanku, berilah aku hati yang takwa, suci, bebas dari syirik, tidak kafir dan tidak celaka.” Doa ini tidak khusus bagi munfarid. Kesembilan, duduk terakhir di mana biasanya salam dilakukan. Duduk ini disebut duduk akhir, sebab biasanya memang ada duduk awalnya. Hanya shalat subuh yang tidak ada duduk awalnya. Duduk ini termasuk rukun, sebab merupakan tempat bagi zikir yang wajib, seperti berdiri bagi membaca Fatihah. Kesepuluh, membaca tasyahud pada duduk tersebut. Tasyahud paling sempurna adalah tasyahud Ibnu Abbas ra yang dipilih oleh Imam Syafi’i, yaitu sebagai berikut “Penghormatan yang berkah dan shalat yang suci adalah milik Allah. Salam, rahmat Allah dan berkah Allah untukmu wahai Nabi. Salam untuk kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Kesebelas, adalah shalawat kepada Nabi Muhammad saw pada duduk tersebut setelah membaca tasyahud. Minimal shalawat adalah “Ya Allah, bershalawatlah kepada Nabi Muhammad.” Tidak sah membaca shalawat sebelum tasyahud. Sedangkan shalawat yang sempurna disebutkan dalam kitab-kitab besar, yaitu “Ya Allah, bershalawatlah kepada Nabi Muhammad, hamba-Mu dan nabi-Mu yang umi dan kepada keluarga Muhammad istri-istrinya dan anak cucunya, sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Berkahilah Muhammad, keluarga Muhammad, istri-istrinya dan anak cucunya, sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim pada semesta alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terjadi dan Maha Agung.” Kedua belas, salam pertama. Yang wajib dalam salam adalah “Salam untuk kalian.” Boleh juga dibalik . , namun makruh. Dalam salam disunatkan Menambahkan kata . Lengkapnya adalah Tidak sunat menambahkan kata . , meskipun diriwayatkan dari banyak jalur. Mengucapkan salam pertama ke kanan dan salah kedua ke kiri. Jika dibalik, maka makruh. Setiap salam menoleh ke arah masing-masing. Yakni pada salam pertama menoleh sampai kelihatan pipi kanan dari belakang dan pada salam kedua pipi kiri kelihatan dari kiri. Kedua salam dimulai dengan menghadap kiblat dan diakhiri bersamaan dengan purnanya menoleh, sebagaimana dikatakan Al Mahalli. Ketiga belas, mengurutkan rukun shalat sebagaimana disebutkan. Di antaranya niat disertakan dengan takbiratul ihram dan keduanya beserta Fatihah dilakukan dalam berdiri. Tasyahud akhir dan shalawat Nabi serta salam pertama dilakukan pada saat duduk. Urut dimaksudkan pada selain rukun-rukun tersebut. Shalat sunat tidak terhitung jumlahnya, namun ada empat kelompok Shalat sunat yang dibatasi waktu. Shalat sunat yang sebabnya dahulu. Shalat sunat yang sebabnya nanti. Shalat sunat mutlak, yaitu shalat sunat yang tak dibatasi waktu dan tidak bersebab. Shalat sunat yang dibatasi waktu ada dua macam Shalat sunat yang disunatkan jama’ah, misalnya shalat id, shalat tarawih dan witir di bulan Ramadhan. Shalat yang tidak disunatkan jama’ah, misalnya witir di luar Ramadhan dan shalat sunat rawatib. Shalat sunat rawatib qabliyah dan ba’diyah ada dua puluh dua raka’at dan sepuluh raka’at di antaranya muakkad sangat dianjurkan, yaitu Dua raka’at sebelum subuh. Pada shalat ini dianjurkan membaca surat Alam Nasyrah atau Qul Ya pada raka’at pertama, sedangkan pada raka’at kedua Al Fil atau Al Ikhlas. Dua raka’at sebelum zuhur. Dua raka’at sesudah zuhur. Dua raka’at setelah maghrib. Dua raka’at setelah isya’. Shalat-shalat tersebut disebut muakkad, sebab Nabi saw selalu melakukannya. Dua belas raka’at tidak muakkad, yaitu Dua raka’at sebelum zuhur. Dua raka’at setelah zuhur sebagai tambahan atas yang muakkad. Dasarnya sabda Nabi saw “Barangsiapa selalu melakukan empat raka’at sebelum zuhur dan empat raka’at sesudahnya, maka Allah mengharamkannya atas neraka. ” Shalat Jum’at sama dengan zuhur, sehingga qabliyah dan ba’diyahnya empat raka’at. Empat raka’at sebelum asar. Dasarnya hadits “Semoga Allah merahmati orang yang shalat empat raka’at sebelum asar.” Maka sebaiknya empat raka’at ini dilakukan dengan harapan dalam doa Nabi saw. Dua raka’at sebelum maghrib. Dua raka’at sebelum isya’. Shalat witir adalah shalat sunat yang mandiri dan bukan termasuk watib. Shalat witir lebih utama daripada seluruh shalat rawatib. minimalnya satu raka’at dan tidak makruh jika selalu satu raka’at, hanya khilaful aula. Maksimalnya sebelas raka’at, sehingga tidak boleh lebih dari itu. Minimal sempurna adalah tiga raka’at. Waktu witir adalah setelah melakukan shalat isya’ dan tidak sah sebelum melakukan shalat isya’. Sunat menjadikan witir sebagai shalat terakhir di malam hari. Waktunya memanjang sampai terbitnya fajar shadiq. Jika dilakukan di luar waktunya tanpa alasan, maka makruh dan jika tidak dilakukan sama sekali, maka lebih makruh. Peringkat shalat sunat adalah sebagai berikut Idul Adha. Idul Fitri Gerhana matahari. Gerhana rembulan. Istisqa’. Qabliyah subuh. Rawatib lainnya. Shalat sunat yang berhubungan dengan perbuatan, seperti shalat thawaf, shalat ihram dan tahiyat masjid. Shalat sunat wudlu. Sunat zawal, sunat awwabin. Shalat sunat mutlak, misalnya tahajud. Termasuk shalat sunat yang tidak dianjurkan jama’ah adalah sebagai berikut Shalat isyraq. Dua raka’at setelah matahari bersinar dan tinggi. Shalat dhuha. Minimal dua raka’at, yang terbaik delapan raka’at dan maksimal delapan raka’at. Waktunya mulai matahari naik sampai tergelincir. Shalat awwabin. Waktunya setelah melakukan shalat maghrib sampai masuknya isya”. Jika shalat isya’ dilakukan jama’ taqdim, maka awwabin dilakukan setelah melakukan isya”. Minimal dua raka’at dan maksimal dua puluh raka’at. Shalat sunat yang sebabnya dahulu ada dua macam Yang dianjurkan jama’ah. Di antaranya shalat gerhana dan shalat istisqa’. Yang tidak dianjurkan jama’ah. Di antaranya Tahiyat masjid. Shalat sunat wudlu. Dilakukan setelah wudlu dan belum lama berselang. Shalat thawaf. Dilakukan setelah thawaf. Shalat kembali dari bepergian. Dua raka’at dan dilakukan di masjid sebelum masuk rumah. Jika dilakukan setelah masuk rumah, tidak masalah. Shalat sunat adzan. Dua raka’at dengan niat sunat adzan. Shalat sunat zifaf malam pertama. Dilakukan oleh suami dan istri setelah bersatu dan bclum senggama. Niatnya sunat zifaf Shalat hajat. Dua raka’at dengan niat keinginan terkabul. Shalat sunat yang sebabnya belakangan tidak dianjurkan jama’ah, Di antaranya Shalat taubat. Dua raka’at sebelum bertaubat dan niatnya sunat taubat. Namun juga boleh dilakukan setelah taubat. Shalat istikharah. Dilakukan untuk setiap hal yang mubah. Shalat ihram. Dilakukan sebelum ihram. Dua raka’at saat keluar dari rumah untuk bepergian. Niatnya sunat safar. Dua raka’at sebelum akad nikah. Dua raka’at malam Jum’at setelah maghrib untuk memudahkan mati dan porahara setelahnya. Dua raka’at setelah maghrib untuk menjaga iman. Shalat sunat mutlak di antaranya adalah Shalat malam. Shalat ini bisa diperoleh dengan shalat apapun, meskipun shalat sunat isya” atau witir atau fardlu qadla atau nadzar. Shalat tasbih. Empat raka’at dan caranya seperti shalat lainnya. Cuma sebelum ruku’ sebaiknya mengucapkan 15 kali “Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya maupun upaya kecuali denga” Allah Yang Maha Tinggi dan Agung.” Pada saat ruku’ 10 kali, i’tidal 10 kali, sujud pertama 10 kali, duduk antara dua sujud 10 kali, sujud kedua 10 kali, duduk istirahat 10 kali dan setelah tasyahud 10 kali. Jumlah pada tiap raka’at adalah 75 tasbih. Sebelum tasbih tersebut, bacalah zikir yang sudah maklum. Sunat yang diperintahkan di dalam shalat ada dua macam, yaitu ab’adh dan haiat. Ab’adh ada dua puluh sunat secara rinci, yaitu Termasuk sunat ab’adh adalah berdiri untuk qunut dan shalawat salam kepada Nabi dan keluarganya serta sahabatnya dalam qunut. Witir dilakukan pada i’tidal raka’at kedua subuh dan 1’tidal witir separo kedua Ramadhan. Qunut adalah zikir yang terdiri dari doa dan sanjungan, meskipun berupa ayat dari Allah. Jika tidak mengandung kedua unsur tersebut, tidak disebut qunut. Tasyahud pertama pada shalat fardlu. Termasuk sunat ab’adh adalah shalawat kepada Nabi dan duduk membaca shalawat. Tasyahud pertama adalah kalimat yang wajib dalam tasyahud akhir, yaitu “Penghormatan adalah milik Allah. Salam, rahmat Allah dan berkah Allah untukmu wahai nabi. Salam untuk kami dan hambahamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad.” Sunat haiat banyak sekali, di antaranya Tasbih ruku’, tasbih sujud dan zikir-zikir rukun lainnya, sepert memuji Allah pada saat i’tidal, doa saat duduk antara dua sujud, doa setelah tasyahud dan shalawat Ibrahimiyah. Setelah tasyahud, Ibnu Mas’ud ra berdoa beberapa kalimat, di antaranya “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu seluruh kebaikan, apa yang telah aku tahu darinya dan apa yang belum aku tahu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari seluruh keburukan, apa yang telah aku tahu darinya dan apa yang aku belum tahu.” Barangsiapa selalu tidak membaca tasbih ruku’ dan sujud, maka kesaksiannya ditolak. Madzhab Imam Ahmad adalah orang yang sengaja tidak membacanya, batal shalatnya. Jika lupa, maka bisa diganti dengan sujud sahwi. Takbir intiqal takbir karena berpindah ke rukun lain. Takbir ini dibaca pada tiap turun dan bangun, kecuali bangun dari ruku’ Kalau bangun dari ruku’, zikirnya adalah . . Sejarah zikir ini adalah Abu Bakar ra tidak pernah ketinggalan shalat berjama’ah dengan Nabi saw. Pada suatu hari, Abu Bakar mengira dia telah ketinggalan shalat asar. Dia bersedih dan bergegas-gegas berjalan. Saat tiba di masjid, ternyata Nabi saw masih ruku’, sehingga Abu Bakar berkata “Alhamdu lillah” dan takbiratul ihram. Maka Jibril turun saat Nabi ruku’, lalu berkata “Muhammad, . -semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya-.” Maka Nabi mengucapkannya saat bangun dari ruku’ dan sejak saat itu, zikir tersebut menjadi sunah berkah Abu Bakar ra. Sebelumnya Nabi saw mengucapkan takbir ketika bangun dari ruku’. Doa iftitah. Yakni doa untuk memulai shalat. Misalnya “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dengan kesalahan-kesalahanku, seperti Engkau menjauhkan antara timur dan barat.” Doa Iftitah habis waktunya jika melakukan hal setelahnya, baik sengaja atau lupa. Memohon perlindungan kepada Allah sebelum Fatihah atau gantinya, meskipun zikir yang murni. Sunat ini juga habis waktunya Jika melakukan hal setelahnya. Mengucapkan Amin setelah membaca Fatihah atau gantinya apabila mengandung doa. Membaca surat setelah mengucapkan Amin, baik shalat jahriyah maupun sirriyah bagi imam dan munfarid serta makmum yang tidak mendengar bacaan imam. Kecuali raka’at ketiga maghrib dan raka’at ketiga keempat shalat yang raka’atnya empat. Mengeraskan dan memelankan bacaan pada tempatnya. Sunat mengeraskan bacaan bagi selain makmum pada shalat subuh, Jum’at, id, gerhana rembulan, istisqa’ meskipun di siang hari, dua raka’at pertama maghrib dan isya”, witir Ramadhan meski Sendirian tanpa tarawih dan shalat thawaf malam hari. Wanita mengeraskan suaranya, namun di bawah suara lelaki. Dengan syarat ia tidak berada di hadapan kaum lelaki. Demikian juga waria Yang dimaksudkan keras adalah orang di sebelah anda mendengar, sedangkan yang dimaksud pelan adalah hanya anda dengar sendiri. Jika seseorang tidak melakukan sebagian sunat ab’adh, misalnya satu lafal, baik sengaja atau lupa, maka dia disunatkan sujud sahwi Demikian juga jika dia bimbang, apakah ada bagian dari gunut yang tidak dia baca atau tidak. Maka tetap sunat sujud sahwi. Dia tidak boleh kembali ke sunat jika telah melakukan fardlu. Jika dia tidak melakukan sunat haiat, maka tidak boleh sujud sahwi, meskipun sengaja. Jika dia sujud sahwi dengan sengaja karena tidak melakukan sunat haiat, maka batal shalatnya, kecuali jika belum tahu. Apabila seseorang bimbang mengenai jumlah raka’at yang telah dia lakukan, misalnya telah tiga atau empat raka’at atau mengenai rukun shalat, maka dia harus meneruskan hal yang diyakininya dan melakukan apa yang dia bimbangkan. Yang diyakini adalah bilangan yang paling sedikit, yaitu tiga dalam contoh di atas dan harus menambah satu raka’at. Dia tidak boleh mengandalkan perkiraannya maupun ucapan orang lain selama orang lain tidak mencapai bilangan mutawatir, yaitu beberapa orang yang kira-kira tidak mungkin bohong. Minimal lebih dari empat orang, meskipun mereka kafir atau fasik atau anak-anak. Contoh bimbang adalah seseorang bimbang saat sujud, apakah saat i’tidal dia thumakninah atau tidak. Maka dia harus segera kembali i’tidal. Jika dia diam sebentar untuk mengingat-ingat, maka batal shalatnya jika dia imam atau munfarid. Jika dia makmum dan tidak berniat mufaragah keluar dari jama’ah, maka dia harus mengikuti jama’ah dan dia menambah setelah imam salam. Di samping hal di atas, dia sunat melakukan sujud sahwi, meskipun kebimbangannya sirna sebelum dia salam. Jika saa’ tasyahud dia ingat, bahwa dia belum melakukan rukun selain niat, takbiratul ihram dan satu sujud dari raka’at terakhir, maka dia harusmenambah satu raka’at setelah imam salam, namun tidak usah sujud sahwi. Sujud sahwi tidak boleh melebihi dua sujud, meskipun lupanya lebih dari satu. Antara dua sujud sahwi harus dipisah dengan duduk, seperti sujud shalat. Tempatnya adalah sebelum salam dan tasyahud yang ditutup dengan shalawat Nabi saw serta zikir setelahnya. Jika sujud sahwi dilakukan sebelum itu, maka shalatnya batal. Bimbang setelah selesainya shalat mengenai jumlah raka’ at atau rukun shalat adalah tidak apa-apa, kecuali jika yang dibimbangkan adalah niat. Kesimpulannya, jika seseorang setelah salam langsung bimbang mengenai fardlu selain niat dan takbiratul ihram, maka tidak ada pengaruhnya. Jika yang dia bimbangkan adalah niat atau takbiratul ihram, maka dia harus shalat lagi, selama dia tidak ingat sudah melakukannya, meskipun lama. Jika kebimbangan tersebut terjadi di dalam dalam shalat, lalu dia ingat telah melakukannya dalam waktu kurang dari thumakninah, maka tidak masalah. Jika tidak demikian, maka bermasalah. Menurut pendapat yang kuat, bimbang mengenai syarat shalat setelah salam, tidak berpengaruh. Jika seseorang bimbang setelah salam, apakah dia sudah wudlu atau belum, maka tidak apa-apa, meskipun sebelum shalat dia yakin dirinya hadas. Namun dia tidak boleh shalat lagi selama masih bimbang. Baik shalat fardlu, shalat sunat, shalat jenazah, sujud syukur maupun sujud tilawah. Hal-hal yang membatalkan shalat banyak sekali dan di antaranya adalah Sengaja bicara meskipun sedikit yaitu dua huruf atau satu huruf. Yang membatalkan adalah ucapan makhluk, baik dengan bahasa Arab maupun lainnya, meskipun tidak ada artinya. Jika lupa dan sedikit, maka tidak membatalkan. Orang yang lupa bahwa dia sedang shalat dan ucapannya sedikit atau dia belum tahu bahwa ucapan membatalkan shalat jika dia dimaafkan, shalatnya tidak batal. Misalnya dia baru saja masuk Islam, meskipun hidup di lingkungan muslimin atau dia hidup di hutan yang jauh di mana tidak ada orang yang tahu bahwa shalat batal karena ucapan. Jika ucapan orang tersebut banyak menurut urfi kebiasaannya, maka mambatalkan. Sedikit maksudnya enam kata atau kurang, sebagaimana kisah Dzul Yadain ra, yaitu Nabi saw shalat zuhur atau asar bersama para sahabat, lalu beliau salam pada raka’at kedua, kemudian beliau menuju sebuah kayu di masjid dan bersandar seperti sedang marah. Maka Dzul Yadain berkata “Apakah shalat diqashar atau engkau lupa, ya Rasulullah?” Nabi menjawab “Aku tidak lupa dan shalat tidak diqashar.” Yakni menurut keyakinan dan perkiraanku.” Dzul Yadain berkata “Salah satunya terjadi.” Nabi bertanya kepada para sahabatnya, termasuk Abu Bakar dan Umar “Apakah benar apa yang dikatakan Dzul Yadain?” Keduanya menjawab “Ya.” Maka Nabi shalat dua raka’at lagi, lalu sujud dua kali dan salam.” Yang diucapkan Dzul Yadain adalah enam kata menurut urfi kebiasaannya. Jika seseorang dipaksa mengucapkan dua kata dalam shalat, maka batal shalatnya, sebab hal tersebut jarang terjadi. Jika dia mengucapkan ayat Al-Qur’an atau zikir dengan maksud berbicara kepada orang lain, maka dirinci. Jika dia bermaksud zikir atau membaca ayat Al-Qur’an dan tidak berbicara kepada orang itu, maka tidak batal shalatnya. Jika dia bermaksud berbicara kepada orang itu atau tidak bermaksud apa-apa, maka batal shalatnya. Misalnya ada tamu, anda mengucapkan “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera.” QS. Al Hijr 46 Atau anda melarang seseorang dengan berkata “Yusuf, berpalinglah dari ini.” QS. Yusuf 29 Perbuatan banyak yang tidak termasuk perbuatan shalat, meskipun lupa, kecuali pada shalat khauf, shalat sunat di perjalanan dan diancam hewan seperti ular. Misalnya tiga langkah kaki. Tiga langkah kaki adalah perbuatan banyak jika berturut-turut, meskipun jaraknya hanya selangkah kaki. Contoh lain adalah menggerakkan tiga anggota badan, misalnya dua tangan dan kepala sendiri-sendiri. Perbuatan yang sedikit tidak membatalkan shalat, sebab Nabi saw menggendong Umamah binti Zainab saat beliau berdiri dan meletakannya saat sujud. Dan beliau melepaskan dua sandal dan memerintahkan membunuh ular serta kalajengking. Hadas besar atau kecil, baik sengaja atau lupa sebelum mengucapkan mim dari dari salam pertama. Jika hadas terjadi pada orang Shalat atau dia dipaksa untuk hadas, maka shalatnya batal, sebab thaharahnya batal dengan ijmak. Najis yang tidak ma’ fu, baik kering atau basah pada badan, pakaian dan dia tahu namun tidak menghilangkannya seketika. Jika dia tidak tahu najis, kecuali setelah selesai shalat, maka dia harus mengulangi shalat. Namun jika dia mati sebelum tahu, maka yang diharapkan dari Allah adalah tidak menghukumnya di akhirat. Salam dengan sengaja pada sclain tempatnya. Jika seseorang salam karcna lupa, maka tidak batal shalatnya dan dia meneruskan shalatnya. Niat keluar dari shalat scbelum waktunya. Waktunya bersamaan dengan salam. Melakukan suatu rukun fi’li shalat rukun shalat yang merupakan perbuatan di selain tempatnya dengan sengaja. Misalnya sujud sebelum i’tidal atau i’tidal sebelum ruku’ sempurna. Jika seseorang mendahulukan rukun gauli rukun shalat yang merupakan ucapan dengan sengaja, misalnya mengulangi Fatihah atau membaca shalawat Nabi sebelum tasyahud, shalatnya tidak batal, namun dia harus mengulanginya. Jika lupa, maka tidak apa-apa, misalnya ingat pada akhir shalat, bahwa dia belum melakukan satu sujud dari raka’at terakhir. Maka dia harus melakukan sujud itu dan mengulangi tasyahud. Jika sujud yang belum dilakukan dari raka’at lain, maka dia harus melakukan satu raka’at lengkap. Demikian juga apabila dia bimbang, apakah sujud yang belum dilakukan itu dari raka’at terakhir atau raka’at lain. Murtad, semoga Allah melindungi, meskipun hanya bentuknya, misalnya murtad yang dilakukan anak-anak. Murtad menyebabkan shalat batal seketika jika terjadi di dalamnya. Lain halnya jika terjadi setelah shalat selesai. Sebagian aurat kelihatan bagi orang yang mampu menutupinya. Misalnya angin menerbangkan penutup aurat dan dia tidak menutupnya seketika. Lain halnya jika dia segera menutupnya, maka shalatnya tidak batal. Jika aurat dibuka oleh orang lain atau hewan misalnya kera, maka membatalkan, meskipun langsung ditutup. Jika aurat dibuka karena lupa, lalu ditutup langsung, maka tidak membatalkan. Jika tidak, maka batal. Merubah niat tanpa alasan, misalnya niat shalat fardlu dialihkan menjadi shalat sunat atau fardlu yang lain. Maka shalatnya seketika batal dan shalat kedua tidak jadi. Lain halnya jika beralasan, misalnya mengira waktu shalat sudah masuk, lalu takbiratul ihram, padahal sebelumnya belum masuk, maka shalat tersebut berubah menjadi shalat sunat. Jika seseorang shalat fardlu sendirian, lalu dia melihat beberapa orang jama’ah shalat tersebut, maka dia sunat merubah shalatnya menjadi sunat mutlak dan salam dua raka’at atau satu raka’at jika waktu masih banyak. Jika sudah sempit, maka haram merubahnya. Sengaja beralih dari kiblat dengan dada tanpa alasan meskipun dipaksa, kecuali dalam shalat khauf dan shalat sunat di perjalanan. Termasuk yang beralasan adalah orang sakit yang tidak mendapatkan orang yang menghadapkannya ke kiblat. Maka dia shalat sesuai keadaannya dan dia harus mengulangi shalatnya. Jika seseorang shalat, lalu orang lain memaksanya untuk berganti arah dan dia kembali ke arah kiblat dengan segera, maka batal Shalatnya, sebab jarang terjadi. Jika dia lupa bahwa dia sedang Shalat, lalu dia beralih dari kiblat dan kembali ke arah kiblat seketika, maka tidak batal. Ibnu Duraid berkata “Orang yang pertama kali melakukan shalat jama’ah adalah Rasulullah saw saat keluar dari gua pada shalat subuh, Scbelum itu, kaum muslimin shalat sendiri-sendiri.” Jama’ah hanya dimiliki oleh umat Muhammad saja, seperti halnya shalat Jum’at, id, gerhana dan istisqa’. Makna jama’ah adalah ikatan shalat makmum dengan shalat imam. Minimal jama’ah selain shalat Jum’at adalah makmum dan imam. Jama’ah lebih utama daripada sendirian dengan terpaut dua puluh tujuh derajat. Shalat jama’ah pada shalat fardlu selain shalat Jum’at adalah fardlu kifayah bagi para lelaki yang merdeka, tidak bepergian dan tidak telanjang. Fardlu ini sudah gugur jika dilakukan oleh sekelompok orang dari penduduk daerah jika mereka lelaki, baligh, merdeka dan syair Islam tampak. Tidak gugur jika yang melakukannya bukan penduduk daerah setempat, kaum wanita, anak-anak dan budah. Shalat jama’ah harus dilakukan di tempat yang tampak oleh banyak orang dan tidak ada orang yang malu untuk memasukinya. Untuk desa kecil, jama’ah cukup dilakukan di satu tempat yang menampakkan syiar Islam. Untuk desa besar dan daerah yang lebih besar, jama’ah harus dilakukan di beberapa tempat yang menampakkan syiar Islam. Jika dilakukan di satu tempat saja, maka fardlu kifayah belum gugur. Sunat yang sempurna bagi selain wanita, waria dan pemuda yang tampan adalah shalat di masjid. Sedangkan ketiga orang tersebut, yang terbaik bagi mereka adalah shalat di rumah. Jika seorang lelaki jama”ah di rumahnya bersama anggota keluarganya, tetap memperoleh fadlilah jama’ah. Syarat jama’ah ada sembilan Pertama, makmum harus berniat menjadi makmum atau berniat jama’ah. Jika makmum tidak berniat demikian atau bimbang dan dia mengikuti imam dalam perbuatan atau salam setelah menanti lama, maka shalatnya batal, sebab dia menggantungkan shalatnya dengan shalat orang lain tanpa ikatan. Kedua, makmum tahu perbuatan imam, baik dengan melihat langsung perubahan imam atau dengan melihat sebagian shaf atau mendengar suara imam atau suara bilal yang terpercaya atau penghubung. Penghubung adalah orang yang berdiri di depan pintu agar dia melihat imam atau sebagian makmum. Penghubung menjadi imam bagi orang yang shalat di belakangnya. Ketiga, makmum mengikuti perbuatan imam. Syarat ini menunjukkan bahwa shalat imam dan makmum harus serasi dalam perbuatan lahir. Karena itu, tidak sah orang shalat fardlu makmum kepada orang shalat gerhana jenazah atau shalat gerhana dengan dua ruku’. Syarat ini juga menunjukkan, bahwa makmum harus mengikuti imam dalam sunat yang tampak buruk jika dia tidak mengikuti imam. Dalam sujud tilawah, makmum mengikuti imam, baik dalam melakukan maupun tidak melakukannya. Dalam tasyahud awal, makmum harus mengikuti imam jika imam tidak melakukannya. Dalam hal qunut, makmum mengikuti imam jika imam melakukannya. Syarat ini juga menunjukkan, bahwa takbiratul ihram makum harus belakangan setelah imam dengan pasti. Jika makmum menyertai imam dalam satu huruf dari huruf takbiratul ihram, maka shalatnya tidak jadi. Keempat, makmum berkumpul bersama imam di satu tempat. Yakni jarak antara keduanya dan antara tiap dua shaf tidak lebih dari 300 hasta dengan hasta orang sekitar 180 meter. Tidak apa-apa Jika lebih tiga hasta atau kurang. Syarat ini berlaku bagi imam yang Shalat di atas dan makmum di bawah atau sebaliknya. Jika imam dan makmum ada di dua bangunan atau dalam satu bangunan, maka ada syarat tambahan, yaitu tidak ada penghalang antara keduanya yang menghalangi makmum sampai pada imam. Apabila keduanya berada dalam masjid, disyaratkan makmum tahu perubahan imam, meskipun jarak antara keduanya lebih dari tiga ratus hasta asalkan makmum bisa sampai pada imam meskipun dengan membelakangi kiblat. Kelima, makmum tidak mendahului imam pada tempat, baik makmum mundur dari imam atau sejajar dengan imam. Jika makmum lebih depan dari imam di tengah shalat, maka shalat makmum batal, Jika hal itu terjadi pada takbiratul ihram, maka shalat makmum tidak jadi sama sekali, kecuali pada shalat khauf, tidak mengapa lebih maju dari imam karena terpaksa. Keenam, makmum tidak mendahului imam dalam dua rukun fi’li dan tidak tertinggal dari imam dalam dua rukun fi’li bila tanpa alasan. Misalnya imam turun sujud, sementara makmum berdiri. Lain halnya jika makmum mendahului imam dengan dua perbuatan karena lupa atau belum tahu, maka tidak batal shalatnya. Jika makmum ingat atau menjadi tahu, maka dia harus kembali menyesuaikan diri dengan imam. Jika tidak, shalatnya batal. Mendahului imam dengan dua rukun yang tidak fi’il, tidak membatalkan shalat. Misalnya bacaan Fatihah dan ruku’ atau tasyahud dan shalawat Nabi,. Ketujuh, imam tidak lebih rendah daripada makmum. Tidak sah lelaki makmum kepada wanita atau waria dan tidak sah waria makmum kepada wanita atau waria. Wanita boleh makmum kepada wanita atau kepada waria, seperti wanita sah makmum kepada lelaki. Dengan demikian, wanita hanya sah mengimami sesama wanita. Kedelapan, imam berhak menjadi imam. Tidak sah orang kafir dan anak yang belum tamyiz menjadi imam shalat. Jika seseorang shalat, kemudian ternyata imamnya kafir meskipun menyembunyikan kekafirannya atau imamnya gila, maka harus mengulangi shalat jika setelah selesai shalat. Jika hal itu jelas di tengah shalat, maka mengulangi shalat dari awal. Kesembilan, imam tidak umi jika makmum bacaannya baik, baik imam bisa belajar atau tidak, baik makmum tahu atau tidak. Umi adalah orang yang tidak mampu mengeluarkan huruf dari makhrajnya atau tidak mampu mengucapkan satu tasydid dari Fatihah. Orang yang mengganti satu huruf dari Fatihah dengan huruf lain tidak menjadi imam, kecuali bagi makmum yang sama dengannya dalam tidak mampu mengucapkan huruf tadi. Menurut pendapat qadim, makmum yang baik bacaannya sah bermakmum kepada imam yang umi dalam shalat sirriyyah, sebab menurut pendapat qadim imam menanggung bacaan makmum. Yang paling berhak menjadi imam shalat adalah orang yang mengetahui tentang hukum shalat dan jama’ah, sebab yang paling dibutuhkan dalam shalat adalah ilmu fikih. Jika sama, maka yang paling berhak adalah yang paling benar bacaannya. Jika sama, maka yang paling zuhud, lalu yang paling wirai, lalu yang paling bersih pakaiannya, lalu yang paling bersih wajahnya, lalu yang paling bersih profesinya, lalu yang paling indah suaranya, lalu yang paling tampan wajahnya, lalu yang paling cantik istrinya, lalu yang putih pakaiannya. Boleh mengqashar meringkas empat menjadi dua raka’at shalat rubaiyah jumlah raka’atnya empat bagi orang yang bepergian jauh yakni dua marhalah minimal 85 km dengan syarat sebagai berikut Perginya bukan maksiat, baik pergi wajib, sunat, mubah atau makruh, seperti orang yang bepergian sendirian, terutama di malam hari. Dia menuju tempat tertentu sejak mulai perjalanan, meskipun hanya arah. Karena itu, orang yang pergi mencari budak yang minggat tidak boleh qashar selama tujuannya tidak jelas. Rombongan yang tidak tahu bahwa perjalanan pemimpin ada dua marhalah, mereka tidak boleh qashar. Jika mereka tahu, mereka boleh qashar sejak memulai perjalanan. Musafir berniat qashar pada saat takbiratul ihram. Misalnya berniat shalat zuhur dua raka’at atau shalat safar. Jika dia berniat menyempurnakan shalat atau tidak berniat apa-apa, maka tidak boleh qashar. Tidak makmum kepada orang yang menyempurnakan shalatnya pada sebagian dari shalat, meskipun dia mengira orang itu musafir, meskipun makmumnya hanya sebentar dan belum duduk. Perjalanan belum selesai sebelum shalat selesai. Selesainya perjalanan adalah karena salah satu dari hal-hal berikut Sampai ke permulaan perjalanan, yaitu tempat tinggal, meskipun tidak mukim dan tidak memasukinya. Sampai pada tempat lain yang menjadi permulaan perjalanan, yaitu tempat di mana dia berniat mukim empat hari penuh. Yakni empat hari ditambah hari sampai dan hari pulang. Mukim di suatu tempat selama empat hari penuh, meskipun tempat itu tidak layak dijadikan tempat mukim. Dengan catatan dia tidak memiliki kepentingan yang setiap saat tercapai. Jika memiliki kepentingan tersebut dan dia tidak berniat mukim, maka dia boleh qashar selama delapan belas hari. Termasuk kepentingan tersebut adalah menanti angin bagi penumpang perahu. Berniat kembali ke tempat tinggal tanpa ada perlu. Setelah niat ini, bepergiannya dianggap baru. Jika ada dua marhalah boleh qashar dan jika tidak, tidak boleh. Jika berniat kembali ke selain tempat tinggal karena ada perlu, maka perjalanan belum dianggap selesai, sehingga masih boleh qashar. Ragu-ragu untuk kembali sama dengan niat untuk kembali. Orang yang memenuhi syarat untuk qashar, boleh menjama’ shalatnya, baik jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir. Shalat yang boleh dijama’ adalah zuhur dengan asar dan maghrib dengan isya”. Jama’ taqdim adalah melakukan dua shalat di waktu shalat pertama dan jama’ ta’khir adalah melakukan dua shalat di waktu shalat kedua. Syarat jama’ taqdim ada lima Pertama, berniat jama’ pada shalat pertama, meskipun saat salam. Lain dengan qashar, di mana jika orang lupa niat qashar pada takbiratul ihram, dia harus shalat empat raka’at. Yang paling utama adalah berniat jama’ pada takbiratul ihram, sebab sebagian ulama mewajibkannya. Kedua, tertib, yaitu mendahulukan shalat dan maghrib dan mengakhirkan asar dan isya’. Jika dibalik, maka yang sah adalah zuhur dan maghrib dan shalat pertama tidak sah jika tahu dan sengaja. Jika tidak, maka sah sebagai shalat sunat jika tidak mempunyai qadla shalat yang sama. Jika punya, maka sah menjadi qadla. Shalat kedua boleh diulangi setelah shalat pertama jika berniat jama’ taqdim. Ketiga, shalat yang pertama sah dengan meyakinkan atay perkiraan. Tidak sah jama’ jika pertama adalah shalat Jum’at yang masih dibimbangkan kcabsahannya. Demikian juga orang yang harus mengulangi shalatnya, misalnya orang yang tayamum karena cuaca dingin atau karena tidak ada air atau tayamum di tempat di mana biasanya ada air. Keempat, berturut-turut, yaitu antara shalat pertama dan shalat kedua tidak dipisah dengan waktu yang cukup untuk melakukan shalat dua raka’at sesingkat-singkatnya, meskipun beralasan. Kelima, masih berstatus musafir sampai takbiratul ihram shalat kedua, meskipun berniat mukim di tengah shalat kedua. Jika musafir berniat mukim sebelum takbiratul ihram shalat kedua, maka dia tidak boleh menjama’ dan shalat kedua harus dilakukan pada waktunya. Tidak diharuskan berstatus musafir pada takbir shalat pertama. Jika seseorang takbiratul ihram di daerahnya, lalu dia bepergian pada tengah shalat tersebut, maka dia boleh menjama’ shalat. Syarat-syarat tersebut tidak disyaratkan untuk jama’ ta’khir, kecuali syarat kelima, namun keempat syarat tersebut sunat pada jama’ ta’khir. Di samping syarat tersebut, jama’ ta’khir ada dua syarat Pertama, berniat jama’ ta’khir sebelum waktu shalat pertama habis, yaitu zuhur dan maghrib. Jika melakukan jama’ ta’khir tanpa berniat, maka berdosa dan shalat pertama qadla. Jika dari waktu shalat pertama, yang tersisa tidak cukup untuk melakukannya, maka berdosa dan shalat pertama qadla. Kedua, tetap berstatus musafir sampai melakukan shalat kedus secara keseluruhan. Jika musafir berniat mukim di tengah shalat kedua, maka shalat pertama qadla. Shalat Jum’at merupakan shalat yang paling utama, Shalat Jum’at bukan shalat zuhur yang diqashar, sebab tidak bisa diganti zuhur, Di samping itu, Umar ra berkata “Shalat Jum’at itu shalat sempurna, bukan qashar menurut sabda Nabi kalian.” Shalat Jum’at sama dengan shalat lainnya dalam hal syarat dan rukun, hanya saja shalat Jum’at tidak, selain bagi penduduk daerah yang tinggal di bangunan dan ada empat puluh orang, meskipun dengan pelepah kurma atau bambu. Penduduk kemah tidak berkewajiban shalat Jum’at, namun jika kemah mereka berada di sela-sela bangunan dan mereka mukim, mereka harus shalat Jum’at. Jumlah empat puluh merupakan jumlah yang sempurna. Karena itu, para nabi diutus pada usia empat puluh. Sahih, bahwa shalat Jum’at yang pertama kali yang dilakukan adalah di Madinah dan pengikutnya empat puluh orang lelaki yang merdeka, baligh, normal akalnya, tinggal di Madinah, tidak sakit dan tidak memiliki uzur shalat Jum’at. Yang dimaksud tinggal di Madinah adalah mereka tidak beralih dari kota itu, baik musim kemarau maupun penghujan, kecuali ada perlu. Termasuk uzur Jum’at adalah mempersiapkan jenazah, sakit diare yang tidak henti-henti sehingga khawatir menodai masjid dan dipenjara tanpa salah. Jika di penjara ada empat puluh orang, maka mereka berkewajiban shalat Jum’at di penjara menurut Ar Ramli. Orang yang sakit dan mampu, sunat melakukan shalat Jum’at. Jika orang sakit melakukan shalat zuhur, lalu dia menghadiri shalat Jum’at, maka dia dihitung dari jumlah empat puluh dan shalat Jum’at baginya menjadi sunat mutlak menurut sebagian ulama. Pendapat lain sebaliknya, yaitu zuhur menjadi sunat mutlak dan Jum’at menjadi fardlu. Budak, anak-anak dan kaum wanita boleh melakukan shalat bahkan wanita yang tua renta yang tidak bersolek sunat shalat Jum’at Tuan atau majikan sunat mengijinkan sahayanya untuk shalat Jum’at. Orang tua berkewajiban menyuruh anak lelaki untuk shalat Jum’at, seperti kewajiban lainnya. Shalat Jum’at juga wajib atas orang yang mukim tinggal sementara di daerah tadi, meskipun mereka bukan penduduk asli jika mukimnya menghilangkan status musafir. Yakni orang tersebut berniat mukim selama empat hari penuh. Demikian juga shalat Jum’at wajib atas orang yang mukim di dekat tempat shalat Jum’at apabila dia mendengar adzan yang dikumandangkan orang yang suaranya keras di tempat tinggi dari tempat yang paling dekat ke tempat shalat Jum at, meskipun tidak jelas kalimat-kalimat adzan. Syarat sah shalat Jum’at ada empat Pertama, shalat Jum’at didahului oleh dua khutbah. Syarat khutbah ada delapan Rukun khutbah menggunakan bahasa Arab. Jika bisa mempelajari bahasa Arab, maka penduduk setempat fardlu kifayah mempelajarinya. Jika tidak bisa, maka salah satu harus khutbah dengan bahasa setempat. Berdiri pada dua khutbah bagi yang mampu. Khathib duduk di antara dua khutbah dengan thumakninah. Khutbah dilaksanakan dalam waktu shalat zuhur. Berturut-turut antara dua khutbah, antara rukun khutbah dan antara khutbah dengan shalat Jum’at. Suci dari hadas dan najis yang tidak ma’ fu. Menutupi aurat. Memperdengarkan rukun khutbah kepada empat puluh orang yang mengesahkan shalat Jum’at, sebab tujuan khutbah adalah membersi nasehat empat puluh orang tersebut. Kedua, shalat Jum’at dilakukan jama’ah oleh empat puluh orang yang masing-masing shalatnya sah, meski hanya pada raka’at pertama. Jama’ah harus dilakukan oleh empat puluh orang pada raka’at pertama, namun disyaratkan keempat puluh orang itu utuh sampai mereka salam. Jika salah seorang dari mereka hadas sebelum salam, maka shalat Jum’at batal total. Jika shalat imam batal, maka dia boleh istikhlaf menunjuk pengganti. Apabila hal itu terjadi dalam shalat Jum’at pada raka’at pertama dan tidak ada makmum yang maju, maka imam harus istikhlaf agar shalat Jum’at sah. Jika hal itu terjadi pada raka’at kedua, maka imam sunat istikhlaf agar shalat Jum’at jama’ah sampai dua raka’at. Istikhlaf pada Jum’at adakalanya terjadi di tengah khutbah atau antara khutbah dan shalat atau terjadi di dalam shalat. Jika istikhlaf terjadi dalam khutbah, maka penggantinya harus mendengar rukun khutbah yang sudah dibaca. Jika istikhlaf terjadi antara khutbah dan shalat, maka penggantinya harus mendengar seluruh rukun khutbah. Jika istikhlaf terjadi di dalam shalat, maka ada tiga kemungkinan Istikhlaf terjadi saat pengganti belum makmum dengan imam. Maka hal ini tidak sah. Pengganti ikut jama’ah dengan imam pada berdiri raka’ at pertama atau ruku’nya. Maka istikhlaf sah dan shalat Jum’at sah. Jika mam menyuruh salah satu makmum untuk maju menjadi penggantinya, maka jelas, Jika tidak, maka para makmum harus menyuruh seseorang maju dan orang itu harus mau. Ketiga, pengganti ikut jama’ah Jum’at setelah ruku’ raka’at pertama. Menurut Ibnu Hajar, makmum tersebut tidak boleh menjadi pengganti imam. Namun jika dia menjadi pengganti, Jum’at orang-orang sah, sementara Jum’at dirinya tidak sah. Istikhlaf di luar shalat Jum’at ada dua macam Pertama, pengganti tidak ikut jama’ah sebelum imam hadas, Maka dia sah menjadi pengganti asal urutan shalatnya sama dengan imam, Kedua, pengganti ikut jama’ah dengan imam sebelum imama hadas. Maka dia bolch menjadi pengganti imam, sebab dia harus mengikuti shalat imam. Niat jama’ah bebarengan dengan takbiratul ihram adalah wajib dalam shalat Jum’at, termasuk bagi imam, sebab jama’ah merupakan syarat sahnya. Shalat mu’adah dan shalat jama’ karena hujan juga harus niat jama’ah. Namun jika imam tidak termasuk orang yang berkewajiban shalat Jum’at dan dia di luar empat puluh orang yang mengesahkan Jum’at, misalnya budak dan dia berniat selain Jum’at, seperti zuhur, maka dia tidak harus niat jama’ah, hanya sunat. Setiap orang yang tidak berkewajiban shalat Jum’at, seperti anak-anak, dia cukup shalat Jum’at dan tidak perlu shalat zuhur. Orang yang berkewajiban shalat Jum’at, meskipun tidak bisa mengesahkan Jum’at, dia tidak boleh shalat zuhur sebelum imam salam. Ketiga, shalat Jum’at berikut dua khutbah dilakukan dalam waktu zuhur. Shalat Jum’at tidak boleh dilakukan jika bimbang apakah masih waktu zuhur atau sudah habis. Jika waktu zuhur habis, sedangkan mereka masih melakukan shalat Jum’at, maka mereka harus menyempurnakannya sebagai shalat zuhur, namun tidak diperlukan mengganti niat. Jika makmum masbuk berdiri untuk menyempurnakan, lalu waktu zuhur habis, maka dia harus shalat zuhur. Keempat, shalat Jum’at hanya satu di wilayah itu, meskipun besar, kecuali ada alasan, yaitu tempat shalat Jum’at tidak muat, meskipun bukan masjid. Yang diperhitungkan adalah orang yang biasanya menghadiri shalat Jum’at, sebagaimana dikutip dari At Tuhfah, An Nihayah dan Al Mughni. Ibnu Qasim berpendapat, bahwa yang diperhitungkan adalah orang yang hadir pada shalat Jum’at . Jika mereka kesulitan berkumpul karena banyak atau karena jaraknya jauh, maka shalat Jum’at lebih dari satu sesuai kondisi. Sikap terbaik bagi orang yang shalat Jum’at di daerah di mana shalat Jum’at lebih dari satu adalah mengulangi shalatnya, sebab ada ulama yang melarang Jum’at lebih dari satu, meskipun perlu. Sunat melakukan hal-hal berikut Jika orang yang akan menghadiri shalat Jum’at tidak khawatir batal puasanya, dia sunat mandi sebelum matahari tergelincir, meskipun dia tidak berkewajiban Jum’at. Bahkan meskipun dia haram menghadiri shalat Jum’at, seperti istri tanpa restu suaminya. Tidak sunat mengqadla mandi ini jika sudah terlambat. Bersih-bersih. Yakni lelaki yang tidak ihram dan yang tidak hendak berkurban pada sepuluh hari Dzulhijjah mencukur bulu kapoknya, mencabut bulu ketiaknya, bersiwak, menghilangkan bau tak sedap, mencukur kumis, memotong kuku tangan dan kaki. Sunat hal tersebut dilakukan pada hari Kamis atau subuh hari Jum’at. Sebaiknya kuku segera dibasuh setelah dipotong. Jika tidak, dikhawaurkan menimbulkan belang. Orang yang sudah wudlu dan memotong kukunya, sunat mengulangi wudlunya, sebab sebagian ulama mewajibkannya. Rambut kepala tidak sunat dicukur, kecuali karena haji umrah, anak yang dilahirkan, orang kafir yang masuk Islam dan orang yang terganggu oleh rambutnya. Selain itu mencukur rambut hanya mubah. Memakai parfum bagi lelaki yang tidak ihram dan tidak puasa. Memakai pakaian serba putih. Yakni seluruh pakaian yang dipakai putih, terutama pakaian paling atas. Ini berlaku pada selain hari lumpur, yaitu hari di mana dikhawatirkan pakaian putih kotor dan selain hari raya. Untuk hari raya, lebih baik memakai pakaian yang lebih malah, meskipun tidak putih. Membaca surat Al Kahfi pada siang dan malam Jum’at. Sunat membacanya pada permulaan siang dan permulaan malam agar segera melakukan kebaikan. Siang Jum’at lebih utama. Juga sunat membaca surat Ali Imran, Hud dan Ad Dukhan. Banyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Minimalnya tiga ratus kali, seperti halnya minimalnya membaca Al Kahfi adalah tiga kali. Banyak berdoa, bersedekah dan melakukan kebaikan pada siang dan malam Jum’at. Masing-masing dari ketiga shalat di atas sunat muakkad bagi tiap orang, baik bepergian maupun tidak, baik lelaki maupun lainnya, baik jama’ah maupun munfarid. Shalat id fardlu ain menurut Imam Abu Hanifah dan fardlu kifayah menurut Imam Ahmad. Pada madzhab Syafi’i juga ada pendapat fardlu kifayah karena memandang, bahwa shalat id termasuk syiar Islam. Jika penduduk suatu daerah sepakat tidak melakukannya, mereka diserang menurut pendapat ini. Juga ada pendapat demikian mengenai shalat gerhana. Yang terbaik bagi kaum wanita yang bergaya adalah melakukan ketiga shalat tersebut di dalam rumah sendirian dan yang terbaik bagi kaum lelaki adalah melakukan ketiganya di masjid. Ada pendapat, bahwa lebih baik melakukan ketiganya di tanah lapang, sebab lebih leluasa bagi pengendara dan lainnya. Itu jika masjid cukup untuk kaum muslimin. Jika tidak cukup, maka lebih baik di tanah lapang untuk shalat istisqa”. Makruh shalat id di masjid jika sempit karena desakan mengganggu dan makruh shalat istisqa’ di tanah lapang jika hujan atau salju turun. Sunat melakukan shalat gerhana di masjid, meskipun sempit, sebab keluar ke tanah lapang menyebabkan terlambat. Kaum wanita yang tidak bergaya sunat melakukan shalat gerhana di masjid jami” bersama imam. Shalat id Shalat id dilakukan dua raka’at dengan niat idul fitri atau idul adha. Minimal shalat id adalah seperti shalat qabliyah zuhur, sedangkan maksimalnya adalah takbir tujuh kali pada raka’at pertama sebelum setelah membaca doa iftitah dan sebelum membaca a’udzu serta baslamah, Tujuh kali takbir adalah selain takbiratul ihram dan lakbir ruku’. Pada setiap takbir sunat mengangkat tangan, seperti takbiratul ihram. Dan takbir lima kali pada raka’at kedua selain takbiratul ihram dan ruku’. Masing-masing dua takbir sunat dipisah dengan zikir, misalnya “Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah Maha Besar.” Jika bimbang mengenai jumlah takbir, gunakanlah yang paling sedikit. Takbir ini termasuk sunat haiat, sehingga tidak sunat sujud sahwi jika tidak dilakukan, baik salah satu atau keseluruhan, baik sengaja atau lupa. Dalam niat shalat id, harus ditentukan, apakah idul fitri atau idul adha, sebab shalat ini termasuk shalat sunat yang dibatasi dengan waktu. Tidak sah niat shalat id saja, meskipun Izzuddin bin Abdus Salam berpendapat, bahwa sah berniat shalat id untuk tujuan kifarat. Pada raka’ at pertama, setelah membaca Fatihah, sunat membaca surat Qaf dan pada raka’at kedua sunat membaca surat Al Qamar. Atau membaca surat Al A’la pada raka’at pertama dan surat Al Ghasyiyah pada raka’at kedua. Setelah shalat id yang dilakukan dengan jama’ah, disunatkan khutbah dua kali, meskipun jama’ ahnya hanya dua orang. Rukun dan sunat khutbah tersebut sama dengan khutbah Jum’at, namun syaratnya tidak sama, seperti syarat berdiri, menutup aurat, thaharah dan duduk di antara dua khutbah. Sunat duduk tepat sebelum dua khutbah untuk beristirahat. Untuk menghasilkan sunat dan sahnya khutbah, khathib harus memperdengarkan khutbahnya dan ada orang yang mendengar khutbah, meskipun hanya seorang. Khutbah harus menggunakan bahasa Arab dan khathib lelaki, meskipun jama’ahnya wanita. Pada permulaan khutbah pertama, hendaknya khathib membaca takbir sebanyak sembilan kali secara berturut-turut dan masing-masing takbir diucapkan dengan satu nafas. Pada permulaan khutbah kedua, khathib hendaknya takbir sebanyak tujuh kali berturut-turut dan masing-masing takbir diucapkan dengan satu nafas. Setiap orang disunatkan bertakbir dalam hari raya Idul Fitri sejak terbitnya matahari pada akhir Ramadhan. Dasarnya adalah ayat “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah.” QS. Al Baqarah 185 Hendaklah kalian mengagungkan Allah saat bilangan itu lengkap. Idul Adha dikiaskan dengan Idul Fitri dan tiap lelaki sunat bertakbir pada sejak tenggelamnya matahari malam Idul Adha dengan suara keras di jalan, di pasar dan di rumah serta masjid, baik berjalan maupun berkendara, baik duduk maupun berdiri atau berbaring. Bahkan sunat takbir dalam keadaan bagaimanapun, kecuali buang air. Sunat takbir dua hari raya terus berlaku sampai imam memulai shalat id. Ini bagi orang yang shalat menjadi makmum. Bagi orang yang shalat sendirian, akhir perintah takbir adalah takbiratul ihram dirinya sendiri. Bagi orang yang tidak shalat id sama sekali, akhir perintah takbir adalah matahari tergelincir. Ini disebut takbir mutlak dan takbir mursal, sebab tidak terbatas oleh shalat maupun lainnya. Pada idul adha, sunat takbir setelah shalat fardlu, shalat sunat, shalat jenazah dan shalat yang dinazari. Tidak sunat setelah sujud syukur dan sukur tilawah. Permulaan takbir tersebut adalah sejak shalat subuh hari Arafah meskipun tidak melakukan, sampai matahari terbenam pada hari tasyrik terakhir menurut pendapat Ar Ramli. Sedangkan menurut pendapat Ibnu Hajar, permulaannya adalah setelah melakukan shalat subuh hari Arafah dan akhirnya adalah melakukan shalat asar pada hari tasyrik terakhir. Hal tersebut berlaku bagi selain orang yang melakukan ibadah haji. Orang yang melakukan ibadah haji Sunat membaca takbir pada hari raya idul adha jika mereka tahalul dari ihram menurut pendapat Ar Ramli. Takbir orang haji berakhir pada tenggelamnya matahari hari tasyrik terakhir menurut pendapat Ar Rasyidi. Sedangkan menurut Ibnu Hajar, orang haji sunat takbir sejak zuhur hari raya idul adha sampai subuh hari tasyrik terakhir, baik dia berada di Mina atau tidak. Takbir ini disebut takbir muqayyad. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa takbir mursal ada pada hari raya idul fitri dan idul adha dan bahwa takbir mugayyad hanya ada pada idul adha. Dan bahwa tidak ada takbir setelah shalat idul fitri, sebab tidak ada takbir mugayyad. Mursal idul fitri lebih utama daripada mursal idul adha dan mugayyad idul adha lebih utama daripada kedua mursal. Setelah takbir, sunat membaca shalawat Nabi, misalnya “Ya Allah, bershalawatlah kepada junjungan kami Muhammad, kepada keluarga Muhammad, kepada sahabat junjungan kami Muhammad, kepada istri-istri junjungan kami Muhammad, kepada anak cucu junjungan kami Muhammad dan bersalamlah dengan banyak.” Shalat gerhana Shalat gerhana boleh dilakukan dengan tiga cara Pertama, cara minimal, yaitu melakukan dua raka’at seperti shalat sunat zuhur dengan niat shalat gerhana matahari atau rembulan. Jika demikian, seseorang tidak boleh melakukannya dengan cara yang lebih utama, seperti jika dia berniat shalat gerhana paling sempuma, dia tidak melakukannya dengan cara minimal. Jika berniat mutlak, maka boleh memilih satu dari tiga cara menurut Ar Ramli dan harus melakukan cara minimal menurut Ibnu Hajar. Kedua, cara pertengahan, yaitu dua raka’at dan tiap raka’at terdapat dua berdiri dan dua ruku’. Setelah membaca doa iftitah dan a’udzu, membaca Fatihah, lalu ruku’, lalu i’tidal dan membaca Fatihah kedua, lalu ruku’ kedua, lalu i’tidal kedua, lalu sujud dua kali. Pada seluruh perbuatan tersebut, hendaknya thumakninah tanpa lama. Pada tiap i’tidal, hendaknya mengucapkan “Mudah-mudahan Allah menerima pujian orang yang memijiNya.” Kemudian membaca “Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan sepenuh bumi dan sepenuh barang apa yang Engkau kehendaki sesudah itu.” Hal di atas adalah satu raka’at dan raka’at kedua juga sama Caranya. Ketiga, cara paling sempurna, yaitu dalam tiap raka’at ada dua berdiri dua ruku’. Pada berdiri pertama, setelah Fatihah membaca Surat Al Baqarah atau ayat Al-Qur’an sebanyak itu. Pada berdiri kedua, membaca surat Ali Imran atau ayat Al-Qur’an sebanyak itu, Pada berdiri ketiga, membaca surat An Nisa’ atau atau ayat Al-Qur’an Sebanyak itu. Pada berdiri keempat, membaca surat Al Maidah atau ayat Al-Qur’an sebanyak itu. Pada kedua ruku’ pertama, membaca tasbih kira-kira seratus ayat dari Al Baqarah. Pada ruku’ kedua, membaca tasbih kira-kira delapan puluh ayat dari Al Baqarah. Pada ruku’ ketiga, membaca tasbih kira-kira enam puluh ayat dari Al Bagarah. Pada ruku’ keempat, membaca tasbih kira-kira lima puluh ayat dari Al Bagarah. Sujud tetap dua kali, namun dilamakan menurut pendapat yang kuat, sebagaimana ruku’. I’tidal kedua dan duduk antara dua sujud, jangan dilamakan. Ulama ijmak, bahwa setelah shalat gerhana sunat dua khutbah, meskipun gerhana telah purna, seperti khutbah shalat id. Sebagian ulama berkata “Dalam khutbah gerhana, khutbah membaca istighfar pada permulaan khutbah pertama sembilan kali dan pada permulaan khutbah kedua tujuh kali.” Sebab istighfar sangat sesuai dengan keadaan, sebab gerhana termasuk peringatan Allah kepada para hamba. Pada kedua khutbah, khathib mendorong kaum muslimin untuk melakukan kebaikan, yaitu taubat, sedekah dan memerdekakan budak dan memperingatkan mereka agar tidak lupa dan bergelimang dalam terpedaya. Hendaknya khathib mengingatkan mereka mengenai kejadian yang aktual. Shalat istisqa’ Shalat istisqa’ dilakukan pada saat membutuhkan air dari Allah karena mata air kering atau air sedikit atau air menjadi asin. Termasuk penyebab shalat ini adalah sekelompok muslimin membutuhkan air. Maka muslimin lain juga sunat istisqa’ demi mereka dan meminta tambahan anugrah untuk mereka. Apabila sekelompok muslimin ingin melakukan istisqa’, maka pemerintah atau wakilnya sunat membawa mereka keluar ke tanah lapang sebagaimana dilakukan oleh Nabi saw. Sebelum mereka keluar, pemerintah atau wakilnya sunat menyuruh mereka untuk memerintahkan beberapa hal kepada mereka Bertaubat dari seluruh dosa. Segera berdamai dengan musuh Segera berpuasa tiga hari berturut-turut sebelum keluar. Berarti total puasa empat hari. Mereka keluar ke tanah lapang dalam keadaan puasa, sebab orang puasa tidak ditolak doanya. Ada tujuh orang yang tidak ditolak doanya, yaitu orang teraniaya, orang tua, orang puasa, orang sakit, doa untuk saudara tanpa tahu, doa nabi untuk umatnya dan orang haji. Setelah tiba di tanah lapang, pemerintah menjadi imam shalat. Cara shalat istisqa’ sama dengan cara shalat id, yaitu takbir setelah iftitah dan a’udzu sebanyak tujuh akli pada raka’at pertama dan lima kali pada raka’at kedua. Hendaknya tangan diangkat pada tiap takbir. Shalat istisqa termasuk shalat jahriyah bacaannya sunat keras dan penyebabnya adalah membutuhkan air. Niatnya adalah sunat shalat istisqa’ dan pada raka’at pertama setelah Fatihah sunat membaca surat Qaf dan pada raka’at kedua membaca surat Al Qamar. Boleh lebih dari dua raka’at jika diniati menurut Ibnu Hajar. Shalat istisgqa’ berbeda dengan shalat id dalam hal raka’at dan dalam hal istisqa” tidak tertentu waktunya, boleh dilakukan pada siang maupun malam hari, meskipun waktu makruh shalat, sebab istisqa” termasuk shalat bersebab. Namun yang terbaik istisqa” dilakukan pada pada waktunya shalat id. Perbedaan lainnya adalah sebelum istisqa’ ada puasa. Setelah shalat istisqa’, disunatkan khutbah dua kali seperti khutbah id, namun khutbah istisqa’ boleh hanya satu dan boleh sebelum shalat. Yang terbaik adalah khutbah setelah shalat, sebab hal ini yang paling banyak dilakukan oleh Nabi saw. Namun dalam khutbah istisqa”, khathib mengganti takbir dengan istighfar pada permulaannya. Khathib hendaknya mengucapkan “Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada tuhan selain Dia, Maha Hidup dan Berdiri sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya.” Pendapat lain, khathib mengucapkan takbir sebagaimana dalam khutbah id. Khathib hendaknya memperbanyak istighfar tersebut pada tengah kedua khutbah dan memperbanyak membaca ayat “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula di dalamnya untukmu sungai-sungai.” QS. Nuh 10-12 Dan memperbanyak shalawat Nabi saw. Khathib hendaknya menghadap kiblat saat berdoa di tengah khutbah kedua setelah sepertiga khutbah lewat sampai doa selesai dan merubah letak surbannya. Yakni menjadikan kanan surban menjadi kiri dan membaliknya, yaitu menjadi sebelah atas surban menjadi bagian bawah. Ini berlaku untuk surban segi empat. Jika surbannya berbentuk lingkaran atau segi tiga atau surbannya sangat panjang, maka cukup merubah satu sisi ke sisi yang lain. Para hadirin juga dianjurkan berbuat demikian saat mereka duduk, namun kaum wanita dan waria tidak dianjurkan. Hikmah dari perubahan letak surban atau harapan berubahnya keadaan dari kesulitan menjadi kemudahan. Surban itu hendaknya dibiarkan pada posisi demikian, sampai pakaian dilepasksan. Khathib hendaknya berdoa kepada Allah dalam kedua khutbah, baik dengan keras maupun pelan. Yang paling utama adalah berdoa dengan doa Rasulullah saw, misalnya doa kesusahan, yaitu “Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Agung dan Penyantun. Tiada tuhan selain Allah Tuhan Arasy yang agung. Tiada tuhan selain Allah Tuhan langit tujuh, Tuhan bumi dan Tuhan Arasy yang mulia.” Hendaknya doa ini diulang-ulang. Doa Nabi lainnya adalah “Wahai Maha Hidup, wahai Maha Berdiri sendiri, aku meminta tolong kepada rahmat-Mu.” Khathib hendaknya memperbanyak doa “Ya Allah Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa neraka.” Para hadirin hendaknya mengamini doa khathib jika khathib berdoa dengan suara keras dan mereka hendaknya berdoa sendiri jika khathib berdoa dengan suara pelan. Saat berdoa untuk menolak bala, hendaknya punggung tangan diarahkan ke langit. Setelah selesai berdoa, khathib hendaknya menghadap ke arah hadirin dan mendorong mereka untuk taat kepada Allah. Khathib hendaknya membaca shalawat dan salam kepada Nabi saw dan menutup khutbah dengan ucapan “Aku memohon ampunan kepada Allah untukku dan untuk kalian.” Masing-masing orang hendaknya meminta syafa’at dengan amal salehnya dan menjadikan orang saleh sebagai tawasul, khususnya para habaib, cucu Nabi saw. Setiap orang sunat mandi karena shalat id, meskipun dia tidak ingin hadir, baik dia merdeka atau budak, baik dia baligh atau anakanak, kecuali pada hari itu berhias disunatkan bagi tiap orang dan mandi termasuk berhias. Waktu mandi ini masuk pada tengah malam dan habis waktunya pada saat tenggelamnya matahari. Demikian juga sunat mandi karena gerhana matahari dan rembulan dan karena istisqa’. Waktu mandi gerhana masuk pada permulaan gerhana dan habis waktunya saat matahari rembulan kembali seperti sedia kala. Waktu mandi istisqa” masuk dengan keinginan untuk shalat bagi yang shalat sendirian. Bagi orang yang ingin shalat istisqa” jama’ah, waktu mandinya masuk pada saat dia ingin berkumpul dengan orang-orang untuk shalat dan waktunya habis dengan selesainya shalat. Sunat mandi pada banjir setelah shalat istisqa’. Yang terbaik adalah mandi dan wudlu, lalu mandi saja, lalu wudlu saja. Kurban adalah hewan ternak yang disembelih untuk beribadah kepada Allah sejak hari raya sampai akhir hari Tasyrik. Akikah adalah hewan ternak yang disembelih untuk anak yang lahir saat rambutnya dicukur. Berkurban hukumnya sunat muakad kifayah jika anggota keluarga banyak. Jika salah satu dari mereka berkurban, maka perintah telah gugur dari yang lain, namun yang tidak berbuat maka tidak memperoleh pahala. Kurban sunat dilakukan di manapun, di kota, di desa, di hutan dan di perjalanan. Haji dan lainnya sunat melakukan kurban, namun perintah kurban sangat kuat bagi jama’ah haji di Mina. Kurban tidak wajib, kecuali karena dinazari, misalnya berkata “Saya bernazar untuk mengurbankan hewan ini.” Atau berkata “Jika saya memiliki kambing, saya mengurbankannya.” Waktu kurban tiba saat terbitnya matahari pada hari raya idul adha dan sudah lewat waktu untuk shalat id serta dua khutbah. Waktunya berakhir pada terbenamnya matahari pada akhir hari Tasyrik. Jika seseorang menyembelih kurban sebelum masuk waktunya, maka tidak menjadi kurban. Demikian juga orang yang menyembelih kurban setelah habis waktunya, kecuali orang yang bernazar kurban khusus, lalu dia menentukan hewannya dan waktu penyembelihan kurban habis. Maka dia harus menyembelihnya, meskipun waktunya habis dan statusnya gadia. Haram mengakhirkan penyembelihan kurban yang wajib dari waktu tersebut jika tanpa alasan. Tidak sah berkurban, kecuali dengan hewan ternak, yaitu unta, sapi termasuk kerbau dan kambing. Tidak sah berkurban dengan selain keempat hewan tersebut, kecuali dengan hewan yang terlahir dari dua ternak, misalnya kambing dengan sapi. Hewan ini hanya cukup untuk kurban satu orang, meskipun bentuknya sapi. Kurban terbaik untuk seorang adalah unta, lalu sapi, lalu kambing. Tujuh ekor kambing lebih baik daripada seckor unta dan seekor sapi, sebab daging kambing lebih enak, di samping banyak darah yang dialirkan. Kambing domba lebih baik daripada kambing Jawa, sebab lebih banyak dagingnya. Sendirian berkurban kambing lebih baik daripada bersekutu dalam unta atau sapi. Sapi dan unta bisa untuk kurban tujuh orang dan kambing hanya cukup untuk seorang. Namun jika seseorang menyembelih kambing atas nama dirinya dan keluarganya atau orang lain, maka sah kurbannya. Sah berkurban dengan ternak jantan maupun betina, kecuali betina yang hamil, sebagaimana dikatakan mayoritas ulama. Namun Ibnu Rif ah berbeda pendapat dan mengatakan, bahwa ternak yang hamil sah untuk kurban. Al Hishni berkata dalam Kifayah Al Akhyar “Sebaiknya masalah ternak hamil dirinci. Jika gemuk, maka sah untuk kurban. Jika kurus, maka tidak sah.” Hewan yang akan hampir melahirkan sama dengan hewan yang hamil. Hewan ternak jantan lebih baik untuk kurban, sebab dagingnya lebih enak, sebagaimana dikatakan Ar Rafi’i. Namun jika sering menjantani, maka ternak betina yang belum melahirkan lebih baik. Unta yang sah untuk kurban adalah yang berumur lima tahun dan memasuki tahun keenam. Namun jika seseorang berkata “Saya jadikan anak unta sapihan ini sebagai kurban”, maka harus disembelih seketika, sebagaimana dikatakan Muhammad bin Al Mishri dalam Syarah Al Ghayah. Sapi yang sah untuk kurban adalah yang telah berumur dua tahun tepat dan memasuki tahun ketiga. Kambing domba yang sah untuk kurban adalah yang berumur setahun atau gigi-gigi depannya atau satu giginya telah rontok dengan syarat rontok itu setelah enam bulan, Termak berikut tidak sah dijadikan kurban Pertama, ternak yang berpenyakit gatal, meskipun sedikit menurut pendapat kuat yang dikatakan Imam Syafi’i, sebab penyakit ini merusak daging. Imam Haramain, Al Ghazali dan Ar Rafi’i berpendapat, bahwa ternak gatal sah dijadikan kurban, kecuali jika gatalnya banyak. Kedua, ternak yang kurus, sehingga dagingnya tidak menarik bagi orang yang berduit. Ketiga, ternak yang pincang. Namun jika pincangnya sedikit, sehingga tidak sampai tertinggal dari hewan lain, maka tidak apa-apa. Keempat, ternak yang buta satu matanya. Kelima, ternak yang berpenyakit jelas, sehingga menyebabkan kurus dan rusak dagingnya. Ada pendapat, bahwa penyakit sama tidak masalah, namun ada pendapat sebaliknya, bahwa penyakit secara mutlak tidak mengesahkan kurban. Keenam, hewan yang sebagian juznya terpisah dan juz itu bisa dimakan, misalnya telinga, ekor, pantat. Kecuali hewan yang dikebiri, sebab pengebirian justru membuat daging enak dan banyak, sebagaimana disebutkan dalam Syarah Al Ghayah. Sah berkurban dengan ternak yang sejak lahir tidak punya ekor atau ambing atau pantat. Sah berkurban dengan ternak yang telinganya kecil, ternak yang kedua tanduknya pecah mulai pangkalnya, ternak yang salah satu tanduknya pecah, ternak yang sejak lahir tidak punya tanduk dan ternak yang sebagian tanduknya hilang. Ulama berbeda pendapat mengenai ternak yang tidak punya gigi sama sekali. Ada yang mengesahkannya dan ada yang tidak mengesahkannya dan ini didukung oleh An Nawawi. Sebagian ulama merinci masalah ini jika disebabkan penyakit dan daging berkurang, tidak sah untuk kurban dan jika tidak sah untuk kurban. Al Baghawi berkata “Ini lebih baik.” Demikian dalam Kifayah Al Akhyar. Haram memakan hewan kurban yang wajib, baik nazar mujazah atau nazar mutlak dan harus menyedekahkannya secara keseluruhan, termasuk kulitnya dan tanduknya, Orang yang berkurban tidak boleh memakan apapun darinnya sama sekali dan demikian juga orang yang wajib dia nafkahi, Jika dia memakan sebagian, muka harug menggantinya. Yang diganti adalah harga sesuatu yang diu makan menurut pendapat yang rajih yang ditegaskan Imam Syafi’i. Orang yang berkurban sunat memakan sebagian kurban jika dia berkurban atas nama dirinya sendiri. Jika dia berkurban atas nama orang mati, maka tidak boleh memakannya sama sekali. Yang terbaik adalah memakan jantungnya, namun tidak lebih dari tiga suap, sebab Nabi berbuat demikian. Dia harus menyedekahkan sebagian dari kurban sunat dalam keadaan mentah dan segar, tidak sah jika sudah dimasak dan sudah didendeng. Tidak sah menjadikan daging sebagai makanan dan mengundang orang fakir ke rumah orang yang berkurban, Boleh memberikan kurban hanya kepada satu orang fukir asal muslim dan merdeka. Haram memakan scluruh hewan kurban dan haram menjual sebagiannya, termasuk kulitnya dan haram menjadikannya sebagai upah jagal, meski kurban sunat. Orang yang berkurban harus menyedekahkan kulitnya atau dibuat sandal atau timba atau lainnya. Tidak boleh menyewakan kulit kurban, sebab kurban adalah ibadah. Yang terbaik adalah menyedekahkan seluruh kurban, sebab lebih jauh dari hawa nafsu, kecuali beberapa suap untuk tabaruk. Imam Haraiamn dan muridnya Al Ghazali berkata “Bagaimanapun juga, yang terbaik adalah menyedekahkan seluruhnya.” Jika tidak menyedekahkan seluruhnya, maka makanlah setengah dan sedekahkan setengah, sebab Allah berfirman “Maka makanlah sebagian darinya dan sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” QS. Al Hajj 28 Imam Syafi’i mencgaskan hal ini dalam pendapat qadim. Atau menyedekah sepertiga, menghadiahkan sepertiga dan memakan sepertiga, sebab Allah berfirman “Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya yang tidak meminta-minta dan orang yang meminta.” QS. Al Hajj 36 Dalam ayat ini, Allah menjadikan kurban menjadi tiga bagian. Yang dimaksudkan adalah memakan sepertiga atau kurang, menyedekahkan lebih dari sepertiga dan selebihnya dihadiahkan. Inilah pendapat jadid yang kuat. Yang dimaksudkan menghadiahkan adalah memberikan sepertiga kurban kepada orang fakir yang tidak menampakkan melaratnya dan inilah yang diriwayatkan Abu Thayyib dari pendapat jadid. Pendapat lain, menghadiahkan adalah memberikannya kepada orang-orang kaya mampu. Saat menyembelih kurban sunat melakukan hal-hal berikut ini Lelaki menyembelih hewan kurban sendiri dan orang yang tidak menyembelih sendiri menghadiri penyembelihan, baik lelaki maupun wanita. Membaca Basmalah. Bertakbir sebanyak tiga kali, baik sebelum maupun sesudah Basmalah. Membaca shalawat dan salam kepada Nabi saw. Tidak membaca Basmalah dan shalawat Nabi hukumnya makruh. Saat menyembelih atau sebelumnya, harus berniat kurban. Penyembelihan dan niat kurban boleh diwakilkan kepada muslim yang sudah tamyiz. Tempat penyembelihan adalah daerah orang yang berkurban, Jika dipindahkan dari daerah itu, maka ada dua pendapat sebagaimana memindahkan zakat. Namun yang benar dalam kurban adalah boleh memindahkannya dari daerah orang yang kurban. Demikian disebutkan dalam Kifayah Al Akhyar. Yang terbaik adalah tidak menyebutnya akikah, namun menyebutnya dzabihah atau nasikah. Akikah menurut bahasa berarti rambut yang ada di kepala anak yang dilahirkan dan menurut istilah fikih, akikah adalah hewan yang disembelih saat rambut anak itu dipotong. Menyembelih akikah sunat muakad dan dasarnya adalah sabda Nabi saw “Anak digadaikan dengan akikahnya. Akikah disembelih atas namanya pada hari ketujuhnya, kepalanya dicukur dan diberi nama.” HR. Tirmidzi Makna hadis di atas sebagaimana dikatakan Imam Ahmad dan sekelompok ulama adalah jika anak tidak diakikahi, dia tidak bisa memberi syafa’at kepada para orang tuanya pada hari kiamat. Yakni dia tidak diperkenankan untuk memberikan syafa’at, meskipun bisa karena masih mati kecil atau mati besar dan saleh. Para orang tuanya yang dimaksudkan mencakup ayah, ibu, kakek dan nenek, baik dari arah ayah maupun ibu. Waktu menyembelih akikah masuk dengan lahirnya anak. Jika disembelih sebelumnya, maka tidak menjadi akikah dan hanya makan besar. Akikah sunat untuk anak yang mati setelah ruh ditiupkan padanya. Yang terbaik adalah menyembelih akikah pada hari ketujuh dari kelahirannya, meskipun kepalanya tidak dicukur. Hewan yang digunakan untuk akikah harus hewan yang bisa digunakan untuk berkurban. Hukum akikah dan kurban sama, namun berbeda dalam sedikit hal. Jika akikah nazar, maka menurut Az Zarkasyi harus disedekahkan seluruhnya dalam keadaan mentah. Jika akikah sunat, maka sunat dimasak manis dengan harapan si anak juga manis. Sunat memberikan kaki akikah kanan kepada dukun bayi. Minimal akikah adalah seekor kambing untuk tiap anak. Jika anak banyak, maka akikah juga banyak. Seekor kambing atau sepertujuh unta atau sapi cukup untuk satu anak lelaki, sebab Nabi saw mengakikahi Hasan dan Husain masing-masing dengan seekor kambing. Yang paling utama adalah dua ekor kambing untuk anak lelaki dan seekor kambing untuk anak wanita, sebab Aisyah ra berkata “Nabi saw memerintah kami untuk akikah dua kambing yang sepadan untuk anak lelaki dan akikah satu kambing untuk anak wanita.” HR. Tirmidzi. Anak waria disamakan dengan anak lelaki, namun Al Asnawi berkata “Waria disamakan dengan anak wanita.” Akikah hendaknya dimasak dengan manis dengan manisnya akhlak anak dan makruh memasaknya dengan asin. Tulang akikah Jangan dipecah dan setiap tulang dipotong dari sendinya. Jika tulang dipecah, tidak makruh namun khilaful aula. Tak apa-apa memecah tulang akikah jika anak yang diakikahkan telah meninggal dunia. Mengirimkan akikah yang telah dimasak dikirimkan bersama kuahnya kepada fakir miskin lebih baik daripada mengundang mereka. Jika mereka diundang, tidak apa-apa. Yang dibebani akikah adalah orang yang berkewajiban menafkahi anak jika dia mampu akikah sebelum lewat enam puluh hari sejak kelahiran. Perintah ini terus berlaku, sampai anak akil baligh. Namun Jika orang tersebut tidak mampu, kecuali setelah lewat enam puluh hari, maka dia tidak diperintah akikah lagi. Jika dia menyembelih akikah, maka tidak menjadi akikah. Akikah harus dibiayai oleh orang tersebut dan tidak boleh diambil dari yang anaknya, meskipun anaknya kaya. Jika anak sudah baligh dan belum diakikahi, maka dia sunat akikah untuk dirinya sendiri. Ibu zina sunat akikah untuk anaknya, namun tidak perlu diperlihatkan. Anak yang berstatus budak tidak usah diakikahi menurut Ar Ramli, namun Ibnu Hajar berkata “Anak budak diakikahi oleh orang tuanya yang merdeka.” Baik ayah maupun kakek. Sunat mengumandangkan adzan di telinga anak kanan dan mengumandangkan komat pada telinganya yang kiri. Antara adzan dan komat hendaknya membaca surat Al Ikhlas. Jika yang melakukannya wanita, maka tetap sah, sebab tujuannya adalah zikir. Hendaknya orang saleh menggosokkan benda manis ke langit-langit anak, seperti kurma. Kurma basah lebih didahulukan daripada kurma kering. Caranya orang tersebut mengunyah kurma, lalu menggosokkannya ke langit-langit mulut anak, lalu sebagian dari kurma turun ke dalam perutnya. Hendaknya rambut anak yang dilahirkan meski wanita dicukur dan orang tuanya bersedekah emas atau perak seberat rambutnya, sebab Nabi saw memerintah Fathimah “Timbanglah rambut Hasan dan Husain dan sedekahlah perak seberat rambut itu dan berikan dua kaki akikah kepada dukun bayi.” HR. Hakim Hendaknya anak yang dilahirkan diberi nama yang bagus. Yang terbaik mencukur, sedekah dan memberi nama dilaksanakan pada hari ketujuh. Pemberian nama hendaknya sebelum menyembelih. Yang memberikan nama adalah yang berkuasa, yaitu bapak atau kakek. Jika yang memberi nama selain keduanya, maka tidak diterima. Jika anak mati atau keguguran dan sudah mencapai usia penjupan ruh, sedang jenis kelaminnya tidak diketahui, maka diberi nama yang bisa untuk lelaki wanita, misalnya Thalhah. Orang yang belum dicukur rambutnya dan belum diakikahi, sebaiknya dicukur rambutnya meski setelah dia baligh asal rambut kelahiran masih ada dan menyedekahkan emas seberat rambutnya pada hari ketujuh jika tahu. Jika tidak, maka menyedekahkan emas sebanyak-banyaknya, sebagaimana dikatakan Az Zarkasyi. Nama Nama terbaik adalah Muhammad dan Ahmad, lalu Abdullah, lalu Abdur Rahman, sebab Nabi saw bersabda “Nama terbaik adalah yang diawali dengan Abdullah atau Muhammad.” Nama Malikul Muluk Raja Diraja, Qadhil Qudhat Hakimnya para hakim dan Abdun Nabi budak nabi adalah haram. Az Ziyadi berkata “Pendapat yang kuat adalah nama Malikul Muluk, Hakimul Hukkam dan Aqdhal Qudhat makruh.” Makruh memberi nama dengan nama-nama buruk, misalnya Syihab obor, Murrah pahit, Harb perang, Himar keledai dan sejenisnya. Sangat makruh memberi nama dengan nama yang sebaliknya menjadikan ramalan buruk, seperti Nafi” memberi manfaat, Barakah berkah, Najih sukses, Sitti Nisa’ pemimpin kaum wanita, Sayyidun Nas pemimpin umat manusia dan Savyidul Ulama pemimpin ulama, sebab maknanya sangat berdusta, sebagaimana dikatakan Az Ziyadi. Tidak makruh memberi nama dengan nama malaikat dan nabi. Haram memberi julukan seseorang dengan julukan yang dia benci, meskipun ada pada dirinya, seperti Al A’masy orang yang kabur penglihatannya. Sunat memberikan ucapan selamat atas lahirnya anak dengan mengucapkan “Semoga Allah memberkahi anak yang diberikan padamu dan semoga dia menjadi anak yang berbakti.” Yang diberi ucapan selamat sunat membalas “Semoga Allah meberkatimu” atau ucapan sejenis. Demikian disebutkan dalam Nihayah Al Amal. Nazar menurut istilah adalah merealisasikan sesuatu yang belum pasti dengan nama khusus, sedangkan menurut syarat adalah menyanggupi ibadah yang tidak fardlu ain, meskipun fardlu kifayah seperti shalat jenazah. Sumpah dan nazar tidak sah dilakukan, kecuali oleh orang yang baligh, berakal sehat dan berkehendak sendiri. Keduanya dianggap sah jika diucapkan dan didengar oleh diri sendiri. Sumpah tidak sah, kecuali dengan kata Allah atau nama-nama Allah lainnya atau sifat. Misalnya ucapan “Demi Allah” atau “Demi Tuhan semesta alam” atau “Demi Maha Hidup yang tak akan mati” atau “Demi kuasa Allah.” Bersumpah demi makhluk, seperti Nabi dan Ka’bah adalah haram dan orang yang bersumpah kafir jika bermaksud mengagungkan makhluk itu seperti mengagungkan Allah. Jika tidak bermaksud demikian, maka hanya makruh saja. Bersumpah demi makhluk tidak Jadi, sehingga tidak ada kifarat kalau dilanggar. Jika seseorang berkata “Apabila aku berbuat anu, maka aku Yahudi atau Nasrani atau keluar dari Islam”, maka bukan sumpah, meskipun bermaksud sumpah dan dia tidak kafir jika bermaksud menjauhkan diri dari perbuatan tersebut, Namun dia sunat membaca syahadat dan meminta ampun kepada Allah. Dia harus bertaubat, sebab perbuatannya dosa. Sebaiknya seseorang menjauhkan dirinya dari sumpah, meskipun dia benar, seperti kata Imam Syafi’i “Aku tidak pernah bersumpah, baik jujur maupun dusta.” Jika dia bersumpah tidak melakukan fardlu, misalnya shalat lima waktu atau bersumpah melakukan haram, seperti memutuskan hubungan kekeluargaan, maka dia durhaka, dia harus melanggar sumpahnya dan harus membayar kifarat. Sebagaimana diriwayatkan bahwa scorang lelaki berkata kepada Umar “Saya bernayar, jika saya berbicara dengan saudaraku, maka saya menempatkan hartaku di pintu Ka’bah.” Umar berkata “Ka bah tidak membutuhkan hartamu. Bicaralah dengan sauadarmu dan bayarlah kifarat sumpahmu!” Apabila seseorang bersumpah tidak melakukan sunat seperti membantu sesama muslim atau melakukan makruh, seperti menghisap rokok, maka dia sunat melanggar sumpahnya dan membayar kifarat. Jika dia bersumpah untuk tidak melakukan makruh atau melakukan sunat, maka dia makruh melanggar sumpahnya. Jika dia bersumpah tidak melakukan atau melakukan hal yang mubah, seperti memakan makanan, memakai pakaian dan masuk rumah, maka yang terbaik dia tidak melanggar sumpahnya. Hukum sumpah ini adalah makruh dan memang demikianlah hukum asal sumpah. Kadang sumpah hukumnya sunat dan kadang haram. Kifarat sumpah adalah memerdekakan hamba sahaya yang mukmin dan bersih dari cacat yang mengganggu pekerjaan. Atau memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing orang miskin satu mud makanan pokok daerah setempat. Menurut Abu Hanifah, boleh memberikan makanan untuk sepuluh orang miskin kepada seorang miskin selama sepuluh hari. Atau memberi pakaian mereka. Orang yang membayar kifarat boleh memilih salah satu dari ketiga hal di atas, namun yang terbaik adalah memerdekakan budak, meskipun saat paceklik. Lain halnya menurut pendapat Ibnu Abdus Salam yang mengatakan, bahwa memberikan makanan pokok adalah yang paling utama. Apabila pelanggar sumpah tidak mampu, maka dia harus berpuasa tiga hari. Jika dia kafir, maka tidak boleh berpuasa, sebab dia tidak berhak beribadah dan dia harus membayar kifarat dengan uang. Demikian disebutkan dalam Kifayah Al Akhyar. Pembagian nazar Rukun nazar ada tiga, yaitu ucapan, sesuatu yang dinazari dan orang yang nazar. Syarat orang yang nazar adalah Islam, berkehendak, bebas berbuat dan mungkin untuk menunaikan nazar. Nazar tabarur merupakan ibadah dan nazar lainnya hukumnya makruh. Tidak sahnya nazar kafir hanya untuk nazar tabarur. Nazar ada dua macam. Pertama, nazar tabarur. Nazar ini ada dua macam, yaitu munajjaz dan muallaq. Munajjaz adalah seseorang menyanggupi ibadah tanpa menggantungkannya dengan sesuatu. Muallag adalah menggantung nazar pada sesuatu yang diinginkan. Munajjaz misalnya ucapan “Saya bernazar shalat atau puasa atau memerdekakan budak karena Allah.” Dalam redaksi nazar harus ada kata Allah. Orang yang bernazar harus memenuhi nazarnya seketika, namun Tsa’lab berkata “Nazar munajjaz tidak sah dan tidak ada tanggung jawab sama sekali baginya.” Muallaq ada dua. Nazar yang digantungkan pada tercapainya nikmat atau terhalaunya musibah tanpa disertai marah. Misalnya ucapan “Jika Allah menyembuhkan aku atau menyelamatkan aku dari anu, maka saya nazar sedekah.” Jika hal yang dikatakan terjadi, maka dia harus menunaikan nazarnya seketika. Kedua, nazar lajaj. Nazar ini hanya satu macam, yaitu nazar yang digantungkan pada tercapainya nikmat atau terhalaunya nikmat disertai marah Misalnya ucapan “Jika aku masuk rumah atau jika aku tidak berbicara dengan Zaid, maka saya nazar puasa sebulan” misalnya. Jika hal yang dikatakan terjadi, maka dia harus menunaikan nazarnya atau kifarat sumpah. Menurut pendapat Imam Nawawi, orang yang nazar boleh memilih satu dari keduanya dan menurut Imam Rafi’i orang itu harus membayar kifarat sumpah, sebagaimana dikatakan Ar Rasyidi. Jika yang dikatakan bukan ibadah, misalnya ucapan “Jika aku berbicara dengan Zaid, maka saya tidak akan makan roti”, maka orang itu harus membayar kifarat sumpah dengan sepakat. Tidak sah nazar haram, misalnya membunuh orang tanpa hak, misalnya berkata “Saya nazar untuk membunuh Fulan.” Lain halnya jika dia berkata “Apabila aku membunuh Fulan, maka saya nazar memerdekakan hamba sahaya”, sebab nazar ini lajaj, apalagi jika pembunuhan itu ibadah, yakni yang dibunuh kafir harbi. Maka dia harus memenuhi nazarnya. Termasuk nazar haram adalah nazar berpuasa dua hari raya, misalnya berkata “Saya bernazar puasa hari raya idul fitri atau hari raya idul adha.” Nazar hal yang makruh juga tidak sah, misalnya nazar shalat di kubur, shalat di kamar mandi dan nazar untuk salah satu orang atau atau salah satu anak. Nazar hal yang mubah, seperti makan dan memakai pakaian juga tidak sah, seperti ucapan “Saya nazar untuk memakan daging atau memakai sandal atau tidur waktu gailulah.” Demikian juga nafi, misalnya ucapan “Saya nazar untuk tidak minum air susu.” Baik tidur dengan maksud menguatkan ibadah dan menyemangatkan tahajud. Pahalanya ada pada niatnya, bukan pada perbuatannya. Jika dilanggar, nazar mubah tidak ada kifaratnya. Apabila seseorang nazar melakukan ibadah kepada Allah yang tidak duanya di seluruh dunia, maka dia bisa memilih satu dari tiga hal thawaf di Ka’bah sendirian, shalat di dalam Ka’bah sendirian dan menjadi presiden, sebab dengan menjadi kepala neraga dia sendirian mengurusi kemaslahatan umat manusia. Ziarah Nabi Muhammad saw adalah sunat muakad bagi setiap orang, termasuk bagi kaum wanita dengan ijmak ulama. Allah berfirman “Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” QS. An Nisa” 64 Rasul memohonkan ampun tidak terputus oleh kematian beliau. Ziarah sangat dianjurkan bagi jama’ah haji, sebab Nabi saw bersabda “Barangsiapa haji dan tidak ziarah aku, maka dia sungguh kasar kepadaku.” Ziarah Nabi termasuk ibadah paling agung, sebab Nabi bersabda “Barangsiapa ziarah aku, maka pasti syafa atku baginya.” Hal itu berarti peziarah diberi syafa’at yang tidak diberikan kepada orang lain, baik berupa tambahnya nikmat atau ringannya prahara kiamat atau peziarah termasuk orang yang tidak dihisab atau hal lainnya. Syafa’at tersebut dinisbatkan kepada Nabi, berarti syafa’at Itu agung karena agungnya pemberi syafa’at. Hadis di atas merupakan berita gembira, bahwa peziarah Nabi mati mukmin dan muslim. Karena itu, tidak ziarah kepada Nabi jika mampu adalah kerugian Yang besar dan pelakunya tidak memperoleh kebaikan yang banyak. Mengingkari ziarah kepada Nabi adalah kesesatan besar yang nyata. Yang terbaik bagi jama’ah haji adalah ziarah Nabi dahulu jika waktunya luas agar ziarah menjadi perantara hajinya mabrur. Mereka sunat menziarahi masjid-masjid Nabi yang ada di jalan mereka, seperti masjid Badar, masjid Khulaish di dekat Agabah dan masjid di Saraf yang di dekatnya ada kubur Umul Mukminin Maimunah. Juga sunat menziarahi para syahid Badar dan lainnya. Orang yang menuju Madinah, khususnya yang ingin ziarah Nabi, di jalannya sunat untuk memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw. Jika melihat tanah suci Madinah, pepohonannya dan kebun-kebunya sunat menambah banyak shalawat salam, sebab besar pahalanya. Sunat mengeraskan shalawat salam dan menambah kerinduan kepada Nabi serta mengucapkan “Ya Allah, ini tanah suci Rasul-Mu, maka jadikanlah ia penjaga bagiku dari neraka, keamanan dari siksa dan dari buruknya hisab. Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu dan berilah aku dari ziarah Rasul-Mu apa yang Engkau berikan kepada para waliMu dan ahli taat-Mu. Ampunilah aku dan rahmatilah aku, wahai Harapan terbaik.” Peziarah Nabi hendaknya bersesuci dan yang terbaik adalah mandi saat sampai Madinah sebelum masuk. Jika tidak bisa, maka setelah masuk Madinah sebelum masuk masjid Nabawi. Hendaknya memakai pakaian paling bersih dan memakai wewangian seperti akan Shalat Jum’at. Pakaian putih lebih utama daripada lainnya. Hendaknya memberikan sedekah meskipun sedikit kepada penduduk Madinah, lalu masuk Madinah sambil berkata “Dengan nama Allah. Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah pula aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” Hendaknya berjalan ke Masjid Nabawi dengan tenang dan berwibawa sambil membayangkan, bahwa dia meletakkan telapak kaki di atas tempat telapak kaki Nabi Muhammad saw. Hendaknya masuk Masjid Nabawi lewat pintu Jibril as sambil berkata “Aku berlindung kepada Allah Yang Agung dan Zat-Nya yang mulia serta kekuasaan-Nya yang dulu dari setan yang terkutuk. Dengan nama Allah dan segala puji bagi Allah. Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad dan bersalamlah. Ya Allah, ampunilah bagiku dosa-dosaku dan bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.” Saat keluar, ucapkan kalimat tersebut, hanya saja bagian akhir gantilah dengan “Dan bukalah pintu-pintu anugerah-Mu.” Hal tersebut disunatkan pada tiap masjid, kaki kanan didahulukan saat masuk dan kaki kiri didahulukan saat keluar. Setelah masuk Masjid Nabawi, hendaknya menuju Raudhah, yaitu antara kubur yang mulia dan mimbar dan hendaknya shalat tahiyat masjid di Raudhah, baik di tempat berdiri Rasulullah atau lainnya. Yang terbaik adalah shalat di tempat shalat Nabi saw. Jika tidak bisa, hendaknya di dekatnya arah mimbar. Setelah selesai shalat tahiyat masjid, hendaknya memuji Allah atas nikmat yang Allah berikan kepadanya dan meminta kepada-Nya agar ziarah ini diterima Allah. Berdoalah sesuai keinginan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang terkasih, baik orang tua, guru, kerabat maupun sesama muslim. Kemudian hendaknya berdiri di hadapan Nabi Muhammad saw dan membelakangi kiblat, menghadap wajah beliau, berdiri kira-kira tiga hasta dari tembok kubur beliau dengan khusyu’, merendahkan diri, sopan dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri seperti dalam shalat. Kosongkan hati dari hubungan duniawi sambil menghadirkan dalam hati, betapa agungnya Nabi Muhammad yang ada di hadapannya dan bahwa Nabi tahu dia, tahu kehadirannya dan berdirinya serta salamnya kepada beliau. Nabi mendengar salammu dan tahu berdirimu di hadapannya. Pandanglah tanah di bawahmu dengan memejamkan mata sambil mengagungkan dan memuliakan Nabi. Ucapkan salam kepada makhluk terbaik itu dengan suara yang terdengar orang di sebelahmu, namun jangan sampai mengganggu. Pelankan suara dan tenangkan anggota badan serta hadirkan hati. Minimal salam kepada beliau adalah “ Assalamu’alaikum, wahai Rasulullah saw.” Jika ingin panjang lebar, ucapkan “Assalamu’alaikum, ya Rasulullah. Salam untukmu, ya Nabi Allah. Salam untukmu ya Kekasih Allah. Salam untukmu, wahai Pilihan Allah. Salam untukmu, wahai Junjungan para rasul yang suci dan bersih. Salam untukmu dan untuk istri-istrimu yang suci, ibu kaum muslimin. Salam untukmu dan untuk seluruh sahabatmu. Salam untukmu dan untuk para nabi dan rasul serta hamba-hamba Allah saleh lainnya. Salam untukmu, wahai Nabi Allah, rahmat dan berkah Allah. Semoga Allah membalasmu atas nama kami ya Rasulullah dengan balasan terbaik yang Dia berikan kepada nabi dan rasul atas nama umatnya.” As Subki berkata “Yang diriwayatkan dari ulama salaf mengenai salam kepada Nabi saw adalah sangat singkat. Imam Malik berkata saat salam “Salam, rahmat dan berkah Allah untukmu, wahai Nabi.” Jika seseorang berpesan untuk salam kepada Nabi, ucapkan “Salam untukmu ya Rasulullah dari Fulan bin Fulan” atau redaksi seperti ini. Kemudian mundurlah ke arah kanan kira-kira sehasta untuk mengucapkan salam kepada Abu Bakar, sebab kepala Abu Bakar di dekat pundak Nabi saw. Ucapkan salam kepadanya dengan redaksi “Salam untukmu, wahai Khalifah Rasulullah saw, orang pilihannya dan temannya di dalam Gua. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas nama umat Muhammad.” Kemudian mundurlah ke arah kanan kira-kira sehasta untuk mengucapkan salam kepada Umar bin Khathab Al Faruq, sebab kepala Umar di dekat pundak Abu Bakar. Ucapkan salam kepadanya dengan redaksi “Assalamu’alaikum, wahai Amirul Mukminin Umar Faruq, Orang yang menjayakan Islam. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas nama umat Muhammad.” Kemudian kembalilah ke posisi semula di hadapan Nabi saw, tawassullah untuk diri sendiri dan mintalah syafa’at kepadanya. Kemudian pindahlah ke posisi kepala Nabi dan menghadap kiblat sambil berdiri di dekat tiang yang merupakan tanda posisi kepala beliau, sehingga anda berposisi di antara kubur dan tiang. Pujilah Allah dan agungkanlah Dia dan berdoalah hal yang anda inginkan untuk dirimu dan orang lain. Setelah itu, berjalanlah ke Raudhah dan di sana perbanyaklah zikir dan doa, khususnya shalawat dan salam kepada Nabi saw. Sebaiknya selalu bersikap santun dan tata krama selama berada di Madinah dan melakukan i’tikaf di masjid Nabi saw setiap kali masuk. Lakukan shalat di masjid mulia itu dengan jama’ah dan hendaknya memperbanyak puasa, sedekah, membaca Al-Qur’an dan ibadah lainnya. Perhatikanlah hal tersebut, sebab mukim di Madinah termasuk kesempatan emas sepanjang masa. Hendaknya kesempatan itu anda gunakan sebaik-baiknya dan curahkan seluruh waktu untuk melakukan perbuatan penting dan jangan biarkan kesempatan itu sia-sia belaka. Selama mukim di Madinah, hendaknya anda setiap hari berziarah ke kubur Baqi’ setelah mengucapkan salam kepada Nabi saw, khususnya hari Jum’at. Setelah tiba di kubur Baqi’, ucapkan “Assalamu’alaikum wahai negeri orang-orang mukmin. Sungguh kami akan menyusul kalian. Ya Allah, ampuni orang-orang yang dikubur ini Bagi’ ini.” Sebaiknya anda menuju kubur-kubur terkenal dan yang terbaik anda pertama kali menuju kubur Utsman bin Affan, sebab dia orang paling mulia di Baqi’. Sebagian ulama berpendapat, pertama kali menziarahi kubur Ibrahim putra Nabi saw. Masukilah kubur Utsman dan ucapkan salam “Assalamu’alaikum, wahai Amirul Mukminin Utsman, wahai pengumpul Al-qur’an, wahai menantu Rasulullah dua kali, wahai orang yang membiayai pasukan perang Usrah, wahai orang yang membeli sumur Maudah dan mewakafkannya untuk kaum muslimin. Ya Allah, kami bersaksi bahwa dia khalifah kebenaran dan imam yang adil. Dia terbunuh sebagai syahid dan teraniaya di rumahnya. Maka tempatkanlah dia ya Allah pada tempat hamba-hamba yang berbakti dan bangkitkanlah kami pada kelompok Muhammad saw dan kelompok Utsman.” Setelah itu, berdoalah sesuai keinginan. Kemudian masuklah ke kubur Abbas ra dan ucapkan “Assalamu’alaikum wahai Abu Fadhl Abbas, Pakde Nabi saw, wahai orang yang menjadi tawasul penduduk Madinah untuk memperoleh air hujan.” Kemudian berdoalah sesuai keinginan. Di dalam kubah Abbas, terdapat kubur Fathimah binti Rasulullah, Hasan bin Ali, Ali Zainal Abidin bin Husain, putranya Muhammad AI Baqir dan putranya Ja’far Ash Shadiq. Konon kepala Husain dimakamkan di Ba1i” di dekat kubur Sang Ibu, Fathimah. Hendaknya ucapkanlah salam kepada mereka semuanya secara gelobal dan ucapkan “Assalamu’alaikum, wahai Ahli Bait Nabi dan sumber risalah. Rahmat dan berkah semoga tercurah bagi kalian, wahai Ahli Bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji dan Maha Agung. Allah hanya berkehendak menghilangkan kotoran dari kalian dan mensucikan kalian sesuci-sucinya .” Ucapkan salam kepada masing-masing dari mereka dan ucapkan salam kepada Fathimah dengan ucapan “Assalamu’alaikum wahai Ibunda Hasan Husain, wahai mutiara yang terjaga, wahai wanita bersinar yang rajin ibadah, wahai Putri Rasulullah saw.” Ucapkan salam kepada Hasan dengan ucapan “ Assalamu’alaikum wahai cucu Nabi Muhammad, wahai penyejuk pandangan Nabi pilihan, wahai Putra Pedang Allah yang terhnus, wahai cucu putra putri Rasulullah, wahai orang yang dengannya Allah mendamaikan kaum muslimin, wahai bapak para ulama.” Ucapkan salam ini kepada Husain. Kemudian ucapkan salam kepada Zainal Abidin “Assalamu’alaikum wahai imam ulama yang mengamalkan ilmunya, wahai keturunan kenabian, wahai orang yang mulia ayahnya.” Ucapkan salam kepada Muhammad Al Baqir “Assalamu’alaikum wahai pemilik kemuliaan yang tinggi dan keagungan yang besar, wahai putra Zainal Abidin, wahai kebangaan ulama yang mengamalkan ilmunya. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh.” Lalu ucapkan salam kepada Ja’ far Ash Shadiq “Assalamu’alaikum wahai Ja far Ash Shadiq, wahai cahaya hidayah, wahai panutan dalam ilmu dan amal perbuatan, wahai cabang yang suci dan diri yang tinggi, Ya Allah, demi kemuliaan mereka pada-Mu, terimalah ziarah kami dan kasihanilah kehinaan kami.” Setelah itu, berdoalah sesuai keinginan. Kemudian berjalanlah menuju kubur Ibrahim putri Nabi dan ucapkan “Assalamu’alaikum wahai Tuanku Ibrahim, putra Rasulullah, wahai penyejuk mata Nabi, wahai manusia yang paling mulia ayahnya. Semoga Allah menggabungkan kami dengan kelompok Ayahmu dan kelompokmu.” Setelah itu, berdoalah sesuai keinginan. Pada kubah Ibrahim, terdapat kubur saudarinya Ruqayyah, kubur Utsman bin Madh’un dan kubur Fathimah binti Asad ibu Ali ra, kubur Abdur Rahman bin Auf, kubur Sa’d bin Abu Waggash, kubur Abdullah bin Mas’ud, kubur Hubaisy bin Hudzafah dan kubur Sa’d bin Zurarah. Demikian dikatakan Ibnu Hajar. Ucapkanlah salam kepada mereka dan berdoalah sesuai keinginan. Setelah itu, berjalanlah menuju kubah Aqil bin Abdu Abdullah, di mana terdapat kubur Abdullah bin Ja’ far Ath Thayyar bin Abu Thalib. Berdirilah untuk keduanya dan ucapkan “Assalamu’alaikum, wahai tuanku Agil bin Abu Thalib. Assalamu’alaikum wahai tuanku Abdullah bin Ja’far Ath Thayyar. Assalamu’alaikum wahai dua saudara sepupu Rasulullah. Ada riwayat, bahwa kubur Abdullah bin Ja’far termasuk tempat terkabulnya doa. Sebagian ulama menuturkan, bahwa Aqil bin Abu Thalib meninggal dunia di Syam dan kubur tersebut adalah kubur Abu Sufyan bin Harits, Pakde Nabi saw. Pada kubah Aqil bin Abu Thalib terdapat kubur para istri Nabi. Berdirilah di dekat mereka dan ucapkan salam kepada mereka “Assalamu’alaikum wahai para Ibu kaum muslimin, wahai wanitawanita mulia, wahai wanita-wanita yang memilih Allah dan Rasulullah atas harta benda yang hina.” Seluruh istri Nabi kuburnya di sana, kecuali Khadijah dan Maimunah. Khadijah kuburnya di Makah dan Maimunah kuburnya di Saraf. Tutuplah ziarah anda dengan menzirahi kubur Shafiyyah binti Abdul Muthalib, saudara Hamzah dan Bude Nabi saw serta ibu Zubair bin Awwam ra. Berdirilah di dekatnya dan ucapkan “Assalamu’alaikum wahai Shafiyyah binti Abdul Muthalib, wahai Bude Rasulullah, wahai saudara singa Allah Hamzah yang berperang melawan musuh di jalan Allah. Setelah itu, hendaknya anda berziarah ke Uhud dan menziarai para syahid di sana. Yang terbaik adalah ziarah hari Kamis dan berangkat setelah subuh. Mulailah dengan pimpinan mereka, Hamzah Pakde Rasulullah. Ada pendapat, bahwa di kubur ini terdapat pula kubur keponakan Hamzah, Abdullah bin Jahsy. Di kubah ini hanya ada dua orang tersebut. Adapun kubur yang ada di dekat kepala Hamzah adalah kubur lelaki dari Turki yang mengurus kubah ini. Ketika berdiri di hadapan Hamzah, ucapkan “Assalamu’alaikum wahai Pakde Rasulullah, wahai singa Allah dan singa Rasulullah, wahai orang yang berjuang demi Allah dengan sesungguhnya. Saya bersaksi bahwa engkau berjihad demi Allah sampai engkau gugur. Semoga Allah memberi balasan yang baik untukmu atas nama Islam dan muslimin.” Kemudian ucapkan “Assalamu’alaikum tuanku Abdullah bin Jahsy, wahai orang yang gugur demi Islam dan muslimin. Semoga Allah mengangkat derajat kalian berdua di surga Iliyyin.” Kemudian berdoalah dengan wasilah keduanya sesuai keinginan. Kemudian ziarahlah ke kubur para syahid perang Uhud dan jelas kubur mereka di dekat kubur Hamzah. Di arah barat kubur Hamzah ada beberapa kubur yang konon juga syahid perang Uhud, namun ada pendapat bahwa kubur-kubur itu kubur sebagian orang yang mati pada tahun Ramadah tahun bencana pada masa pemerintahan Umar. Hendaknya berhenti di dekat kubur-kubur itu dan ucapkan salam kepada mereka serta tawassullah dengan mereka agar keinginan tercapai. Setelah selesai, berkunjunglah ke gunung Uhud sebab tempat itu penuh berkah. Hendaknya anda mendatangi masjid Kuba’ dan shalat di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, sebab Nabi saw bersabda “Shalat di masjid Kuba’ seperti umrah.” Yang terbaik ke masjid Kuba’ hari Sabtu. Datanglah juga ke sumur Aris yang pernah diludahi oleh Nabi saw dan berada di dekat masjid Kuba’. Minumlah airnya dan berwudlulah dengan air. Kunjungilah juga masjid-masjid di Madinah dan tempat-tempat bersejarah yang mashur lainnya. Di antaranya tempat-tempat penting itu adalah kubur Fathimah binti Asad, Ibu Ali ra. Berdirilah di dekatnya dan ucapkan “Assalamu’alaikum wahai Fathimah binti Asad, wahai pemilik lemuliaan yang tinggi, wahai Ibu Amirul Mukminin, wahai orang yang di dalam kuburnya Rasulullah berbaring, wahai wanita yang Rasulullah memakaikan baju kurungnya padanya setelah kematiannya. Semoga Allah mengangkat derajatmu dan memberi kami manfaat dari ziarah ini.” Namun Ibnu Hajar berkata “Kubur yang masyhur sebagai kubur Fathimah binti Asad sebenarnya kubur Sa’d bin Mu’adz, pemimpin Anshar. Termasuk tempat penting adalah kubur Imam Malik bin Anas, imam negeri hijrah. Kubur ini berada di Baqi’, berdirilah di dekatnya dan ucapkan “Assalamu’alaikum wahgi Malik bin Anas, wahai imam negeri hijrah, wahai orang yang dijadikan hujah oleh Allah atas umat manusia, wahai pembawa bendera Islam, wahai penyebar sunah junjungan para rasul.” Di dekatnya ada kubur Guru Imam Malik, syaikh Nafi’ pada sebuah kubah kecil atau kubur Abu Syahmah bin Umar bin Khathab yang dihukum cambuk oleh Ayahnya sendiri, lalu sakit dan meninggal. Dan kubur Ismail bin Ja’far Ash Shadiq. Berdirilah di dekatnya dan ucapkan “Assalamu’alaikum wahai tuanku, Ismail bin Ja’far, wahai keturunan Nabi saw, wahai orang yang mulia ayahnya, wahai sumber ilmu dan agama, wahai cucu putri Nabi saw.” Dan kubur Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Abu Thalib. Berdirilah di dekatnya dan ucapkan “Assalamu’alaikum wahai Abu Abdullah, wahai putra cucu Rasulullah, wahai imam yang beruntung dan syahid.” Kemudian berdoalah sesuai keinginan. Dan kubur Malik bin Sinan, Ayah Abu Said Al Khudri di sebelah barat Madinah. Dan kubur Ayah Nabi, sayid Abdullah. Dan kubur Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shadiq. Kuburnya besar di sebelah timur Madinah berjarak satu farsakh. Hendaknya anda menziarahinya dan yang terbaik hari Rabu. Ucapkan saat berada di kuburnya “Assalamu’alaikum tuanku Ali Al Uraidhi bin Ja’far Shadig, wahai keturunan Nabi, wahai sumber ilmu dan agama, wahai cucu putri Rasulullah. Semoga kami memperoleh manfaat dari mencintaimu, menziarahimu dan dari nenek moyangnya yang suci. Jika anda ingin bepergian dari Madinah, maka berpamitanlah dan lakukan sebagaimana yang anda lakukan pertama kali, yaitu shalat mutlak dua raka’at. Yang terbaik adalah melakukannya di mushalla Nabi saw dan hendaknya anda berdoa kepada Allah agar ini bukan kesempatan terakhir untuk ziarah Rasulullah. Misalnya doa “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan ini kesempatan terakhir bagiku ke masjid Nabi saw dan tanah sucinya. Mudahkanlah aku untuk menziarahinya dan i’tikaf di dalamnya di hadapan beliau. Berikanlah ampunan dan keselamatan di dunia akhirat dan kembalikanlah kami ke keluarga kami dalam keadaan selamat dan beruntung.” Setelah itu, pulanglah dan berjalanlah ke depan dan jangan mundur. Hendaknya anda keluar meninggalkan Madinah lewat jalan tumbuhan. Jika melihat daerah asal anda, ucapkan “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta-Mu kebaikan daerah ini, kebaikan penduduknya, kebaikan apa yang di dalamnya dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya, keburukan penduduknya dan keburukan apa yang ada di dalamnya. Ya Allah, berilah aku tempat tinggal di dalamnya dan rezeki yang baik. Ya Allah, jadikanlah aku dicintat penduduknya dan jadikanlah kami mencintai penduduknya yang saleh.” Sebaiknya setiap orang ikhlas dalam seluruh amalnya, ba sedikit maupun banyak, baik ucapan maupun perbuatan. Jika tida khlas, maka anda termasuk orang riya yang dipermainkan oleh seta dan tidak mendapatkan pahala dari perbuatan anda pada hari kiamat kelak. Ikhlas tertinggi adalah hanya bertujuan Allah semata dalam ibadah, yaitu melakukan ibadah hanya dengan maksud dekat kepada Allah, tidak yang lain, yaitu berbuat demi makhluk atau ingin pujian dari orang lain atau hal lainnya, misalnya ibadah bertujuan agar mendapat pahala di akhirat atau diberi kemuliaan Allah di dunia, namun seseorang tidak keluar dari ikhlas jika bertujuan pahala akhirat atau diberi kemuliaan di dunia serta diselamatkan dari marabahaya dunia. Ikhlas masing-masing orang sesuai dengan tingkatannya. Kalangan abrar orang yang berbakti kepada Allah ikhlasnya tertinggi adalah amal perbuatannya bersih dari riya yang jelas, riya yang samar dan menuruti keinginan nafsu demi meraih janji Allah kepada orangorang yang ikhlas yaitu pahala yang agung dan selamat dari ancaman Allah kepada orang-orang yang tidak ikhlas yaitu siksa yang pedih. Dia tidak lagi memandang makhluk dalam kebaktiannya dan dia tetap pada kedudukannya. Sedangkan muqarrabin orang-orang yang dekat dengan Allah, mereka sama sekali tidak melihat diri mereka dalam perbuatannya. Ikhlas mereka adalah menyaksikan keesaan Allah dalam membuat dia bergerak dan membuat dia tenang tanpa memandang diri mereka mempunyai daya maupun upaya. Ini adalah magam Shidiq yang menyempumakan ikhlas, Perbuatan abrar disebut amal lillah perbuatan karena Allah dan perbuatan shidig disebut amal billah perbuatan dengan Allah. Hendaknya dia berhubungan baik dengan sesama manusia dalam seluruh urusan dunia dan agama agar dia selamat saat bertemu dengan Allah dengan mati. Yaitu dengan cara mengasihi kaum muslimin dan bersikap santun kepada orang-orang zalim. Atau dengan memaafkan orang-orang bodoh dan berbuat baik kepada orang-orang yang berbuat baik. Atau dengan bersikap baik kepada hewan, sebagaimana dikatakan Fudhail “Jika hamba berbuat baik dengan seluruh kebaikan, namun dia bersikap buruk kepada ayam yang dia miliki, dia belum termasuk orang yang berbuat baik”. Hendaknya dia selalu wudlu, sebab dalam hadis Qudsi disebutkan “Hai Musa, jika kamu tertimpa musibah, sedangkan kamu tidak dalam keadaan wudlu, maka jangan sampai kami mengritik selain dirimu sendiri.” Dan sabda Nabi “Hendaknya kamu selalu suci, maka rezeki dilapangkan padamu.” Hendaknya dia selalu zikir Allah dan zikir merupakan tharigah yang paling manjur untuk meraih ridha Allah. Namun zikir tidak bisa mengusir setan, kecuali setelah hati suci. Diriwayatkan “Barangsiapa mengucapkan “Tiada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Tuhan yang Esa, Menjadi tujuan, tidak beranak, tidak diperanakkan dan tiada yang setara dengan Dia.” sebanyak sebelas kali, maka Allah menulis untuknya dua ribu kebaikan. Barangsiapa menambah, maka Allah menambahnya. Dan memperbanyak membaca Al-Qur’an dalam seluruh waktu, khususnya permulaan siang dan akhirnya serta permulaan malam dan akhirnya. Apalagi bulan Ramadhan. Abu Umamah Al Bahili ra berkata “Aku mendengar Nabi saw bersabda “Bacalah Al-qur’an, karena sesungguhnya ia hadir pada hari kiamat memberi syafa at kepada pembacanya.” HR. Muslim Abu Said Al Khudri ra berkata “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman “Barangsiapa disibukkan oleh Al-qur’an dari zikir Aku dan meminta-Ku, maka Aku beri dia yang terbaik dari apa yang Aku berikan kepada peminta.” Ibnu Umar ra berkata ” Rosulullah saw bersabda “Tiga orang tidak ditakutkan oleh terkejut besar dan tidak terkena hisab, berada di atas bukit pasir dari misik, sampai hisab para makhluk diselesaikan lelaki yang membaca Al-Qur’an karena mencari ridha Allah dan dengannya dia mengimami kaum sedangkan mereka ridha, pemanggil yang memanggil untuk shalat karena mencari ridha Allah Azza wa Jalla dan hamba yang membaikkan antara dia dengan Tuhannya dan antara dia dengan hamba sahayanya.” HR. Thabarani Hendaknya dia memperbanyak shalat sunat, khususnya ahli ibadah. Abu Hurairah meriwayatkan hadis Qudsi, bahwa Allah berfirman “Dan hamba-Ku selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan sunat-sunat sampai Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku menjadi telinga yang dengannya dia mendengar, matanya yang dengannya dia melihat, tangannya yang dengannya dia memukul dan kakinya yang dengannya dia berjalan. Maka dengan Aku dia mendengar, dengan-Ku dia memukul dan dengan-Ku dia berjalan. Sungguh jika meminta-Ku, Aku pasti memberinya dan sungguh jika berlindung pada-Ku pasti Aku melindunginya.” Hadis tersebut artinya Allah menolongnya, seperti hamba menggunakan anggota-anggota badannya untuk mewujudkan keinginannya. Hendaknya dia memperbanyak istighfar. Redaksi istighfar banyak sekali, di antaranya adalah “Aku meminta ampun kepada Allah Maha Agung yang tiada tuhan selain Dia, Maha Hidup, Berdiri sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya.” Redaksi yang lain diriwayatkan oleh Nasa’, bahwa Abu Hurairah ra berkata “Aku tak pernah melihat orang yang lebih banyak mengucapkan istighfar di bawah daripada Nabi saw “Aku meminta ampun kepada Allah dan dan aku bertaubat kepada-Nya.” Redaksi lainnya adalah sabda Nabi saw “Kifarat masjid adalah “Aku meminta ampun kepada-Mu ya Allah dan dan aku bertaubat kepada-Mu.” Redaksi yang lain adalah Sayid Istighfar “Ya Allah Engkau Tuhanku, tiada tuhan selain Engkau. Engkau ciptakan aku dan aku hamba-Mu dan aku di atas perjanjian-Mu dan Janji-Mu selama aku mampu. Aku berlindung pada-Mu dari keburukan apa yang aku perbuat. Aku kembali pada-Mu dengan nikmat-Mu padaku dan aku kembali dengan dosaku. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Apalagi pada akhir malam, sebab itu saat terkabulnya doa. Tidak mengapa jika anda mengucapkan munajat di bawah ini pada akhir malam “Tuhanku, sungguh telah dekat ajalku, sudah lemah kekuatanku dan aku datang pada-Mu dengan beberapa dosa yang tidak bisa dipikul oleh gunung-gunung serta tidak bisa dibasuh oleh lautanlautan. Aku memintaampunan pada-Mu, wahai Maha Pengampun.” Hendaknya juga membaca shalawat. Shalawat termasuk ibadah paling agung dan hal yang paling penting bagi orang yang ingin dekat kepada Allah, sebab shalawat berarti tawasul dengan Nabi saw, Dikisahkan bahwa seorang wanita menghadap Hasan Basri dan berkata “Anak perempuanku meninggal dunia dan aku ingin melihatnya dalam mimpi.” Hasan berkata “Shalatlah empat raka’at setelah isya’ dan bacalah surat At Takatsur sekali setelah Fatihah pada tiap raka’at, lalu berbaringlah dan bacalah shalawat Nabi sampai kamu tidur.” Wanita tersebut melakukannya, lalu dia melihat anaknya disiksa dengan belenggu dan rantai. Wanita itu mendatangi Hasan dan menceritakan hal tersebut, sehingga Hasan sedih dan berkata “Sedekahlah untuk anakmu.” Wanita itu melakukannya, kemudian Hasan malam itu bermimpi seakan-akan berada dalam sebuah taman di antara taman surga. Di taman itu ada sebuah ranjang di mana terdapat seorang gadis jelita dan sebuah mahkota dari cahaya ada di kepalanya. Gadis itu berkata “Apakah anda mengenalku?” Hasan menjawab “Tidak.” Gadis itu berkata “Aku putri wanita tersebut.” Hasan berkata “Ibumu mengatakan kamu tidak seperti ini.” Gadis itu berkata “Dulu aku memang tidak seperti ini.” Hasan berkata “Dengan apa kamu mencapai keadaan ini?” Gadis itu menjawab “Kami tuju puluh ribu orang disiksa, lalu seorang lelaki saleh melewati kubur kami dan dia membaca shalawat Nabi sekali serta menghadiahkan pahalanya kepada kami. Maka Allah memerdekakan kami dari siksa itu berkat dia dan aku mencapai kemuliaan seperti anda lihat.” Dalam hadis disebutkan “Barangsiapa mengucapkan “Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dengan shalawat yang menjadi ridha bagi-Mu dan memenuhi haknya”, Sebanyak tiga puluh tiga kali, maka Allah membuka untuknya antara kuburnya dan kubur Nabi saw.” Terutama pada malam dan siang Jum’at. Ada hadis marfu’ riwayat Ali dari Nabi saw “Barangsiapa pada malam Jum’at mengucapkan meskipun sekali “Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad Nabi yang ummi, kekasih yang tinggi pangkatnya dan agung derajatnya dan kepada keluarga serta sahabatnya,” maka aku memasukkannya ke liang lahat dengan tanganku.” Hendaknya anda memperbanyak doa, khususnya pada saat bepergian. Abu Hurairah ra meriwayatkan, bahwa Nabi saw bersabda “Tiga doa dikabulkan tak ada bimbang padanya doa orang yang teraniaya, doa musafir dan doa buruk orang tua atas anaknya.” HR. Tirmidzi Yang dimaksudkan adalah doa orang teraniaya dengan hal yang dianiayakan kepadanya dan tidak boleh hal lainnya. Doa orang tua adalah doa orang tua dengan hak, misalnya anak durhaka melakukan hal menyakitkan yang tidak ringan. Perbanyaklah doa pada saat sedih. Al Mustaghfiri meriwayatkan hadis marfu’ “Tidak ada doa yang lebih disukai Allah azza wa Jalla daripada ucapan hamba “Ya Allah, ampunilah umat Muhammad dengan rahmat yang merata.” Sebaiknya anda berdoa dengan doa Ahmad bin Hanbal dari Sufyan Ats Tsauri, sebab Allah memujinya. Doa tersebut adalah “Wahai Tuhan segala sesuatu, dengan kuasa-Mu atas segala sesuatu, ampunilah segala sesuatu bagiku dan janganlah Engkau menanyaiku mengenai sesuatu.” Termasuk doa yang dianjurkan adalah doa yang dikutip dari sebagian ulama “Siapa mengucapkannya tiga kali di antara sunat dan fardlu subuh, maka dia pasti mati iman.” Yaitu “Ya Allah, demi hak Hasan, saudaranya, Kakeknya, Ayahnya, Ibunya dan anak-anaknya, selamatkanlah aku dari susah yang ada padaku, wahai Maha Hidup, wahai Yang berdiri sendiri. Aku meminta kepada-Mu sinarilah hatiku dengan cahaya makrifat-Mu.” Hendaknya anda memperbanyak puasa, khususnya pada hari-hari penting, seperti di bawah ini Asyhurul hurum yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam dan Rajab. Hari Asyura’. Sembilan hari bulan Dzulhijah terutama hari Arafah bagi selain jama’ah haji. Sepuluh hari dari bulan Muharam, Rajab dan Sya’ban. Hari Senin. Hari Kamis. Hari Jum’at. Sebaiknya manusia menjadikan takut kepada Allah selalu berada di depan matanya, sebab takut kepada Allah merupakan kunci seluruh kebaikan dan kunci untuk menjauhi segala keburukan. Takut kepada Allah adalah takut akan siksa-Nya. Allah mewajibkan hamba-hambaNya untuk takut kepada-Nya dengan ayat “Tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” QS. Ali Imran 175 Diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Barangsiapa takut Allah, segala sesuatu takut kepadanya. arangsiapa tidak takut Allah, dia takut segala sesuatu.” Abu Hafsh berkata “Takut adalah lentera hati yang dengannya hari melihat kebaikan dan keburukan. Barangsiapa yakin bahwa tidak da yang memberi manfaat maupun mudharat sclain Allah, dia tidak akut selain Dia, baik binatang buas, api maupun lainnya.” Janganlah putus asa dari rahmat Allah sebab termasuk dosa besar. putus asa adalah memustahilkan dia diberi rahmat Allah sama sekali, padahal masih Islam. Allah berfirman “Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” QS. Yusuf 87 Jika pemustahilan itu bertambah kuat, maka disebut Qunuth. Allah berfirman “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.” QS. Al Hijr 56 Jika dia mengira bahwa Allah akan menyiksanya seperti siksa orang kafir, maka disebut buruk sangka kepada Allah. Nabi saw bersabda “Yang terbesar di antara dosa-dosa besar adalah buruk sangka kepada Allah Azza wa Jalla.” Hendaknya manusia bertaubat dengan taubat yang sah setiap kali melakukan dosa, sebab Allah mencintai orang-orang yang banyak bertaubat dengan cara menghentikan dosa seketika, menyesali dosa di masa lalu dan bertekad tidak akan mengulangi di masa depan. Hendaknya dia selalu bertakwa kepada Allah secara lahir batin, sebab Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. Takwa adalah menjauhi melaksanakan petintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Yakni mensucikan batin dari najis-najis maknawi dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji. Jangan sampai sescorang menyakiti orang lain, meskipun dengan menirukan ucapannya atau perbuatannya dengan tujuan menertawakan. Menyakiti orang muslim termasuk dosa besar, terutama tetangga. Hendaknya dia menunaikan kewajibannya kepada Allah sebelum meninggalkan dunia fana ini, seperti zakat dan kifarat dan kewajibannya kepada sesama hamba, misalnya mengembalikan gasaban dan titipan. Boleh melakukannya dengan memohon kerelaan orang yang bersangkutan. Jika dia tidak mampu membereskan urusan hak Adami sendiri semasa hidupnya, hendaknya menulis wasiat. Hendaknya dia sangat ingin untuk menjauhi dosa, seperti dusta, kesaksian palsu, sumpah palsu, menggunjing orang lain dan mengadu domba. Ketahuilah, bahwa menjaga hati dari godaan setan adalah fardlu ain bagi setiap mukallaf dan dia tidak mungkin bisa menjaga hati, kecuali dengan mengetahui jalan masuk setan ke hati. Jalan setan menuju hati adalah sifat-sifat yang tercela, misalnya syahwat dan marah. Apabila seseorang marah, maka setan mempermainkannya. Demikian juga jika dia syahwat. Termasuk sifat tercela adalah hasud, tamak atau loba, kenyang dengan makanan yang halal, menyukai hidup mewah, baik perabotan pakaian, rumah maupun kendaraan, mengharapkan uang orang lain, tergesa-gesa, bakhil, takut melarat, orang awam yang tidak ahli ilmu ikut berbicara mengenai Zat Allah dan sifat-Nya dan berburuk sangka kepada orang muslim. Hendaknya orang muslim selalu taat kepada Tuhannya dan menghabiskan hidupnya untuk beribadah dengan harapan nyawanya dicabut, sedangkan dia dalam keadaan yang diridhai Allah, sehingga dia menghadap Allah dan Allah ridha kepadanya. Ketahuilah, bahwa salik orang yang menginginkan akhirat ada enam macam, yaitu ahli ibadah, kiyai, santri, pekerja atau pejabat atau orang yang mengesakan Allah. Ahli ibadah adalah orang yang kesibukannya hanya ibadah dan jika dia tidak beribadah, dia merasa menganggur. Yang terbaik baginya adalah mencurahkan mayoritas waktunya untuk beribadah. Kiyai adalah orang yang mengajarkan ilmu kepada masyarakat. Jika dia bisa mencurahkan seluruh waktunya untuk hal tersebut, maka itulah yang terbaik baginya setelah menunaikan shalat fardlu dan shalat sunat rawatib. Ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu yang membuat orang menyukai akhirat dan membenci dunia serta membantu orang untuk suluk meniti jalan menuju akhirat. Santri adalah orang yang mengaji dengan tujuan ridha Allah. Sibuk mengaji baginya lebih utama daripada zikir dan ibadah sunat. Jika santri itu masih awam, lebih baik dia menghadiri majlis ilmu daripada sibuk zikir dan wirid. Pekerja yang butuh uang untuk menghidupi keluarganya tidak boleh menelantarkan keluarganya dan sibuk ibadah sunat. Wiridnya setiap saat adalah berada di pasar dan bekerja, namun sebaiknya dia tidak lupa zikir Allah saat bekerja. Hendaknya dia membaca tasbih, berzikir dan membaca Al-Qur’an, sebab hal tersebut bisa dilakukan sambil bekerja. Setelah memperoleh uang untuk menghidupi keluarganya, hendaknya dia kembali beribadah. Pejabat misalnya kepala daerah dan hakim, lebih baik dia melaksnakan tanggung jawabnya sesuai syariat daripada wirid. Pada siang hari, hendaknya dia mengurus kepentingan umat manusia dan hanya melakukan ibadah fardlu. Sedangkan untuk wirid, hendaknya dia lakukan pada malam hari. Orang yang mengesakan Allah adalah orang yang pada waktu bangun tidur keinginannya hanya Allah. Jika seseorang sudah mencapai tingkatan ini, maka dia tidak perlu membagi wirid. Setelah melaksanakan ibadah fardlu, dia hanya punya satu wirid, yaitu hadir bersama Allah setiap detik. Ini tingkatan tertinggi siddiqin. Kita meminta kepada Allah dengan wasilah Nabi Muhammad saw agar Dia memperlakukan kita dengan ridha-Nya di dunia dan akhirat, khususnya saat nyawa kita dicabut, di dalam kubur dan pada saat terkejut besar, yaitu saat sangkakala ditiup dan Jahanam lepas dari tangan malaikat. Demikian juga orang-orang tua kita, anak cucu kita, sanak famili kita, guru-guru kita, kekasih kita dan seluruh muslimin, baik yang masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu. Segala puji bagi Allah, puji yang sesuai dengan nikmat-Nya dan sebanding dengan tambahan-Nya. Ya Tuhan kami, bagi segala puji, sebagaimana yang layak bagi keagungan-Mu. Ya Allah, bershalawatlah dan bersalamlah kepada junjungan kami Muhammad, hamba-Mu, nabi-Mu dan rasul-Mu, nabi umi yang tidak bisa membaca maupun menulis. Dan kepada keluarga Junjungan kami Muhammad, para sahabatnya, para istrinya, para anak cucunya dan keluarganya, sebagaimana Engkau bershalawat dan bersalam kepada Ibrahim di antara semesta alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Agung. Semoga Allah bershalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarganya dan sahabatnya selama orang-orang yang ingat-mengingatnya dan orang-orang yang lupa melupakannya. Semoga Allah meridhai seluruh sahabat Rasulullah dan Orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari pembalasan. Segala puji bagi Allah.
Doasebelum salam saat sholat dan Doa sebelum salam yakni doa sebelum salam Tahiyat akhir, doa sebelum salam agar terhindar dari Dajjal. inilah doa sebelum salam sesuai Sunnah. bacaan Tahiyat akhir yang benar. bacaan Tahiyat akhir sampai salam, bacaan Tahiyat awal dan akhir sesuai Sunnah. inilah للشيخالفاضل محمد حسب الله. Matan Riyadul Badi'ah. Terjemah Sunda Pegon. Matan Riyadul Badi'ah Terjemah Sunda Pegon kitab karya syaikh Muhammad Hasbullah Asy Syafii Rahimahullah menerangkan perihal Fiqih Ibadah, Tauhid dan Tasawwuf bahkan didalam kitab ini dibahas tentang Udhiyyah atau ibadah kurban yang dilakukan di bulan C6bwqfg.
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/271
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/326
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/150
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/62
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/149
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/209
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/206
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/142
  • qlo2gqo7jf.pages.dev/49
  • kitab riyadul badiah bab puasa